Mohon tunggu...
Wahyudi Wibowo
Wahyudi Wibowo Mohon Tunggu... Dosen - Sed Vitae Discimus

Staf Pengajar pada Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemilu Inklusi

12 September 2023   00:25 Diperbarui: 20 September 2023   11:34 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilu. Ali Shahid, seorang penyandang disabilitas, dengan menggunakan kursi roda mencoblos di TPS Kelurahan Poasia Kendari, Rabu (17/4/2019). (KOMPAS.com/KIKI ANDI PATI)

Demokrasi didasarkan prinsip partisipasi yang setara bagi semua warga negara dalam proses politik. Hal ini tentunya termasuk hak untuk memilih dan dipilih. Namun, dalam realitanya penyandang disabilitas sering menghadapi berbagai hambatan untuk berpartisipasi dalam pemilu. Hambatan-hambatan ini berupa hambatan fisik, sikap, ataupun hukum.

Hambatan fisik dapat berupa tempat pemungutan suara yang tidak dapat diakses, kurangnya materi pemungutan suara yang dapat diakses, dan kurangnya transportasi ke tempat pemungutan suara. Hambatan sikap dapat berupa sikap negatif terhadap penyandang disabilitas, seperti anggapan bahwa mereka tidak mampu mengambil keputusan yang tepat atau tidak tertarik pada politik. Hambatan hukum dapat mencakup undang-undang yang membatasi hak pilih bagi penyandang disabilitas tertentu, seperti pada penyandang disabilitas intelektual.

Selain hambatan fisik, sikap, dan hukum yang disebutkan di atas, penyandang disabilitas juga dapat menghadapi tantangan lain dalam berpartisipasi dalam pemilu. Tantangan-tantangan ini meliputi kurangnya informasi tentang proses pemilu, kesulitan memahami materi pemungutan suara, kekhawatiran akan diskriminasi atau pelecehan di tempat pemungutan suara, serta kurangnya dukungan dari keluarga dan teman.

Tantangan-tantangan tersebut perlu diatasi agar pemilu benar-benar inklusif bagi penyandang disabilitas. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi dan dukungan kepada penyandang disabilitas, serta menciptakan lingkungan yang lebih ramah dan mudah diakses di tempat pemungutan suara.

Permasalahan-permasalahan yang diuraikan di atas menjadi subyek kajian dalam teori model sosial disabilitas. Teori ini menyatakan bahwa kondisi disabilitas tidaklah disebabkan semata oleh keterbatasan yang dimiliki oleh seseorang, tetapi juga oleh tingkat perkembangan masyarakatnya. Sebagai contoh, seseorang dengan keterbatasan fisik dapat dianggap sebagai penyandang disabilitas jika mereka tinggal di lingkungan masyarakat yang tidak dapat diakses pengguna kursi roda. Namun, jika mereka tinggal di lingkungan masyarakat yang sepenuhnya dapat diakses, mereka tidak akan tergolong sebagai penyandang disabilitas (Barnes & Mercer, 1996; Oliver, 1990; Shakespeare, 2013; Thomas, 2007; Humpage, 2007). Teori ini memberikan kerangka pemahaman terhadap kondisi penyandang disabilitas dan kemudian melakukan tindakan nyata untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang mereka alami untuk mengakses ruang dan layanan publik.

Selain itu, penting pula untuk menambahkan perspektif hak asasi manusia terhadap kebijakan inklusi disabilitas. Menurut perspektif ini, penyandang disabilitas memiliki hak asasi yang sama dengan orang lain. Artinya, mereka memiliki hak untuk hidup, kebebasan menentukan pilihan, keamanan pribadi, akses pendidikan, kesehatan dan pekerjaan, serta untuk berpartisipasi di semua aspek kehidupan (Wedgwood, 2017; Stein & McMorrow, 2016; Bank Dunia, 2015).

Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas (UNCRPD) menjamin hak penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang lain. UNCRPD juga mewajibkan negara-negara untuk mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dalam pemilu.

Karenanya, terdapat beberapa hal yang diterima secara global sebagai langkah-langkah menuju pemilu inklusi. Hal-hal tersebut antara lain membuat tempat pemungutan suara yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas, menyediakan materi pemungutan suara yang mudah diakses, seperti surat suara cetak besar dan surat suara Braille, menyediakan transportasi ke tempat pemungutan suara bagi penyandang disabilitas yang membutuhkan, mengedukasi pemilih dan petugas pemilu tentang hak-hak penyandang disabilitas, mengubah undang-undang yang membatasi hak pilih penyandang disabilitas.

Beberapa negara telah membuat kemajuan menuju pemilu inklusi. Argentina, misalnya, memiliki sejarah panjang dalam aktivisme hak-hak disabilitas, dan hal ini tercermin dalam undang-undang pemilu. Undang-undang pemilu tahun 2017 di negara ini mewajibkan semua tempat pemungutan suara dapat diakses oleh penyandang disabilitas, dan juga menyediakan alat bantu dan layanan tambahan, seperti penerjemah bahasa isyarat dan surat suara braille.

Brasil juga telah membuat kemajuan yang signifikan bagi pemilu inklusif. Undang-undang pemilu tahun 2018 di negara ini mewajibkan semua partai politik untuk memasukkan setidaknya 1% kandidat penyandang disabilitas ke dalam daftar calon. Selain itu, undang-undang ini juga mengatur penyediaan alat bantu dan layanan tambahan di tempat pemungutan suara.

Ghana telah membuat langkah besar dalam inklusi disabilitas dalam beberapa tahun terakhir. Undang-undang pemilu tahun 2016 di negara ini mewajibkan semua tempat pemungutan suara (TPS) dapat diakses oleh penyandang disabilitas, dan juga menyediakan alat bantu dan layanan tambahan. Selain itu, undang-undang ini juga mewajibkan semua partai politik untuk menyertakan setidaknya 5% kandidat penyandang disabilitas dalam daftar pemilih mereka.

India yang memiliki populasi penyandang disabilitas terbesar kedua di dunia, yakni sekitar 210 juta jiwa, telah membuat beberapa kemajuan dalam membuat pemilu inklusi. Komisi Pemilihan Umum India telah mengeluarkan panduan untuk membuat tempat pemungutan suara yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas, dan juga menyediakan alat bantu dan layanan tambahan. Akan tetapi, masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa para penyandang disabilitas dapat berpartisipasi penuh dalam proses pemilihan umum di India.

Afrika Selatan memiliki komitmen yang kuat terhadap hak-hak disabilitas, dan hal ini tercermin dalam undang-undang pemilu mereka. Konstitusi tahun 1996 menjamin hak penyandang disabilitas untuk memilih dan berpartisipasi dalam kehidupan politik. Komisi Pemilihan Umum Afrika Selatan juga telah mengeluarkan panduan untuk membuat tempat pemungutan suara dapat diakses oleh penyandang disabilitas, dan juga menyediakan alat bantu dan layanan tambahan.

Mewujudkan Pemilu Inklusi 2024

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, diperkirakan terdapat 23,3 juta penyandang disabilitas di Indonesia, atau sekitar 9% dari total populasi. Jenis disabilitas yang paling umum adalah gangguan penglihatan, gangguan fisik, dan gangguan pendengaran. Namun, penting untuk dicatat bahwa angka-angka ini mungkin tidak melaporkan keseluruhan fakta, karena banyak penyandang disabilitas yang mungkin tidak terdaftar atau tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai penyandang disabilitas.

Pemerintah Indonesia telah membuat beberapa kemajuan dalam meningkatkan hak dan kesempatan penyandang disabilitas. Pada tahun 2016, pemerintah mengesahkan Undang-Undang tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas, yang menjamin hak untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas dapat berpartisipasi penuh dalam masyarakat Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa tantangan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas di Indonesia, antara lain kurangnya aksesibilitas ruang-ruang publik, seperti sekolah, rumah sakit, dan gedung-gedung pemerintahan; kurangnya transportasi umum yang aksesibel; terbatasnya kesempatan kerja, akibat diskriminasi di tempat kerja; kurangnya akses terhadap pendidikan; sikap dan stigma negatif masyarakat, yang menganggap kondisi disabilitas sebagai aib. Semuanya ini menyulitkan mereka untuk hidup mandiri dan berpartisipasi dalam masyarakat.

Pemerintah Indonesia dapat mengambil beberapa langkah untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, seperti membuat ruang publik lebih mudah diakses, menyediakan transportasi umum yang aksesibel dan bersubsidi, mendorong dunia usaha untuk mempekerjakan penyandang disabilitas dengan memberikan keringanan pajak atau insentif lain, meningkatkan akses pendidikan melalui bantuan beasiswa, serta melakukan kampanye kesadaran publik untuk mengubah pandangan negatif tentang disabilitas.

Terkait hak untuk berpartisipasi di bidang politik, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa semua warga negara, termasuk penyandang disabilitas, memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilu. Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada sekitar 18,7 juta penyandang disabilitas yang memenuhi syarat untuk memberikan suara pada Pemilu 2024. Jumlah ini sekitar 7% dari total pemilih.

Pemerintah dapat mendorong pemilu inklusi dengan menerapkan sejumlah kebijakan, seperti menyediakan tempat pemungutan suara yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Selain itu pemeritah perlu menyediakan materi pemungutan suara yang mudah diakses, seperti surat suara cetak besar dan surat suara Braille, serta rekaman audio dari surat suara untuk penyandang tunanetra.

Kebijakan penting lain menuju pemilu inklusi, termasuk menyediakan transportasi ke tempat pemungutan suara bagi penyandang disabilitas yang membutuhkan, melalui penyediaan transportasi gratis atau pemberian subsidi biaya transportasi. Selain itu, diperlukan pula upaya edukasi pemilih dan petugas pemilu tentang hak-hak penyandang disabilitas, serta melatih petugas pemilu tentang bagaimana membantu penyandang disabilitas di tempat pemungutan suara.

Selain kebijakan-kebijakan tersebut, pemerintah juga dapat mengambil langkah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemilu inklusi. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kampanye kesadaran publik dan bekerja sama dengan organisasi penyandang disabilitas.

KPU RI telah mengambil langkah-langkah untuk membuat pemilu lebih mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Langkah-langkah tersebut antara lain membuat tempat pemungutan suara yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas, menyediakan materi pemungutan suara yang mudah diakses, seperti surat suara cetak besar dan surat suara Braille, menyediakan transportasi ke tempat pemungutan suara bagi penyandang disabilitas yang membutuhkan, mengedukasi pemilih dan petugas pemilu tentang hak-hak penyandang disabilitas. KPU juga bekerja sama dengan organisasi penyandang disabilitas untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas mengetahui hak pilih mereka dan bagaimana cara menggunakannya.

Terlepas dari upaya-upaya tersebut, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi penyandang disabilitas dalam memberikan suara. Tantangan-tantangan tersebut antara lain tempat pemungutan suara yang tidak dapat diakses. Beberapa tempat pemungutan suara tidak dapat diakses oleh penyandang disabilitas, seperti mereka yang menggunakan kursi roda atau tunanetra, kurangnya materi pemungutan suara yang aksesibel. Beberapa materi pemungutan suara tidak tersedia dalam format yang mudah diakses, seperti cetakan besar atau braille.

Selain itu, kurangnya transportasi ke tempat pemungutan suara seringkali menjadi hambatan. Penyandang disabilitas yang tidak memiliki akses ke transportasi pribadi mungkin mengalami kesulitan untuk pergi ke tempat pemungutan suara. Kurangnya informasi tentang hak pilih. Beberapa penyandang disabilitas mungkin tidak mengetahui hak pilih mereka atau bagaimana cara menggunakannya. KPU sedang berupaya untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, tetapi masih banyak yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama untuk memilih seperti orang lain.

Berikut adalah beberapa kebijakan khusus yang dapat diterapkan untuk membuat pemilu inklusi:
1. Membentuk gugus tugas nasional bagi pemilu inklusi. Gugus tugas ini akan bertanggung jawab untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan untuk membuat pemilu lebih mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
2. Menyediakan anggaran untuk program-program pemilu inklusi. Pendanaan ini dapat digunakan untuk membuat tempat pemungutan suara menjadi lebih aksesibel, menyediakan materi pemungutan suara yang aksesibel, dan menyediakan transportasi ke tempat pemungutan suara bagi penyandang disabilitas.
3. Melatih petugas pemilu tentang prosedur layanan penyandang disabilitas di tempat pemungutan suara. Pelatihan ini akan membantu petugas pemilu memahami hak-hak penyandang disabilitas dan bagaimana memberikan bantuan yang diperlukan.
4. Mengembangkan kampanye kesadaran publik tentang pemilu inklusi. Kampanye ini akan meningkatkan kesadaran akan pentingnya memastikan bahwa penyandang disabilitas memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilu.

Pemilu inklusi penting untuk membangun masyarakat Indonesia yang inklusi dan demokratis. Dengan menghilangkan hambatan yang menghalangi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam pemilu, kita dapat memastikan bahwa semua warga negara memiliki suara dalam proses politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun