Dari sisi orientasi fungsional, bagian bagian organisasi memiliki karakter, tujuan pola operasi tersendiri yang sering menjadi faktor sulit untuk mempersamakan persepsi dan visi. Kelompok kelompok kerja formal maupun informal memiliki norma tersendiri yang jika berseberangan dengan inovasi tentu akan menjadi hambatan tersendiri. Kelompok dengan kohevisita tinggi tidak akan nyaman dengan kemungkinan kemungkinan dari suatu perubahan.
Hal yang lain adalah faktor pemimpin atau manajerial. Dari beberapa prinsip manajemen perubahan suatu organisasi, salah satu poin yang utama adalah  "Dimulai dari Tingkatan Paling Atas". Perubahan tidak akan berhasil tanpa keterlibatan pimpinan tertinggi. Komitmen dan partisipasi aktif dari pimpinan tertinggi adalah sebuah keharusan untuk mencapai tujuan perubahan. Olehnya yang paling penting juga adalah innovator mesti menggapai situasi tanpa resistensi atasan dan harus mendapatkan dukungan penuh dari pimpinan atas.
Perlu ditekankan dalil bahwa sang pimpinan merupakan figure sentral dalam perubahan. Perubahan dapat timbul karena adanya penyesuaian penyesuaian dalam perilaku kepemimpinan, gaya kepemimpinan, pendekatan terhadap perencanaan dan kontrol atau tingkat partisipasi dalam pengambil keputusan. Sebagai pembuat keputusan, Ia adalah seorang agen perubahan utama dan sesungguhnya. Terlepas dari apakah terlibat secara sentral, atau sekadar hanya mengoordinasi kegiatan pengkoordinasian.
Diawal proses perubahan, memang terkadang juga ditandai dengan pesimisme. Ketika pesisme mencuat, sang innovator bisa menganggapnya sebagai suatu kondisi yang sudah diperkirakan dan normal terjadi dalam sebuah proses perubahan. Dan bila nantinya hasil perubahan yang terjadi mengarah kepada para pesisme, maka anggaplah sebagai bagian dari resiko yang memang diperhitungkan dan tindakan perbaikan baru akan segera ditempuh.
Beberapa literatur mengulas tentang bagaimana Ketika menjumpai  resistensi. Misalnya saja sebuah referensi menyebutkan dengan : 1. Edukasi dan komunikasi 2. Partisipasi 3. Fasilitasi dan dukungan 4. Manipulasi dan kooptasi 5. Memilih orang-orang yang menerima perubahan 6. Koersi.
Ada pula pandangan mengatasi resistensi melalui : a. Mengkomunikasikan alasan-alasan rasional atas keputusan  melaksanakan inovasi; b. Melibatkan pihak yang resisten dalam proses perubahan dan proses pengambilan keputusan; c. Memfasilitasi dan memberikan dukungan melalui asistensi, pelatihan, dan sebagainya; d. Memaksa pihak yang resisten atau menolak untuk menerima perubahan, dan apabila diperlukan diberikan sanksi. Cara ini adalah hal terakhir dilakukan bila cara lain tidak berhasil.
Saran menghadapi resestensi juga ada yang dalam bentuk : a. Jangan berfokus pada resistensi atau penolakan ketika itu belum menjadi masalah; b. Fokus untuk melihat bahwa perubahan ini bisa terus berjalan; c. Berlakulah normal ketika resistensi dan penolakan terjadi; d. Fokus apa yang sudah dicapai saat ini; e. Lakukan terus apa yang telah berjalan dengan baik.
Demikianlah resistensi yang juga menjadi bagian dari manajemen perubahan. Namun terlepas dalam implementasi Gerakan One Eselon III One Innovation akan melahirkan resistensi. Gerakan ini telah menghasilkan situasi perangkat daerah yang dipenuhi tahapan tahapan manajemen perubahan. Mulai dari innovator merumuskan rencana perubahan lalu setelah itu dilanjutkan pelaksanaan atau pengelolaaan perubahan dan memperkuat hasil perubahan. Proses atau suasana seperti ini tidak hanya terasa oleh eselon III tetapi resonansi juga sampai kepada banyak ASN. Di seluruh OPD. Hal yang dapat membawa pemprov sebagai organisasi yang innovative di waktu waktu mendatang. Salam, selamat menikmati hari. (@)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H