Mohon tunggu...
wahyudi hardianto
wahyudi hardianto Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Literasi

Penggiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ber-(Poligami)-Lah!

7 Juli 2019   10:30 Diperbarui: 10 Juli 2019   21:01 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul diatas dimaksudkan bukan sebagai kata perintah, anjuran atau himbauan apalagi larangan, bukan. Tetapi dimaksudkan sebagai penegasan bahwa poligami adalah hak, hak pernikahan yang diberikan oleh agama (Islam) kepada pemeluknya. Hak ini diberikan kepada laki-laki bukan kepada perempuan. 

Kalau perempuan, dalam terminologi manusia meyebutnya poliandri, menikahi lebih dari seorang suami. Poligami dan poliandri bukan dua hal yang harus dihadapkan. Poligami sebagai hak setidaknya dapat dibaca, dipelajari, dipahami dan dimengerti dalam sumber utama agama Islam, yakni Al Qur'an. Q.S Al An- Nisa Ayat 3 Dan Ayat 129 telah dengan nyata menerangkannya. 

Jika kita belum faham akan maksud dari dua ayat diatas, tanyalah kepada ahlinya, ahli Ilmu Al Qur'an dan atau ahli tafsir Al-Quran. Jangan Tanya kepada ketua partai. Itu tidak pada tempatnya.

Hak dalam prespektif Islam jika ingin ditarik dan diletakkan dalam pengambilan dasar hukum Taklifi diletakkan pada hukum Ibahah (boleh) atau yang disebut mubah, yang berarti pilihan bagi setiap  ummat Islam yang sudah terbebani hukum agama (Islam) untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. 

Atau dengan kata lain ditinggalkan tidak mendapat dosa atau pahala dan jika dikerjakan juga tidak mendapat dosa atau pahala. Beda dengan Wujub (wajib/perintah), yakni jika dikerjakan berpahala dan jika ditinggalkan berdosa atau Tahrim (Haram/larangan), yakni jika dikerjakan berdosa dan jika ditinggalkan berpahala.

Setelah pada akhir Desember 2018, salah seorang pimpinan Partai Politik baru membangun narasi penolakan poligami bagi pengurus dan anggotanya dan berjanji akan memperjuangkan penolakan poligami dalam hukum positif nasional melalui parlemen jika terpilih, dan ternyata gagal. Narasi ini membuat polemik ruang publik tanah air sepanjang Desember 2018-Maret 2019. Dan kini, 06/07/2019 publik disuguhkan kembali narasi poligami, namun dalam prespektif yang berbeda.

Adalah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang berencana memasukkan klausul poligami dalam Qanun ( UU Aceh). Mereka berpendapat bahwa poligami dalam prepektif hukum dan perundang-undangan harus dimasukkan dalam Qanun agar dapat diatur sedemikian rupa. 

Bahwa akibat belum diaturnya poligami, pernikahan sirri di wilayah aceh meningkat tajam. Hal ini membuat publik heboh. Biasa, ada yang mendukung juga menolak atau menganggap biasa-biasa saja. Meme-meme menerima dan menolak pun bersilewaran di dinding-dinding PC dan Andoid pengggiat dunia maya tanah air.

Mengapa narasi poligami begitu seksi untuk selalu menjadi diskursus publik? Karena masyarakat kita memiliki prespektif yang berbeda dan saling berhadapan antara keduanya. Dalam prespektif  agama (Islam) poligami sebenarnya relative sudah selesai pembahasannya. 

Hanya sekelompok kecil cendekiawan muslim yang berusaha mengambil pendapat berbeda dibanding kebanyakan pendapat cendekiawan dan ahli agama (Islam) yang lainnya. 

Sedangkan dipihak lain, sebahagian kecil kelompok masyarakat sipil menganggap poligami  merupakan bentuk penindasan terhadap kaum perempuan, menyandera hak-hak perempuan dan bentuk perlakuan tidak adil bagi perempuan.

Untuk itulah kepada para tokoh dan penggiat hak-hak sipil agar dapat berhati-hati menggunakan narasi-narasi kegamaan di ruang publik. Sebagai yurispundensi, kasus Ahok yang banyak menyita perhatian publik menjelang Pilgub Jakarta salah satu contohnya. Akibat Ahok (bukan Muslim) membangun narasi agama ( QS. Al Maidah 51) membuat banyak orang marah. 

Narasi agama biarlah menjadi domainnya penganut-penganut agama dimaksud, jangan menyeberang. Akhirnya kita menjadi repot. Begitu juga ketika Grace Nathalie membangun kampanye Tolak Poligami untuk kemenangan partainya membuat jagad tanah air ribut.

Ya, karena Grace Nathalie telah "off side", karena seorang Grace Nathalie yang cantik dan cerdas itu dan Seorang tokoh politik nasional yang bukan muslim, namun berbicara narasi-narasi kegamaan (Islam) seperti poligami. Ya, Ribetlah kita.

Sesungguhnya diruang publik tidak perlu ribet jika kita tahu diri tentang masing-masing maqam (tempat) kita berada. Karena poligami adalah hak, serahkanlah kepada pemilik hak. Apakan syarat & rukun pernikahan (poligami) itu  telah ternunaikan, jika tidak terpenuhi jangan berpoligami. 

Namun jika persyaratan atas poligami telah ternunaikan dan anda ingin menggunakan itu, ambillah hak itu, tanpa harus memaksa atau dipaksakan orang lain. Seperti hak nya masyarakat sipil Indonesia. 

Mereka berhak untuk dipilih dan memilih sebagai calon wakil rakyat. Jika anda mememerlukan atau mempunyai kepentingan untuk memilih, ya gunakan hak pilih anda. Tetapi bagi sebahagian orang yang merasa tidak mempunyai kepentingan dan keuntungan dalam memilih, mereka tidak menggunakan hak pilihnya. Ya itulah hak. Boleh iya, boleh tidak. Boleh digunakan, boleh tidak digunakan.

Sama halnya dengan saya, sedikitpun tidak terbersit dialam pikiran saya untuk memperistri lebih dari satu atau dua orang dalam ikatan pernikahan saya. Tetapi saya tidak akan pernah  menolak konsep poligami. Begitupun kepada saudara-saudara saya terutama kaum Hawa. 

Jika anda tidak mau dipoligami, jangan tantang poligaminya atau jangan anda anggap poligami itu terlarang,  tetapi tantanglah pasangan anda ( suami)  untuk tidak me " madu" anda atau mempoligami anda. Karena agama membolehkannya. Sederhana bukan. Kan tidak ribet.

Sekali lagi poligami ini soal hak (Ibahah/Mubah), bukan soal perintah ( Wujub/Wajib), atau larangan ( Tahrim/Haram) atau juga bukan anjuran (Mandhub/Sunnah). Jadi ini soal pilihan orang. 

Maka jangan dilarang orang untuk berpoligami, atau menganjurkan orang lain untuk menolak dan melarang poligami. Yang perlu didorong adalah  pemenuhan hak-hak pasangan poligaminya, jika ia merasa mampu untuk memenuhi persyaratan yang disyari'atkan oleh agama.

Kepada para wanita. Hak anda jika anda tidak ingin dipoligami, seperti hak saya untuk tidak akan berpoligami. Tetapi jangan pernah anda menolak poligami sebagai sebuah konsepsi atau aturan syariat. Jika anda menentang poligami berarti anda menentang syari'at. 

Karena kemampuan dan kemauan seorang laki-laki untuk berpoligami ataupun penerimaan seorang perempuan untuk dipoligami, memerlukan aturan syari'at yang cukup berat ditambah menahan perasaan dari dalam dirinya.

Terbayang tidak, jika seorang perempuan yang menjadi seorang istri pertama atau istri kedua merasa kesepian ditengah derasnya hujan di malam hari dan padamnya aliran listrik dan seorang anaknya yang masih berusia balita tidur terlelap, sementara suaminya sedang bersama istri pertama atau keduanya karena memang sesuai kesepakatan yang mereka sepakati sebelumnya.  

Atau dalam suasana lebaran, ketika usai tertunai sholat idul fitri dikampung halaman, seorang suami lagi sungkeman dan makan bersama dngan keluarga besar istri lainnya, sedang keluarga besar kita jauh dari kota tempat kita tinggal, sementara sesuai kesepakatan seorang suami baru ke rumah kita setelah hari lebaran ketiga. Duh, perasaan yang amat susah untuk dilukiskan. 

Tetapi itulah pengorbanan dari sebuah komitmen pernikahan poligami. Maka untuk itulah bahwa poligami merupakan pilihan dari komitmen pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Ber-Poligami-Lah, Karena itu merupakan hak.

*Penulis merupakan penggiat literasi dan Ketua Umum PW Gerakan Pemuda Islam Indonesia Sumtera Utara 2018-2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun