Dakwah bertujuan mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah.
 Artinya, dakwah harus menyampaikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhoi Allah Sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Layak Menjadi Contoh
Bagaimana cara Nabi Muhammad berdakwah tentulah layak menjadi contoh atau teladan kita. Setelah Muhammad diangkat sebagai rasul Allah, beliau melakukan dakwah Islam, baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan. Muhammad memulai dakwahnya kepada istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya. Mula-mula dakwah ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi, karena situasi dan kondisi pada waktu itu masih belum memungkinkan penyampaian dakwah secara terang-terangan. Baru setelah pengikut Muhammad bertambah, termasuk beberapa pemuka Quraisy, dakwah Islam disampaikan secara terang-terangan.
Alquran adalah kitab dakwah yang berisi penetapan syariat, sebab Kitab Suci yang diturunkan Allah kepada manusia melalui dakwah yang dilakukan Muhammad pada hakikatnya adalah ajakan untuk menaati dan mengikuti ajaran Islam, di mana tujuannya untuk menjadi pedoman dalam hidup manusia. QS. An-Nahl (16): 125.
Allah berfirman: "Serulah manusia kepada jalam Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik, sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. An-Nahl [16]: 125).
Mengacu pada ayat ini, maka kita berkewajiban untuk menyeru kepada sesama ke jalan Allah dengan cara bijaksana dan senantiasa memberikan pelajaran yang baik. Pelajaran itu dapat melalui penyampaian lisan atau dengan sikap dan amal perbuatan. Dalam melakukan diskusi dengan mereka pun dengan cara yang baik, agar ketertarikan untuk mendengar ajaran dan norma agama ada. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, kemampuan dan potensi dari da'i harus dimaksimalkan pula.
Kewajiban berdakwah itu sifatnya sangatlah fleksibel. Hal itu karena tuntunan pelaksanaan dakwah tidak ditujukan kepada satu komunitas saja, namun bersifat umum dengan tidak meninggalkan sifat kekhususannya sendiri. Artinya, selain sebagai fardlu 'ain, juga hukumnya fardlu kifayah. Berdakwah hukum wajibnya ditujukan kepada setiap orang yang mengaku muslim dengan memberikan petunjuk dan berita gembira. Akan tetapi, untuk penyelenggaraannya hendaknya ada tenaga ahli yang khusus dari kalangan umat Islam yang memang mendalami bidang tersebut secara profesional.
Untuk menciptakan suasana kondusif dari kedua hukum tersebut, maka maka antara dakwah yang dilakukan secara kolektif dan individu harus saling melengkapi. Dakwah yang dilakukan secara individu hendaknya memberikan dukungan kepada pihak yang memang benar-benar terjun ke dalam bidang ini secara profesional. Jangan sampai karena adanya dua bentuk hukum berdakwah ini menjadikan umat Islam terpecah, apalagi sampai tidak peduli dan merasa tidak berkewajiban untuk menyampaikan dan melestarikan ajaran Islam.
Kegiatan dakwah harus benar-benar fungsional dan mempunyai peranan transformatif. Dalam kaitan ini, dalam rangka mewujudkan konsep tersebut, maka seorang da'i harus mempunyai bekal atau persiapan diri dalam menjalankan misinya. Kita patut mencontoh keberhasilan Muhammad dalam perjalanan dakwah Islam yang dilakukan melalui tiga tahap transformasi.
Tahap pertama transformasi sosial, di mana dakwah Muhammad dimulai dari masyarakat jahiliyah ke masyarakat Islam. Tahap kedua transformasi sosial kuantitatif, yaitu dengan mengadakan ekspansi hingga keluar jazirah Arab. Sedangkan tahap ketiga adalah transformasi peradaban dengan menyerap nilai-nilai peradaban Yunani, Romawi, Persia, Cina, dan sebagainya yang menjadikan Islam sebagai pusat peradaban dunia. Keberhasilan tersebut dapat dicapai, karena dalam jiwa Muhammad telah tertanam konsep berjiwa besar, teguh, ulet, bersih, dan tulus lahir batin, serta memberi tanpa pamrih.
Pengembangan Daya Nalar
Aktivitas dakwah dikembangkan tidak hanya pengembangan daya sadar atas kehadiran Allah, namun harus pula diarahkan pada pengembangan daya nalar. Ini berarti, dakwah dituntut tidak hanya bermisi pada pengembangan kesadaran menanamkan konsep agama pada jiwa semata, namun ia harus mampu mengembangkan daya nalar objek dakwah, agar tidak terjadi kepincangan-kepincangan dalam masyarakat.
Di samping itu, para aktivis dakwah harus berusaha untuk mengolah materi dakwah semenarik mungkit, sehingga memikat minat pendengar dan mampu memotivasi. Menyampaikan dakwah kepada manusia harus menyadari jika manusia adalah makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan akal serta jiwa, sehingga mereka harus dipandang, dihadapi dengan keseluruhan unsur-unsurnya.