Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ekspektasi Manusia dalam Realita Sesungguhnya

29 Maret 2023   01:49 Diperbarui: 29 Maret 2023   01:56 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: behance/Pinterest

"Seseorang akan terjebak pada pertanyaan apakah dirinya saat ini mampu melakukan hal yang diinginkannya. Kadang sesuatu ekspetasi jika di wujudkan mendapat banyak resistensi. Kenyataan banyak hal, tetapi impian menjadi sejuta hal yang selalu diharapkan".

Apakah kita seorang pemikir atau penggerak, ataukah kita adalah orang yang melakukan kedua-duanya dalam setiap hal?. Pertanyaan ini menjadi satu diskusi penting bagi kita yang selalu mengharapkan tetapi dalam tindakan, kita adalah manusia yang tak pernah puas akan pencapaian. 

Jika seseorang pernah mencapai klimaksnya dengan meraih realitas yang di cita-citakan, saat itulah seseorang mulai menciptakan realitas yang lebih baru lagi, pun itu akan lebih tinggi dari sebelumnya. 

Manusia memang manusia yang tidak pernah puas, ketika mereka mencapai sesuatu hal, mereka akan mulai merenovasi kembali lagi semua pencapaian itu. Memang hal demikian menjadi kekhasan dari mahkluk sapiens ini. 

Ketika kita mulai mencari sesuatu hal, kita tidak ingin merasa kalah. Kita hanya menginginkan sesuatu pencapaian yang luar biasa semasa hidup. Kita acuh tak acuh pada kegagalan, bahkan kita membencinya. Menganggap kegagalan sebagai keberhasilan yang tertunda. Kita tahu bahwa apa yang harus di cita-citakan perlu di wujudkan. 

Pengecualian menjadi syarat kemungkinan, kita tak menginginkan sesuatu pencapaian menjadi kegagalan hanya karena kita anggap itu sulit. Sesuatu hal jika diusahakan akan memperoleh dua opsi akibat, keberhasilan secara langsung ataupun kemungkinan keberhasilan yang tertunda, yang kita sebut ppsi kedua ini sebagai kegagalan. 

Kita berani mengatakan bahwa kegagalan merupakan satu paling kita benci ada di dunia. Sebab apa yang ingin kita raih, ternyata tidak bisa. Banyak hal penyebabnya, salah satu dari sekian banyak kausalitasnya tersebut adalah fikiran dan tindakan kita yang tak saling menghendaki, kedua hal dalam diri kita tidak saling menyeimbangkan dan selaras sehingga mengakibatkan kita menerima konsekuensi yang negatif. 

Kita selalu mencari sesuatu hal yang positif demi memajukan diri. Adapun orang-orang altruisme peduli pada yang lain selalu menjelaskan bahwa apa yang mereka lakukan semata-mata demi tindakan kepentingan umum. Mereka mana peduli dengan diri sendiri, jika semua orang puas dan senang ketika apa yang telah tercapai oleh diri kita, maka itulah hal positif dalam buah hidup. 

Adapun sebaliknya mencintai kesendirian dengan segala ketidakmungkinan orang-orang ramai membahagiakan nya. Karena baginya, sesuatu yang dicapai dengan pencapaian individu bisa lebih nikmat dirasakan jika sang individu lebih memperhatikan diri. Mengorientasikan bahwa apapun yang kita inginkan, perlu dilakukan adalah demi kebahagiaan diri kita. 

Tentu kedua sudut altruisme dan individualisme memiliki kenangan tersendiri. Mereka punya hal positif sekaligus negatif yang ada pada pinggir pernyataan. Mereka mengajukan "apalah kebahagiaan mungkin bagi mereka" Jika seorang harus mendahulukan kepentingan umum ataukah kepentingan individu. Tentunya itu semua ada alasan, intervensi kita hanyalah sebuah argument pasif yang selalu memprioritaskan keinginan. Kebutuhan kita tentang apa yang dicapai dengan cara kita sendiri. 

Sama halnya, kita selalu menciptakan rencana pada ekspektasi yang berlebihan. Kita tak lagi menggunakan pola hiberpola pada fikiran dan tindakan tersebut, semua konsep akan mengarah pada tindakan dan fikiran kita tersebut memiliki konsekuensi pada akhir yang seperti apa. Jika ada sesuatu yang diperoleh dari sebuah kehendak diri untuk orang lain ataupun untuk diri sendiri. Maka pilihan itu kembali pada bagaimana kita sendiri yang menjalaninya. 

Apakah kita bisa mewujudkan ekspektasi dengan nyata?. Tentu jawaban ini tidak secara hierarki terjawab pada tulisan ini. Akan tetapi, kita bisa menemukan satu jawaban bahwa kita tidak harus dan tidak mungkin hidup tanpa orang lain. Kita tidak bisa hidup tanpa orang lain jika kita masih ada di dunia, kita membutuhkan mereka untuk menjalani apapun. Dari hidup hingga mati kita membutuhkan orang lain untuk Menjalaninnya. 

Akan tetapi, hidup bukan tentang kenyataan yang lain, bukan tentang kebutuhan orang lain semata ataupun kebahagiaan orang lain. Tentu kita semua akan bersepakat bahwa kita adalah diri yang hidup dengan keinginan di balik kebutuhan individual. Sesuatu yang selalu kita harapkan sejak awal adalah kita bisa menemukan tawa dan bahagia dengan kita sendiri mengawalinya. 

Tak perlu berakit ke hulu untuk bersakit dahulu, dan tak perlu berenang kemudian untuk bersenang kemudian. Yang kita perlukan adalah berenang dahulu untuk mencari makna hakikat kehidupan dan pergi ke hulu untuk mencapai kebahagiaan. Kita hanya perlu melakukan jeda pada kegagalan, tentunya kita tak membantah bahwa kegagalan tidak pasti. Ia mewujudkan dan memanifestasi secara ada pada kenyataan hidup, tetapi setidaknya kita memiliki proyek besar bahwa realita kita adalah tentahg pilihan dan tanggung jawab. 

Banyak hal yang tak kita ketahui dan sedikit tentunya yang ada di dalam kantong pengetahuan kita. Kita tak perlu mengeceknya, karena tentu kita memahami bahwa hidup adalah misteri bagi kita dan bagi yang lainnya. Bermanfaat atau tidaknya kita bukan rumusan yang difikir kan secara holistik. 

Perlu dilakukan adalah tindakan dan fikiran kita haruslah saling terarah, hierarki, seimbang dan seiras. Ekspektasi tak bisa mendahului realisasi. Ekspektasi adalah fiksi yang di rencanakan dalam fikiran, namun ia menjadi nyata ketika di aplikasi kan dengan optimis. Tidak ada kewajiban mengetahui akibat, tentu tak semua orang memiliki keberhasilan. 

Kemenangan tak pernah menghianati hasil dan usaha tak pernah menghianati hasil. Sejauh apapun kita mulai menjadi manusia yang lebih baik lagi, membuat rencana begitu perfeksionis. Tetap saja itu semua adalah ekspektasi yang di rencanakan. Mengulang kalimat kutipan sebelumnya;

"Seseorang akan terjebak pada pertanyaan apakah dirinya saat ini mampu melakukan hal yang diinginkannya. Kadang sesuatu ekspetasi jika di wujudkan mendapat banyak resistensi. Kenyataan banyak hal, tetapi impian menjadi sejuta hal yang selalu diharapkan". 

Dengan satu konklusi bahwa kita selalu mengarah pada tindakan yang semestinya diinginkan. Tentunya pengharapan pada ekspektasi atau rencana selalu didepankan, namun yang lebih dari itu semua adalah kenyataan. Bahwa kegagalan tidak bisa dihapus, takdir tidak bisa dikontrol untuk tidak akan berhadapan pada kita, melainkan kita bisa meminimalisir kehadiran nya. 

Sebuah ekspektasi tentang dunia dan hidup menjadi ekspektasi berlian, ia tidak di selami sedalam palung mariana maupun tidak setinggi gunung. Melainkan ekspektasi adalah prarencana yang begitu sempurna, namun kecacatan akan terlihat didepan mata ketika di realisasikan. Ekspektasi adalah kunci ketidaktahuan pada pengetahuan yang kita miliki, sehingga segala tentang hidup mengartikan banyak hal, banyak cerita, banyak pertanyaan dan banyak jawaban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun