Mohon tunggu...
Wahyu Asri Nur Tri Via Sari
Wahyu Asri Nur Tri Via Sari Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa/Bimbingan dan Konseling/Fakultas Ilmu Pendidikan/Universitas Negeri Surabaya

hobi bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menyaring Fakta dari Hoaks: Peran Bimbingan dan Konseling dalam Upaya Meningkatkan Budaya Membaca Kritis

28 Maret 2024   04:36 Diperbarui: 28 Maret 2024   04:42 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Guru BK dapat menggunakan pendekatan layanan yang ada dalam Bimbingan dan Konseling sebagai upaya peningkatan pengetahuan pentingnya membaca kritis. Menggunakan layanan dasar dengan strategi bimbingan klasikal mauapun bimbingan kelompok yang pembahsannya mengangakat materi atau isu-isu berkenaan dengan membaca kritis atau lebih perhatian terhadap informasi yang terdeteksi hoaks.

Selain solusi di atas, guru BK dapat berkoordinasi atau bekerja sama dengan manajemen sekolah untuk mengadakan suatu gerakan sebagai pendobrak pembiasaan budaya membaca kritis. Salah satu gerakan yang sudah di terapkan, yaitu GLS atau Gerakan Literasi Sekolah, gerakan ini dapat lebih dikembangkan dan dikenalkan ke peserta didik dengan penyebaran yang lebih merata.

Berikut ini juga beberapa solusi yang dapat di manfaatkan untuk meningkatkan budaya membaca kritis, yaitu; Pemberian pelatihan kepada guru BK tentang strategi mengajar membaca kritis kepada siswa; pengembangan program bimbingan dan konseling yang memasukkan pembelajaran membaca kritis dalam kurikulum sekolah; menggandeng media massa dan platform digital untuk menyebarkan informasi tentang pentingnya membaca kritis dan cara menyaring fakta dari hoaks; pengenalan konsep membaca kritis melalui program bimbingan dan konseling di sekolah; penyusunan materi dan kegiatan pembelajaran yang memperkuat keterampilan membaca kritis; sosialisasi kepada orang tua tentang pentingnya mendukung budaya membaca kritis di rumah

Jadi, dapat disimpulkan penyebaran hoaks dan informasi palsu semakin mudah dan cepat dalam era digital yang kaya informasi. Hal ini menimbulkan tantangan serius bagi masyarakat dalam membedakan antara fakta dan hoaks, mengingat rendahnya kemampuan membaca kritis dan literasi informasi di Indonesia. Budaya membaca kritis menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini, yang dapat ditingkatkan melalui pendidikan formal dan informal serta peran bimbingan dan konseling. 

Langkah-langkah seperti pelatihan bagi guru, penyelenggaraan program-program pelatihan, kampanye sosialisasi, dan pengembangan gerakan seperti Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dapat membantu meningkatkan budaya membaca kritis. Selain itu, solusi lainnya mencakup penggandengan media massa, penyusunan materi pembelajaran, serta sosialisasi kepada orang tua. Dengan demikian, peran bimbingan dan konseling dalam meningkatkan budaya membaca kritis menjadi sangat penting dalam menghadapi tantangan penyebaran hoaks di era digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun