William Turner atau agen Tunner kini memiliki waktu luang yang lebih dibanding-banding sebelumnya.Sejak ditempatkan di bagian kejahatan internasional FBI, tak banyak kasus yang harus ditanganinya. Yang banyak menumpuk di mejanya hanyalah dokumen-dokumen dari berbagai negara dan laporan-laporan berkala dari bagian emigrasi. Terdapat juga buku-buku bertema kejahatan internasional dan sejumlah jurnal ilmiah yang terpaksa harus dipelajarinya dengan aktivitasnya sekarang.
FBI atau Federal Bureau of Investigation (Biro Penyelidik Federal) adalah pasukan kepolisian federal yang merupakan badan investigasi utama dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ). Sekarang ini, FBI memiliki yurisdiksi investigasi atas pelanggaran lebih dari 200 kategori kejahatan federal dan oleh karena itu memiliki otoritas investigasi yang terluas dari badan penegak hukum lainnya di Amerika Serikat.
Agen Tunner sedang bermain futsal di hari minggu ketika salah seorang agen lain memanggilnya di pinggir lapangan. Agen itu tidak sendiri. Ada dua orang yang menemaninya, berpenampilan rapi dan terlihat agak angkuh. Keduanya lalu memperkenalkan diri sebagai agen NSA (National Security Agency), salah satu agensi keamanan yang cukup berpengaruh di AS, yang keanggotannya banyak direkrut dari agensi lainnya, dan kedatangan mereka adalah sebuah perintah langsung dari direktur NSA yang sudah dikonfirmasikan dengan komandannya. Agen Tunner sekilas melirik ke agen temannya, yang mengangguk menyetujui. Agen itu lalu memberinya HP dan memintanya berbicara langsung dengan sang komandan untuk menerima instruksi dan semacam persetujuan atas panggilan mendadak itu.
Mereka berempat bergegas meninggalkan tempat itu. Beberapa agen lain dari NSA, telah menunggu mereka di mobil dan membawa mereka ke sebuah bandara kecil. Agen FBI yang ikut menjemputnya tak ikut dalam rombongan dan hanya menemaninya hingga ke mobil. Ia bahkan tak sempat lagi berganti pakaian atau pun merapikan diri.
Ini jelas perintah aneh dan tidak biasa. Di bandara itu, sebuah pesawat jet milik militer telah menanti untuk segera membawanya ke tempat yang tak diketahuinya sedikit pun. Kedua agen yang menjemputnya tak memberinya informasi sedikit pun, begitu pun dengan sejumlah agen lainnya. Termasuk dari para kru pesawat jet itu. Undangan ini pastilah sangatlah penting sehingga ia mendapat penjemputan khusus.
Tiba di sebuah pangkalan udara yang berada di daerah pegunungan yang berkabut, ia tak tahu lokasinya sedikit pun dan memang tak ada penjelasan apapun tentang tempat itu, beberapa orang berpakaian militer sudah menunggunya dan segera menuntunnya memasuki ruangan yang dijaga ketat dan kedap suara. Mereka lalu memasuki lift yang meluncur ke bawah entah sampai ke kedalaman berapa meter. Di ujung lift, dua orang berseragam lainnya telah menunggu mereka dan mengambil alih penyambutan itu. Kedua tentara itu membawanya ke sebuah ruang kedap suara lainnya, dimana sejumlah orang sudah berada di dalamnya. Mereka menunggunya dan ternyata dia adalah orang terakhir yang mereka harapkan mengikuti pertemuan sangat rahasia itu.
Seorang berpangkat Kolonel memperkenalkan dirinya sebagai Robert Sobel, yang lalu memperkenalkan Jenderal di sampingnya, yang kemungkinan otoritas tertinggi di pangkalan itu sebagai Jenderal Mason dan di sampingnya lagi adalah seorang wanita dengan pakaian serba putih, Dr. Levi Anastasia, kemungkinan seorang Yahudi. Ia adalah dokter dengan pangkat Kolonel, dan sepertinya memiliki kuasa yang besar atas tempat itu, sebagaimana dua orang lainnya. Lalu semua orang di ruangan itu diperkenalkan. Di samping Agen Tunner adalah seorang agen CIA. Kemudian ada pula dari NRO, SIS dan Interpol.
Sang Jenderal, lalu berdiri dan mempersilahkan setiap orang di ruangan itu membuka setumpukan dokumen yang ada di depan masing-masing orang. Ia memperkenalkan diri sebagai otoritas tertinggi untuk pangkalan tersebut, yang sebenarnya tertutup untuk orang luar, yang bahkan orang militer sendiri pun jarang yang mengetahuinya. Secara sangat hati-hati ia menjelaskan perihal pertemuan itu, yang diawali dengan penjelasan tentang sebuah proyek tendensius yang bernama “death angel project”, yang mereka kerjakan lima belas tahun lalu, yang bertujuan untuk mendidik dan membentuk karakter militer yang kuat, yang akan diterjunkan pada medan-medan khusus untuk penumpasan teroris.
Sejak tahun 1994 sejumlah aksi teroris sudah menjadi isu penting di AS menyusul munculnya berbagai serangan kelompok teroris terhadap berbagai kepentingan AS, baik di AS sendiri maupun di negara-negara lain dimana terdapat banyak kepentingan AS. Menyadari besarnya potensi teroris ini, maka militer AS dengan dukungan dana dari berbagai negara sekutunya berupaya membangun kekuatan militer khusus, yang memiliki kapasitas dan kemampuan lebih dibanding tentara lain. Harapannya para tentara terlatih dan kuat ini akan disusupkan di daerah yang dicurigai sebagai sarang teroris.
Giliran Dr Levi menjelaskan, setelah disilahkan oleh sang Jenderal.
“Pelaksanaan proyek ini dimulai dengan rekruitmen yang diambil dari tentara di sejumlah negara, dimana setiap negara tersebut mengirimkan satu orang dari divisi pasukan khusus mereka, yang dianggap terbaik, tercerdas, dan terkuat, baik secara fisik maupun mental. Rekruitmen dengan melibatkan berbagai anggota pasukan khusus dari berbagai suku bangsa ini bertujuan untuk mendapatkan karakter terbaik, yang bisa bertahan terhadap berbagai perlakuan yang akan diberikan pada mereka. Berbagai perlakuan yang diberikan bukan hanya melalui latihan fisik dan mental selama berbulan-bulan, mereka juga diberikan serum khusus yang mengandung protein berkonsentrasi tinggi, yang membuat mereka jauh lebih kuat dan mampu hidup dalam tekanan fisik dan mental yang luar biasa. Serum ini juga membuat mereka menjadi lebih cerdas dengan mengaktifkan kedua fungsi otak secara bersamaan, yang berarti cerdas secara emosi maupun intelektual. Kenyataannya serum ini tidak bekerja dengan baik pada semua tentara. Faktor gen dan kualitas pribadi ternyata menjadi penentu bekerjanya serum ini dengan baik. Tak banyak tentara yang mampu bertahan atas pemberian serum ini. Sejumlah tubuh resipan menolak dan kejang-kejang hingga akhirnya tewas secara mengenaskan. Sebagian lagi menjadi gila dan harus dikarantina sebelum membahayakan yang lain. Hal ini membuat kami harus membatalkan proyek ini dan membiarkan mereka yang selamat untuk kembali ke pasukannya masing-masing, setelah tentunya dilakukan proses netralisasi pada mereka.”
Dr Levi lalu menghentikan sejenak penjelasannya dan melirik ke arah sang Jenderal, seperti meminta persetujuan karena sang jendral kemudian mengangguk tanda setuju.
“Tahun lalu, dalam sebuah insiden penembakan seorang politisi di Pakistan, diketahui pelakunya adalah salah seorang mantan anggota pasukan khusus Pakistan yang telah kami rekruit dalam proyek tersebut, yang kemudian beralih profesi menjadi pembunuh bayaran. Penangkapannya tentu saja tak pernah diungkap ke publik karena dikhawatirkan berimplikasi politik yang besar, mengingat bahwa orang ini ternyata bekerja untuk pemerintah. Melalui salah seorang kontak rahasia kami di Pakistan, kami mendapatkan informasi tentang orang ini. Kami bahkan berhasil mendapatkan orang ini, tentunya untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi.
“Dari sejumlah riset yang kami lakukan terhadap orang ini, ternyata proyek yang telah kami lakukan tidak benar-benar gagal. Meski telah melalui proses netralisasi yang ketat, otak orang ini terus berevolusi menuju kesempurnaan. Hal yang sebenarnya kami harapkan ketika memulai proyek ini. Dia benar-benar menjadi prajurit yang selain tangguh, juga sangat cerdas dan secara emosi berubah menjadi sesuatu yang kompleks.
“Evolusi yang luar biasa ini membuat emosi mereka melampaui taraf manusiawi. Secara spritual mereka selalu merasa diri sebagai suatu bagian yang universal dari dunia ini, dimana mereka merasa mendapatkan misi khusus dalam hidup ini. Mereka mencapai tingkat kesadaran yang jauh melampaui apa yang bisa umat manusia capai. Mereka merasa diri sebagai jelmaan malaikat Tuhan dengan tugas khusus, sebagai seorang pencabut nyawa. Malaikat Maut. Pembunuh yang maha sempurna.”
Ruangan tersebut tiba-tiba menjadi begitu tegang. Semua tamu yang diundang sepertinya memang belum mendapat gambaran yang jelas perihal kehadiran mereka ke tempat itu. Dan ketika menyadari apa yang sebenarnya terjadi, mereka semua sama terkejutnya.
“Apakah anda ingin mengatakan bahwa ia hanya salah satu dari pasukan pembunuh yang telah anda ciptakan, dan masih banyak lainnya yang berkeliaran?!” ujar agen dari CIA dengan antusias. Yang lain tampak saling pandang dan mengiayakan pertanyaan itu.
Dokter itu lalu berkata, “Sebenarnya tinggal dua yang kini masih berkeliaran. Salah satunya kini dapat kami lacak keberadaannya dan selama ini telah banyak membantu pemerintahan kita dalam sejumlah operasi penyusupan di Timur Tengah. Ia dulunya pasukan khusus yang kami rekruit dari Israel. Sekian banyak pembunuhan politik di Timur Tengah adalah hasil karyanya atau ia dibayar untuk melakukannya oleh sejumlah pemerintahan, termasuk dari pemerintah kita sendiri dan Israel sendiri tentunya. Meski terbilang berbahaya namun selama dalam pengawasan kita maka takkan menjadi masalah.”
Dokter itu kemudian terdiam. Semua orang menjadi semakin tegang ingin mendengarkan kelanjutan penjelasannya. Ia lalu melepaskan kacamatanya dan menatap khawatir ke semua orang secara bergantian.
“Yang justru sangat mengkhawatirkan adalah yang satunya lagi. Memang hanya tiga orang yang lolos dalam eksperimen itu, yang kemudian kita sterilisasikan. Dua di antaranya sebagaimana telah saya jelaskan bukan lagi masalah. Yang satunya adalah seorang anggota pasukan khusus yang kita rekruit dari Indonesia. Kami telah mengontak militer Indonesia tentang keberadaannya dan informasi yang kami terima sungguh mengkhawatirkan. Menurut kontak kami, sejak lima tahun lalu ia sudah tidak di militer lagi. Tepatnya, ia meninggalkan kesatuannya tanpa pemberitahuan alias desertir. Pihak militer sendiri selama ini menyembunyikan hal ini dan menuliskannya gugur dalam tugas dalam laporan mereka. Ia memang sempat dilibatkan dalam sejumlah operasi militer yang dilakukan negara itu di sejumlah daerah konflik. Bahkan beberapa kali ia diutus menjadi pasukan perdamaian PBB. Namun setelah itu tak ada yang benar-benar tahu keberadaannya.”
Dokter itu berhenti sejenak menunggu respon dari hadirin.
“Anda ingin mengatakan ia menghilang begitu saja, dan itu berarti sebuah masalah besar?” tanya Agen Tunner.
“Iya, anda benar kalau menyebut ini sebagai masalah besar. Ia masih berkeliaran entah dimana, kami semua yakin akan hal itu. Pada dasarnya ketiga orang ini memiliki pola kerja yang sama. Mereka adalah pembunuh yang terlatih dan memiliki kemampuan intelegensi atau emosinal yang mengagumkan. Kami telah menemukan pola kerja dari dua orang lainnya dan memang memiliki banyak kemiripan. Seperrti komputer, mereka seperti terhubung dalam sebuah modem, yang membuat mereka identik dalam cara kerja mereka. Lalu kami meneliti sejumlah kasus pembunuhan ataupun kematian tokoh politik di kawasan Asia dan Pasifik. Hasilnya sungguh mencengangkan.”
Ruangan itu kembali tegang. Sang jenderal bahkan tak mampu menyembunyikan ekspresi keputusasaan di wajahnya.
“Dari ratusan kasus kematian tak wajar yang kami teliti, yang disertai dengan bukti forensik, puluhan di antaranya memiliki kemiripan dengan pola yang ditemukan pada dua orang lainnya, melalui scanning dan pencocokan menggunakan sebuah komputer canggih yang tengah kami kembangkan dengan tingkat keakuratan 99%. Lalu kami mencoba melacak ke seluruh pembunuh bayaran internasional melalui kontak kami di berbagai negara di kawasan itu dan kami menjadi semakin takjub dengan informasi yang kami dapatkan.
“Menurut sejumlah informasi ini, salah seorang pembunuh bayaran yang kerap dikontak untuk melakukan pembunuhan, baik yang bersifat politis ataupun persaingan bisnis dikenal dengan nama “Malaikat Maut”. Apakah ini sebuah kebetulan belaka? Menurutku atau tepatnya menurut analisis kami ini: tidak. Berdasarkan pemetaan area kerja sang pembunuh bayaran kita ini dengan data yang kita terima menunjukkan adanya tingkat kecocokan mencapai 99,99%.”
Penjelasan Dokter tadi semakin membuat ruang itu menjadi tegang. Terdengar riuh pikuk dan kadang umpatan dari para hadirin itu.
“Jadi apa yang bisa kita lakukan. Atau tepatnya kenapa kami harus hadir di tempat ini?” tanya utusan dari NRO dengan sedikit lebih tenang. Agen Tunner mengangguk mengiayakan, karena itu juga pertanyaan yang ingin ditanyakannya.
Kini giliran Jenderal itu yang bicara. Suaranya terdengar begitu berat dan beribawa. Ia mungkin dulunya orang lapangan, dan bahkan boleh jadi mantan pasukan khusus yang handal. Ia punya medali pupple heart di bajunya, yang berarti ia pernah terluka di medan peperangan. Mungkin dia dulu pernah bertempur di Vietnam.
“Anda seharusnya sudah bisa menerka-nerka arti kehadiran kalian di tempat ini, tempat yang sebenarnya sangat rahasia, bahkan dari kalangan militer sendiri. Kami harus meminta izin khusus dari presiden untuk mengadakan pertemuan ini dengan alasan untuk kepentingan yang jauh lebih besar, yaitu keamanan global. Para pimpinan kalian pun telah menyetujui menghadirkan kalian di pertemuan ini, yang berarti bahwa kalian tidak datang sebagai diri pribadi, sebagai refresentasi dari institusi kalian. Kehadiran kalian di tempat ini tak terlepas dari posisi kalian di agensi masing-masing sebagai penyelidik senior untuk kejahatan-kejahatan khusus. Adalah sangat penting bagi kami bahwa kasus ini tidak diketahui secara luas oleh publik apalagi media dan sangat penting pula bahwa kami memiliki semua resource yang dibutuhkan selama masa pencarian kami. Riilnya yang bisa dilakukan adalah kalian akan membantu kami dalam hal apapun untuk menemukan target kita ini. Karena target kita ini berada di luar yuridiksi kita, maka penting untuk melakukan kerjasama dengan negara dimana target ini berasal, yaitu Indonesia. Kabar baiknya bahwa negara ini termasuk dalam kategori mitra kita, khususnya dalam hal kerjasama pertahanan keamanan. Kita punya banyak kontak di sana. Namun satu hal yang sedikit menganggu, bahwa misi ini bersifat sangat rahasia, sehingga tidak semua fakta yang kita di ruangan ini ketahui tidak kita sampaikan kepada mereka. Kita memerlukan pendekatan lain untuk kerjasama ini dan saya ingin dengan penjelasan tadi dan kondisi yang ada sekarang FBI sudah mengetahui apa yang bisa kita lakukan?”
Agen Tunner sedikit kaget ketika jenderal itu tiba-tiba menatap kepadanya, dan diikuti oleh semua orang di ruangan itu.
“Ya…, saya pikir ini bukan masalah yang besar. Ada beberapa alasan yang bisa kami kemukakan pada mereka. Apalagi kerjasama dengan kepolisian Indonesia sudah pernah kami lakukan dan mereka cukup bisa diandalkan, meskipun tetap harus kita back up dengan dukungan peralatan berteknologi tinggi untuk mendukung upaya mereka.”
Jenderal itu mengangguk sambil tersenyum puas, yang lalu kemudian beralih ke agen lain tentang dukungan-dukungan yang bisa mereka lakukan. Tentu saja FBI yang akan berdiri di depan untuk tugas ini. Meskipun sebagian besar wilayah operasi FBI berada di Amerika, namun dalam kasus-kasus tertentu terkadang mereka harus melakukan penyelidikan lintas yuridiksi ke seluruh dunia.
“Sejauh ini apa masih ada yang ingin ditanyakan?” tanya sang jenderal itu kembali.
Ruangan menjadi sunyi sejenak. Setiap orang rupanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
Jenderal itu kemudian melanjutkan, “Setelah pertemuan ini, Kolonel dan Dokter akan memberikan briefing tentang hal-hal teknis lainnya. Satu hal yang pasti, akan sangat sulit bagi kita mengenali target kita ini.”
“Mengapa demikian Jenderal?” tanya Agen Tunner penasaran.
“Karena dia telah dilatih untuk menjadi penyamar terbaik yang pernah ada. Dia bisa saja adalah orang-orang terdekat kalian, kau takkan pernah tahu. Dia memiliki kemampuan menyerupai orang lain dengan baik, menyerupai suara kalian seperti halnya suara kalian sendiri. Karena semua hal inilah kenapa dia begitu spesial.”
Penjelasan terakhir sang jenderal membuat segalanya menjadi jelas. Ruangan diam untuk waktu yang agak lama. Semua orang, bahkan sang Jenderal sendiri, merasakan sensasi ketakutan dan ketidakpastian akan apa yang akan terjadi ke depan.
Agen Tunner menatap tajam pada layar di depannya yang masih menyala. Ia tiba-tiba teringat pada Killua Zoldyck. Killua Zoldyck adalah salah satu dari empat tokoh utama dalam serial Hunter × Hunter karya Yoshihiro Togashi. Killua lahir sebagai Anak dari keluarga pembunuh bayaran yang sangat terkenal dan ditakuti oleh banyak golongan (keluarga Zaoldeyk). Ia memiliki sifat yang sangat cuek dan suka semaunya sendiri. Dia bertemu dengan Gon pada latihan hunter, namun sayang dia gagal dalam ujian hunter yang pertama karena tekanan kakaknya, Illumi Zaoldyeck. Karena paksaan kakaknya itu, setelah ujian hunter Killua terpaksa ikut kembali ke rumahnya. Karena perjuangan tekad Gon, Kurapica, dan Leorio yang nekad menerobos masuk ke rumah keluarga Zaoldyeck di Kururu Mountain, maka akhirnya Killua pun ikut kembali bersama Gon, dan dari saat itu Gon dan Killua tidak pernah berpisah. Killua memiliki Nen bertipe Henka, atau transformasi. Killua mengubah kekuatan Nen miliknya menjadi suatu kekuatan listrik yang cukup mematikan. Killua telah dilatih sedemikian rupa untuk menjadi seorang assassin, terbukti dengan mampunya ia membuka 3 pintu gerbang rumahnya, yang beratnya 16 ton. Killua juga tahan terhadap racun dan aliran listrik. Sang Malaikat Maut itu adalah jelmaan Killua dalam dunia nyata. Itulah yang Agen Tunner bayangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H