Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ecobodyisme : Tubuh, Diri dan Alam yang Satu

30 Januari 2025   05:41 Diperbarui: 30 Januari 2025   05:41 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : El Khansaa

Kita pernah terluka, baik soal batin dan tubuh sendiri. Kita pernah terluka, sekali atau beberapa kali, lalu kemudian tak pernah kah setiap orang bertanya, luka yang dihasilkan itu memperoleh hal apa saja?, seringkali luka diletakkan dalam hal yang sifatnya moral, sebagaimana pembelajaran hidup untuk tidak diulang. 

Luka batin dan tubuh dirasakan, tidak jauh dan tidak saling melepaskan. Seorang ketika terluka lebih sering memposisikan untuk tidak melakukan nya, lalu kemudian fokus untuk sembuh dari luka yang telah tergores tersebut. Namun, pernahkah ada pertanyaan, luka yang pernah dialami itu membuat seseorang tersadar, bahwa sejak kapan mereka memiliki tubuh?. 

Karena luka adalah bentuk gangguan, disitulah mereka sering menyadari bahwa diri mereka memiliki tubuh. Seperti tangan, kaki, kepala, dan lain sebagai nya. Bahkan, yang lebih psikis lagi persoalan jiwa atau batin, seseorang akan merasa memiliki jiwa dan langsung menjaganya ketika ada gangguan. Apakah harus seperti itu?, jawabannya tidak, seharusnya dilakukan manusia sejak awal menyadari diri memiliki tubuh, menyadari diri adalah tubuh itu sendiri. 

Salah satu konsep mengetahui dan menyadari seseorang sejak awal adalah diri mereka yang utuh dalam Ecobodyisme. Konsep ini menjelaskan bagaimana semua kita, alam, tubuh dan diri adalah kesatuan yang utuh tanpa kita yang menyatukan dan menghadirkan nya. Semua telah utuh dan tugas seorang subjek yakni kita hanya menyadari nya, lalu kemudian berangkat dengan versi fenomena untuk memahami diri. 

Manusia terluka dan baru menyadari akan tubuh, itu adalah kesalahan fatal yang menyebabkan seseorang menjadi jauh akan tubuh mereka. Padahal, alam, diri dan tubuh tidak pernah terpisah sekalipun dalam kehidupan ini, mereka menjadi satu integral yang dimana disinilah memainkan peran subjek yang hadir, yakni kita sendiri untuk berkesadaran dan memahami apapun perbedaan dan tentang yang berbeda, merupakan awal yang dalam kesatuan utuh. Tidak ada yang terpisah dan menjauh, semua hadir dan menyatu, yang terlihat menjauh itu hanyalah intensitas seseorang dalam berkesadaran terhadap beberapa hal tertentu, sehingga meningkatkan frekuensi. 

Seperti contoh ketika seseorang menyadari diri akan rasa sakit lalu menjaga diri untuk tak mengulangi kembali dengan orang-orang yang menyadari diri akan rasa namun tak pernah sadar asal muasal rasa sakit tersebut. Kedua pandangan ini berbeda, jika melihat dalam perspektif konsep Ecobodyisme, maka perspektif pertama lah yang menjelaskan akan kesadaran diri yang utuh atas diri, tubuh dan alam. Karena bukan menjauh dan tak tahu, melainkan menyadari bahwa diri adalah alam dan tubuh adalah kesatuan semuanya, sehingga bukan menjauh solusinya, melainkan sadar dan bergerak untuk mengendalikan diri sendiri. 

Titik terang dalam Ecobodyisme dalam luka adalah kesadaran diri, bahwa goreng batin dan tubuh adalah goresan rasa sakit, kita menyadari bahwa sakit itu bukan sesuatu yang terpisah, melainkan sebuah bagian mekanisme kehidupan yang tak bisa dihindari. Namun, seperti prinsip hidup stoikisme yang disepakati dalam konsep Ecobodyisme, bahwa ada dikotomi kendali yang menawarkan setiap orang harus secara akal budi memahami mana yang mereka bisa kendalikan dan bagian mana yang tak bisa dikendalikan. Tetapi pada intinya, diri adalah kunci utama, bukan soal soal keterpisahan dan demarkasi antara tubuh, diri dan alam, melainkan kesatun utuh tanpa manusia menyatukan, melainkan yang dilakukan adalah kesadaran. 

Setelah semua kesadaran itu di bangun, konsep Ecobodyisme menjelaskan bahwa diri tak lagi terpedaya oleh bagian eksternal, dan internal. Karena kesadaran diri telah mengkonfirmasi ada ruang kendali dan tak terkendali, namun semua itu dalam integral yang sama, bahwa semuanya tak pernah terpisah. Jika rasa sakit atas luka yang didapatkan, lalu kemudian seseorang menyadari baru memiliki tubuh, dan merasakan baru memiliki hati setelah dipatahkan oleh seseorang, maka mereka belum sama sekali mengenal diri mereka. Bahkan lebih jelasnya, mereka sedang tidak tahu akan bagaimana mereka hidup dalam kesatuan utuh ini, yang perlu dilakukan adalah kesadaran diri, menyadari semua ini akan terjadi dikarenakan alam, tubuh dan diri punya hukum yang bisa dikendalikan dan diluar kendali. Tetapi pada intinya, ada ruang kepemahaman dan kesadaran untuk memahami keutuhan, kehadiran tanpa kita yang mencoba menghindarkan dan menyatukan. Sebab, semua sudah utuh, sebab semua sudah satu sejak awal, sehingga kita lah secara sadar, baik tubuh dan diri sendiri sebagaimana hidup di alam ini membantu seseorang untuk semakin bijaksana.

Ecobodyisme menjelaskan bukan persoalan yang jauh, tetapi ia inheren dalam diri manusia, tetapi tidak di ciptakan oleh manusia, melainkan lebih tepatnya adalah disadari. Bahwa luka bukanlah alasan untuk menghadirkan tubuh lalu ada, kemudian mengobatinya. Kemudian berlaku hal sama pada jiwa atau mental manusia, yang diadakan ketika ada gangguan. Padahal, sejak awal, smua itu sudah ada, sudah di hadapan manusia. Menyatu tanpa disatukan, hadir tanpa dihadirkan dan semuanya adalah satu keutuhan. 

Ecobodyisme membawakan setiap orang ke dalam ruang riwayat hidup bukan menciptakan sendiri-sendiri, melainkan menyadari dengan jawaban sejauh mana intensitas diri, sehingga dengan inilah semua manusia tanpa terkecuali bisa memulai nya pada langkah yang sama. Hidup tidak sekedar hidup, seperti yang pernah di katakan oleh buya hamka bahwa kalau sekedar hidup, babi di hutan juga hidup, kalau sekedar kerja, kera juga bekerja. Dan menambahkan kalimat ini dalam sebuah penegasan, jika sekedar membentuk dan tak memahami subtansial, maka semua mahluk juga demikian. Sehingga, membedakan manusia dengan mahkluk lain dalam konsep Ecobodyisme adalah kemampuan manusia sebagai benda yang berbicara untuk menyadari semuanya, tubuh, diri dan alam berada pada Kesadaran untuk difahami dengan tingkat intensitas tinggi. Sehingga pada titik yang paling jauh sekalipun, manusia tidak lagi dilema dan terasing dengan sesuatu yang terjadi, melainkan mereka sejak awal menyadari kesatuan mereka akan tergantung intensitas, disitulah mereka menyingkapi dengan sebijak-bijaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun