Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merdeka yang Belum Merdeka, Kabar Burung Indonesiaku

10 Agustus 2024   12:18 Diperbarui: 10 Agustus 2024   12:44 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :diolah pribadi dari Pinterest/Pavlos Kailos

Hari ini, dinegara tercinta ini, kita menatap berbagai fenomena tak lazim terjadi, tentang pristiwa berbagai aspek diselimuti angin politisasi. Dari ekonomi, budaya hingga agama, semua tidur nyenyak dalam selimutan politik. Hari ini, kita disuguhi pagi-pagi dengan berita tidak mengenakan dengan sebuah negara bernama Indonesia, dari berita kehilangan, perampokan, pembunuhan, sampai dengan emansipasi perempuan. 

Media sosial menyuguhi kopi pahit, bukan kopi terasa pahit. Tetapi kenyataan yang menelan rasa pahitnya, bahwa Indonesia memang tidak sedang baik-baik saja. 

Berapa kali diucapkan, Indonesia hari ini darurat norma, darurat identitas, darurat spiritualitas sampai sampai darurat kriminalitas. 

Apa yang diinginkan oleh bangsa yang menjunjung tinggi republik ini, menjunjung tinggi demokrasi ini?. Saya tidak tahu, jadi saya bertanya kepada sekalian, apa yang diinginkan Indonesia ini?. 

MANUSIA INDONESIA

Saya sangat senang menceritakan bagaimana ramah tamahnya bangsa Indonesia, bagaimana hebatnya Indonesia, dan bagaimana hidupnya Indonesia. Namun, semua sirna jika melihat dalam kacamata nyata, bahwa Indonesia dihuni oleh manusia dalam pandangan Mochtar Lubis dalam buku "manusia Indonesia" Oleh orang-orang hipokrit /pendusta, pendongeng, oleh manusia kapitalis, manusia pura-pura relegius. Manusia Indonesia hari ini, dihuni oleh orang-orang yang tidak menghargai harga diri sebagai manusia. Mereka asik-asik saja memperkaya diri, namun tidak peduli dengan orang lain. Pada sisi kamar lain, ada orang-orang Indonesia menjadi anarkis karena kelaparan dan kemiskinan. 

Siapa yang pantas disalahkan?, Pemerintah atau siapa?. Saya tidak tahu, jadi saya mempertanyakan, siapa yang harus disalahkan jika sudah Indonesia menjadi bangsa yang tak mencintai kemanusiaan?. 

Ironi memang, indonesia menjunjung tinggi demokrasi. Katanya istilah ini menjunjung dari, oleh, untuk rakyat. Kebebasan dan keadilan menjadi utama dan visi misi pertama, namun apalah daya dalam pengaplikasian nya. Kebebasan dan keadilan hanya jadi aturan, namun dalam penerapan akan kosong dan tak diterapkan. Undang-undang ditulis sedemikian ideal untuk tujuan kesejahteraan, namun nyatanya, tidak bisa berlaku untuk masyarakat kelas bawah. Karena, MEREKA TIDAK MEMILIKI KUASA DAN  UANG. 

KEBEBASAN DAN KEADILAN

Hari ini banyak kasus menjadi perhatian, dari kasus Vina yang tidak kunjung selesai, kasus kajuruan yang tidak memiliki titik Perdamaian, kasus perceraian artis yang menjadi hangat diperbincangkan, sampai dengan kasus masyarakat miskin mencuri dari orang kaya dipenjara sampai puluhan tahun. 

Pendidikan semakin mahal, pengangguran semakin bertambah, kemiskinan dalam data statistik negara semakin meningkat, dan kriminalitas tidak bisa dibendung, sampai-sampai kasus para pejabat pemerintah tidak pernah absen dalam merugikan negara. Semua fenomena itu menyelimuti Indonesia sebagai berita hangat. Kopi itu disuguhi sedikit gula, namun tidak pahit diminum pagi hari. Namun, yang pahit adalah kenyataan nyata bahwa Indonesia tidak sedang baik-baik saja. 

Keadilan dan kebebasan selalu di ucapkan dan ditutut oleh warga negara, secara khusus oleh mahasiswa disetiap kampus. Mahasiswa tahu mana baik dan buruk kebijakan dibuat oleh para pejabat pemerintah, mereka melakukan demonstrasi untuk menuntut keadilan supaya kebijakan dibuat sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia dalam UUD 1945 dan pancasila. Namun, namannya saja demokrasi, semua boleh bersuara, semua boleh berekspresi, semua boleh turun ke jalan. Namun, tidak semua yang dituntut harus dilakukan. 

Menyedihkan bukan?, bahwa keadilan dan kebebasan masyarakat Indonesia hanya cerita dalam Undang-undang semata. Ia begitu spektakuler jika dibaca, namun dalam nyata, kita akan mengumpat sejadi-jadinya. Tentang kenyataan pahit bangsa Indonesia yang tidak selaras dengan UU dibuatnya. 

Ironi bukan, kebebasan dan keadilan bangsa Indonesia akan jadi cerita di gedung-gedung pemerintahan, mereka sibuk merancang sebanyak-banyaknya Regulasi, namun prakteknya "nanti dulu". Wakil rakyat adalah kumpulan manusia hebat yang mewakili aspirasi warga negara. Namun, dalam prakteknya mereka adalah preman negara, mengambil sebanyak-banyaknya keuntungan, walaupun membunuh warga negara. 

Siapa yang peduli, mereka kaya, kita sebagai rakyat menderita.

KABAR KEMERDEKAAN

Kabarnya, Indonesia telah merdeka sejak 17 Agustus 1945, sebuah hari yang dikenang sebagai tonggak sejarah yang menandai lahirnya sebuah bangsa yang bebas dari penjajahan. Seluruh dunia pun mengetahui bahwa Indonesia adalah negara yang merdeka, sebuah negara yang berdaulat dengan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Namun, ketika kita bertanya pada diri sendiri, "Apakah kita benar-benar merasakan kemerdekaan itu?", jawaban yang muncul sering kali menyiratkan kekecewaan. Di balik perayaan kemerdekaan setiap tahunnya, ada pertanyaan mendalam mengenai apakah kita benar-benar telah bebas dari segala bentuk penjajahan, ataukah kita masih menjadi korban dari penjajahan bentuk baru yang lebih halus dan lebih licik.

Realitas menunjukkan bahwa meskipun secara fisik kita telah bebas dari kolonialisme, secara sistemik kita masih terjajah oleh kekuatan kapitalis yang mengendalikan perekonomian dan kehidupan sosial kita. Kapitalisme telah menciptakan struktur yang membuat kita seolah-olah terikat oleh kekuasaan yang tidak tampak, namun sangat berpengaruh. 

Sistem ini mempermudah eksploitasi terhadap kita, menjadikan kita pekerja yang patuh, konsumen yang setia, dan warga negara yang tunduk pada aturan yang dibuat bukan untuk kepentingan kita, melainkan untuk kepentingan mereka yang memiliki modal dan kekuasaan. Dalam sistem ini, kita hanya menjadi angka dalam statistik, alat dalam roda ekonomi yang bergerak bukan untuk kesejahteraan kita, tetapi untuk keuntungan segelintir orang.

Ironisnya, dalam situasi ini, kita sebagai warga negara seakan-akan kehilangan daya untuk melawan. Kita diajarkan untuk menjadi warga negara yang "baik," yang artinya adalah mereka yang patuh pada semua kebijakan pemerintah, bahkan ketika kebijakan tersebut jelas-jelas merugikan kita. Pejabat pemerintah, yang seharusnya menjadi pelindung hak-hak kita, sering kali justru menjadi alat dari kapitalisme itu sendiri. 

Mereka membuat aturan yang menguntungkan segelintir elit, sambil mengabaikan suara dan kebutuhan rakyat jelata. Di tengah-tengah ini, kita menjadi asing di rumah kita sendiri, terjajah oleh saudara sebangsa yang lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada kepentingan bersama.

Lebih menyakitkan lagi, penjajahan ini tidak hanya dilakukan oleh saudara sebangsa, tetapi juga oleh sistem global yang telah berhasil meyakinkan pemerintah untuk melegitimasi eksploitasi sumber daya Indonesia oleh pihak asing. 

Dengan dalih pembangunan dan investasi, kita melihat sumber daya alam kita dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan multinasional, sementara rakyat Indonesia hanya mendapatkan remah-remah dari kekayaan yang seharusnya menjadi milik kita bersama. Ini adalah bentuk penjajahan yang tidak menggunakan senjata, tetapi menggunakan perjanjian, kontrak, dan kebijakan yang dilegitimasi oleh pemerintah kita sendiri. Kita merdeka dalam tulisan, namun dalam praktiknya, kita masih menjadi bangsa yang dijajah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun