agama dan filsafat merupakan dua-2 hal yang berbeda, yang mana agama berasal dari sebuah keyakinan dan filsafat terlahir dari pertanyaan. Filsafat dan agama memang berlandaskan dari dua-2 hal berbeda, namun pada dasarnya memiliki makna yang serupa yakni, mencari akan sebuah kebenaran. Agama dan filsafat keduanya mempunyai maksud dan tujuan sama, agama berlandaskan sebuah pedoman yang mengajak umat manusia untuk mencintai kebijaksanaan sehingga menciptakan dinamika kehidupan yang teratur, baik itu hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan tuhannya.
Sudut pandang antaraFilsafat pun memiliki tujuan yang serupa yaitu untuk mencintai kebijaksanaan, kemudian dalam proses mendapatkan kebijaksanaan itu tentu akan membutuhkan nalar dan rasio dari manusia. Dalam hal ini persis dengan istilah filsafat atau dalam bahasa Yunani “philo” (cinta) dan “shopia” (kebijaksanaan). Jadi dapat disimpulkan bahwa agama dan filsafat ini merupakan keinginan untuk mencapai cinta akan kebijaksanaan untuk mendapatkan sebuah kebenaran, memang ketika berbicara mendapatkan sebuah kebenaran, agama dan filsafat memliki cara yang berbeda.
Cara berFilsafat lebih menggunakan pemikirannya berdasarkan akal atau rasio sedangkan agama lebih menggunakan pemikirannya berdasarkan wahyu. Sudah banyak upaya agar dapat menghubungkan kedua pemikiran tersebut agar mendapatkan sebuah kebenaran yang mutlak, namun pada faktanya sedikit banyak orang-orang yang berfilsafat mereka menyimpang dari ajaran agama, karena ketika berfilsafat seseorang lebih mengandalkan logika yang menggunakan akal manusia sedangkan agama lebih condong kepada yang metafisik atau spiritual transedental yang tidak masuk kepada logika karena terbatasnya akal dari manusia itu sendiri. Akan tetapi, dalam filsafat pun ada pembelajaran terkait dengan pengetahuan secara mendalam (radikal), mulai dari ketuhanan, manusia, dan alam semesta. Sehingga mendapatkan pengetahuan yang dicapai oleh akal manusia.
Jangkauan dalam pemikiran filsafat yang rasional spekulatif membuatnya tidak bisa mendapatkan kata absolut dalam kebenaran, sementara agama memang dengan ajaran yang terkandung dalam kitab suci memiliki kebenaran absolut dengan berlandaskan keimanan umat manusia. Karenanya, manusia membutuhkan rasionalisasi dalam semua aspek di kehidupan, termasuk dalam doktrin-doktrin keimanannya. Oleh sebab itu, akal dan rasio merupakan hakikat serta substansi manusia, keduanya mustahil dapat dihilangkan dari diri manusia bahkan manusia dapat disebut manusia karena akal, itulah bedanya antara hewan dengan manusia. Meskipun salah satu filsuf ternama asal Yunani yaitu Aristoteles yang mengatakan bahwa manusia merupakan hewan yang berakal, dengan berpikir dan bertindak berdasarkan akal.
Akal sendiri merupakan hakikat dari diri manusia, dan karenanya agama diturunkan untuk umat manusia agar menyempurnakan hakikat itu. Substansi dari ajaran agama merupakan sebuah keyakinan terhadap eksistensi tuhan, sementara eksistensi tuhan hanya dapat dibuktikan melalui akal dengan secara logis menggunakan kaidah filsafat yang notabenenya berlandaskan akal atau rasio dengan perantara ajaran agama itu sendiri. Walaupun memang akal dan agama merupakan ciptaan tuhan, tetapi dengan wujud akal yang secara internal sudah terdapat didalam diri manusia, memang tidak bisa diingkarinya. Sementara itu, ajaran agama secara eksternal tidak dapat diterima oleh semua manusia. Dengan demikian filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan, karena hanya akal lah yang dapat dijadikan untuk bahan argumentasi dan dalil atas keeksistensian Tuhan dan bukan dari ajaran agama.
Ketika seseorang belum meyakini wujud Tuhan lantas apa arti agama baginya, sebagian dari manusia mengasumsikan bahwa ajaran agama yang bersifat doktrinisasi atau dogma, hal itu merupakan ciptaan tuhan selama belum terbukti eksistensi Tuhan dan mengenal sifat sempurna nya. Maka dari itu, filsafat sangat dikaitkan dengan agama karena hal seperti itu lah yang bisa dicapai melalui akal atau rasio. Dalam perjalanan ini, kita telah menyaksikan bagaimana agama dan filsafat berinteraksi, saling melengkapi, meskipun kadang saling bertentangan. Agama memberikan kita kerangka moralitas dan komunitas, sedangkan filsafat menantang kita untuk mempertanyakan, merenungkan, dan memahami lebih dalam. Keduanya mengajak kita untuk mencari makna dalam hidup yang kompleks ini. Dalam dunia yang semakin pluralis, serta dialog antara iman dan rasio menjadi semakin penting dalam mendorong kita untuk menemukan titik temu dalam keragaman pandangan. Dengan demikian, agama dan filsafat bukanlah sekadar ajaran, tetapi alat yang membantu kita untuk memahami eksistensi, memperdalam rasa empati, dan membangun koneksi dengan sesama. Mari terus menjelajahi pertanyaan-pertanyaan besar yang membentuk diri kita dan dunia di sekitar kita.
Oleh : Wahyu Aji Saputra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H