Setiap manusia memiliki beban hidup, beban yang sungguh tidak tentu. Mereka punya cara tersendiri mengekspresikan nya. Kadangkala, beban hidup selalu menghantui, padahal itu bukan problem yang menakutkan sekali.Â
Beban hidup datang tanpa henti, padahal dirinya tak pernah diizinkan untuk bertamu. Akan tetapi, selalu datang membawa bara api kegelisahan. Beban hidup adalah tamu yang menakutkan bagi beberapa orang, atau bahkan semua orang tidak ingin menjadi beban hidup bagi sesamannya.Â
Namun, begitulah hidup. Jika kita tak ingin menjadi beban orang lain, maka kita harus bisa memberikan alternatif kehidupan bagi yang lain supaya kita lah yang membantu orang, bukan setiap saat kita lah yang dibantu, disebabkan keteledoran diri kita.Â
Menjadi manusia bukan pilihan, tapi ia adalah takdir. Tetapi memanusiakan manusia adalah pilihan bagi kita yang memiliki kesadaran. Kita memahami bahwa beban hidup adalah salah satu buah memanusiakan manusia.Â
Alasannya ialah di saat kita merasa diri kita adalah orang-orang yang tak berguna, selalu menjadi beban bagi orang lain. Saat itulah kita bisa merefleksikan diri dan berubah untuk menjadi lebih baik lagi.Â
Tidak mungkin kita bisa menjadi orang luar biasa jika kita tak pernah menjadi orang biasa, Terkecuali kita adalah nabi.Â
Namun percaya saja, sejauh ini yang mungkin membaca tulisan ngelantur ini. Setiap kita adalah orang-orang yang biasa hidup sebagai beban dari yang lainnya. Akan tetapi, porsi kita menjadi beban hidup orang lain berbeda porsi.Â
Setiap manusia punya cara tersendiri mengatakan bahwa dirinya adalah manusia yang bermanfaat, terlepas itu dari kita yang berkecambuk dalam kebodohan, kenihilan, ketidaktahuan hingga kebingungan.Â
Setiap kita adalah beban hidup bagi diri kita sendiri. Namun perlu disadari adalah kita sosok terpilih yang mampu memilah keadaan hidup. Konsekuensi bagai sebuah imajinasi dan idea realitas nya adalah kata-kata yang kita manifestasi kan di dunia nyata.Â
HIDUP STOIKISME DALAM MENGATASI DIRI SEBAGAI BEBAN HIDUP
Stoikisme sendiri merupakan ilmu filsafat Yunani kuno yang didirikan selama apa yang disebut periode Helenistik.Â
Helenistik sendiri merupakan periode sejarah Mediterania yang membentang dari 323 SM (setelah kematian Alexander Agung) hingga 31 SM yang menandai penurunan Yunani dari masa jayanya dan munculnya Kekaisaran Romawi.Â
Menurut Stanford Encyclopedia of Philosophy, istilah stoic berasal dari kata teras (stoa poikil) karena anggota atau pengikut pemikiran ini berkumpul di tangga Agora di Athena (pasar sentral) di mana kuliah tentang stoikisme diadakan.
Stoikisme merupakan sebuah aliran di dalam filsafat yang mengajarkan seseorang untuk menerima hidup apa adanya. Manusia mampu mengetahui bahwa dirinya hanyalah seorang manusia yang tak mampu merubah segala, namun segala itu bisa dikontrol.Â
Seorang stoiksisme mengarahkan manusia supaya bisa hidup penuh syukur. Menerima segala yang ada, namun segala bentuk dalam hidup perlu kita syukuri dan jalani.Â
Stoikisme memberikan pandangan hidup realistis, akan tetapi memiliki nilai-nilai positif didalamnya. Ketika seseorang mengalami musibah, stoik mengajarkan kita tentang menerima musibah yang kita hadapi.Â
Namun dari sanalah kita bisa belajar banyak dari musibah yang dihadapi itu, untuk merubah diri semakin baik lagi.Â
Di dalam stoik, kita diajarkan hidup dengan tidak mengeluh atas kondisi yang dihadapi. Walaupun kita adalah manusia yang tidak bermanfaat, bisa dikatakan sebagai beban hidup.Â
Akan tetapi, kita bisa belajar untuk bisa merefleksikan itu semua untuk menjadi satu refrensi pembelajaran untuk menjadi lebih baik.Â
Orang-orang stoik mengajarkan kita untuk menerima keadaan kita apa adanya, namun secara tak langsung kita diajarkan dari keadaan sebelumnya sebagai pembelajaran diri untuk berubah lebih baik lagi.Â
Kita menerima hidup dan menjalani nya dengan menyesuaikan diri dengan logika. Jika melihat bagaimana pandangan dominan orang stoik, bahwa manusia didalam posisi mengalami keterpurukan dalam semasa hidupnya, jangan sampai larut berkepanjangan. Sebab hidup yang patut kita jalani adalah hidup yang sepantasnya kita hidupi dengan logika fisika.Â
Sama halnya, jika kita saat ini merasa bahwa diri kita menjadi sosok beban hidup bagi keluarga, teman maupun orang lain. Jangan sampai pandangan tersebut melekat menjadi prespektif yang kita percayai sebatas itulah kemampuan hidup.Â
Sebab orang stoik percaya bahwa fikiran mengendalikan pristiwa, sehingga hidup yang kita jalani dan berspekulasi bahwa kita adalah beban hidup, merupakan bukan murni seluruh nya adalah diri kita. Melainkan, kita sendirilah yang membangun semua itu dari fikiran itu sendiri.Â
Dalam hidup stoikisme, kita ditawarkan untuk bahagia dengan versi kita sendiri. Bahagia itu kita yang pilih, sehingga yang perlu kita lakukan pertama kalinya ialah meyakini bahwa diri kita punya versi sendiri tentang hidup dan bahagia.Â
Sehingga, kita bisa meminimalisir problem hidup yang berkepanjangan, seperti halnya merasa diri sebagai beban hidup ataupun merasa diri tak berguna.Â
Prinsip dasar stoiksisme adalah kita tidak bisa mengendalikan apa yang sudah terjadi, kita tak bisa memaksakan bahagia yang ingin kita gapai dengan versi orang lain. Kita hanya bisa mengendalikan apa yang akan kita fikirkan dan lakukan pada tahapan selanjutnya.Â
Kita bisa memikirkan bahwa hidup kita ini adalah tentang hidup yang sepantasnya kita sendiri bahagia kan dengan versi yang kita miliki. Jikapun diri sendiri merasa beban hidup orang lain, jika menggunakan prinsip-prinsip stoik. Maka yang perlu di lakukan adalah
1. menerima itu sesuai apa adanya, kemudian selepas itu semua, saat itulah kita mulai bercermin memperbaiki sejauh mana kecacatan yang ada didalam diri kita, sesuai dengan versi diri kita sendiri.Â
2. Menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini tidak ada yang permanen dan selalu menghargai diri.
3. Selalu percaya akan setidak tindakan tanpa ragu.Â
4. Dan yang terpenting dari itu semua adalah, kita adalah manusiaterbaik dengan tujuan utama kita untuk bahagia dengan cara yang terbaik pula.Â
Stoiksisme mengajarkan kita hidup selayaknya hidup mencapai kebahagiaan, bagaimana kita bahagia dan caranya seperti apa?. Itu kembali pasa kita sendiri.Â
Untuk mengurangi rasa kecewa atau ketakutan, dapat dlilakukan dengan membentuk pola berfikir stoikisme, dari dari pola berfikir stoik, kita bisa menjadi manusia yang bijaksana dalam menjalani hidup, seperti halnya pernah dikatakan oleh pemikir utama dari stoikisme yakni Epictetus yang berbunyi "Manusia terganggu bukan oleh hal-hal, tetapi oleh pandangan yang dia ambil dari mereka." .Â
KONKLUSI
Setiap manusia memiliki problem hidupnya masing-masing dengan varian dan porsi yang berbeda-beda. Namun mereka menanggapi nya pun dengan cara yang berbeda-beda pula, hal inilah menunjukkan keistimewaan dari mahkluk yang bernama manusia.Â
Hidup stoik mengajarkan kita tentang menghadapi hidup dan fokus pada hidup yang semestinya harus di hidupi, tidak fokus tenggelam pada masalah, melainkan memberikan celah futuristik pada masalah.Â
Sehingga saat itulah kita mampu mendewasakan diri dari masalah yang di hadapi. Hidup Stoikisme menggambarkan bahwa hidup kita tidak ada yang permanen, semua itu berubah-ubah. Yang penting untuk kita lakukan adalah tetaplah survive menghadapi masalah dan dari masalah itulah kita memetik pembelajar hidup untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.Â
Referensi bacaan: suara.com | bfi.co.id | kompas.com | merdeka.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H