Hari ini, manusia merasakan banyak hal yang maju, sekaligus berkurang. Kemajuan yang di rasakan ini bukan tanpa sebab, melainkan adalah buah hasil dari proyek kehidupan yang penuh dengan rentetan ketidakpastian. Manusia, mencoba untuk menelusuri sebongkah pengetahuan, lalu terus menerus mencoba mencari tahu banyak hal. Sehingga, sebagai hasil yang dinikmati hari ini, buah pengetahuan telah menciptakan banyak produk kehidupan manusia. Memudahkan kehidupan dengan tanpa takut merasa terancam.Â
Hari ini, manusia telah berada pada kendali teratas, sebagaimana hidup di bumi, manusia telah menguasai bagai raja segala raja. Kemampuan menguasai ini dikarenakan strategi yang dimiliki manusia mampu untuk mengendalikan mahkluk lain, akal menjadi pedang paling tajam untuk membedakan pisau kerahasiaan alam semesta, meskipun itu hanya bagian kulit terluas. Setidaknya, manusia sudah sampai pada penguasaan tersebut.Â
Jejak yang telah didaki memang tidak pernah dimiliki oleh mahkluk lain. Manusia berjalan bagai diri yang sudah mengenal banyak hal. Lalu membuat satu kesimpulan, bahwa mereka yang menciptakan yang lain, padahal manusia dan segala-galanya sudah hadir di alam ini sejauh alam ini sendiri mau tidak mau, suka tidak suka, dan tahu tidak tahu hadir yang banyak. Kehadiran semua mahkluk bukan karena keinginan alam, dan bukan pula keinginan mahkluk, melainkan sudah menjadi keutuhan yang jatuh, terpisah menjadi yang banyak. Namun, tetap saja, inti dari semua nya adalah terikat pada keutuhan  tanpa penyatuan.Â
Dalam konsep ecobodyisme sendiri, menerangkan bagaimana diri, tubuh dan alam berada pada keutuhan  tanpa penyatuan. Melihat manusia sebagai subjek yang hadir berfikir, merenung, meditasi dan merefleksikan banyak hal untuk mengetahui bahwa berbagai hal perbedaan atau dikotomi-dikotomi ini bukan murni terpisah, melainkan adalah satu kemampuan intensitas yang lebih menonjolkan yang pada awal kesemuanya berada dari keutuhan. Lalu kemudian, menyadari manusia sebagai subjek yang hadir memiliki intensitas paling tinggi dalam kesadaran, yakni disebut sebagai kesadaran diri sebagai subjek yang hadir sekaligus subjek yang mampu melakukan pengada terhadap objek pengetahuan sebagai yang di ada-adakan.Â
Kemampuan manusia inilah yang dalam konsep ecobodyisme menjalankan kehidupan masa kini, bagaimana telah sampai kepada puncak rantai kehidupan di dunia ini. Manusia dalam kesadaran diri tentu memahami diri tidak terpisah dari yang banyak ini, melainkan hanya menonjolkan intensitas tertentu yang dalam fokusnya memiliki kemampuan untuk menguasai dan bagian lain intensitas rendah. Sebagaimana manusia menguasai teknologi dan ilmu pengetahuan, ruang intensitas yang di capai adalah negosiasi antar manusia untuk mengetahui dan memaknai, sedangkan untuk keseluruhan tentang yang dimaknai sendiri tidak bisa di ketaui secara total. Sebab dalam prinsip kajian filsafat Sendiri, manusia hanya bisa memahami apa yang mereka maknai sejauh diri atau subjek menangkap pengetahuan dari objek berupa bentuk bentuk pendekatan Induktif.Â
Ketika kemampuan manusia dibuktikan, lalu hari ini berada pada puncak tertinggi. Bukan berarti menandakan keseluruhan total, sebab jika keseluruhan total di letakkan, maka pengenalan utuh jelas inheren. Namun, banyak hal yang selalu berubah-ubah, bahkan dari yang salah bisa menjadi benar dan sebaliknya yang benar bisa menjadi salah. Posisi seperti ini mengindikasikan bahwa proyeksi manusia terhadap banyak hal dilakukan sejauh manusia bisa menangkap itu sebagai pengetahuan dari subjek yang mengumpulkan bagian-bagian pengetahuan yang lain. Dengan pengumpulan inilah keutuhan tidak bisa dilakukan manusia dikarenakan pengumpulan informasi sejauh yang diakses. Sedangkan dalam prinsip ecobodyisme sendiri menjelaskan, mau atau tidak, dan tahu atau tidak manusia sudah utuh tanpa penyatuan, namun proses yang dilakukan dalam mengetahui kebenaran dari sebuah usaha pengetahuan itu merupakan proses kerja intensitas manusia untuk meletakkan posisi dikotomi-dikotomi, meskipun tahu itu merupakan dikotomi keutuhan melalui kesadaran diri oleh subjek yang hadir.
Sehingga seperti yang telah manusia capai hari ini, proyek yang telah manusia buat sedemikian apik dan bijak tentu diletakkan pada perspektif subjek yang hadir. Namun subjek yang hadir harus mengetahui bahwa apapun jenis pengetahuan, akan berasal dari bagaimana subjek menafsirkan dan memahami nya sehingga keharusan subjek harus hadir. Lalu kemudian, meletakkan pemahaman kepada kesadaran bahwa diri, tubuh dan alam berada pada keutuhan tanpa penyatuan sama sekali. Kemampuan seperti inilah yang bisa menjejaki jalan panjang dan kompleks, usaha untuk membentang jarak yang paling mungkin sebagai artifisial manusia dengan yang memang telah berjalan utuh tanpa penyatuan oleh manusia.Â
Menyadari betul-betul bahwa ruang gerak manusia pada dasarnya adalah menginginkan untuk tahu, memaknai dan memahami. Benar atau tidak, jauh atau tidak merupakan proses yang merupakan intensitas diri. Dalam ecobodyisme inilah intensitas menjadi keberadaan yang dikotomis ini disadari bahwa semua itu adalah keutuhan, hadir dan satu tanpa manusia melakukannya. Ecobodyisme menjadi prinisip meletakkan bahwa pengetahuan manusia adalah usaha intensitas dalam tatanan untuk subjek yang hadir sebagai kesadaran diri dalam memahami berbagai yang telah manusia temukan, inovasi dan kreatifitas adalah kemampuan mendikotomi yang begitu banyak dan utuh dalam intensitas yang lebih. Dalam arti pengetahuan dihadirkan bukan melahirkan dan memisahkan jarak, melainkan proses meningkatkan intensitas daripada yang lain dari keutuhan total dari berbagai hal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H