Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tentang Sembalun Dan Anak Kos-kosan Yang Fakir Healing

20 Februari 2023   09:24 Diperbarui: 20 Februari 2023   10:36 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi anak kos memang sebuah anugerah. Kenapa hal demikian?. Karena anak kos merupakan sosok titipan keluarga kepada kita yang harus mandiri di entah berantah desa siapa. Banyak kisah-kisah yang kita miliki dan pernah lakukan menjadi anak kos. Seperti halnya liburan. Cerita dalam artikel ini hanya sebuah ungkapan yang tak terlalu berarti bagi siapapun, namun akan menjadi satu ukiran aksara yang pernah merasakan dirinya anak kos. 

ANAK KOS YANG BOSAN

ini tentang cerita kami. Yang tinggal di tempat yang jauh. Kisah dalam mengejar ilmu. Walaupun ilmu tak kemana-mana, tapi kami lah yang kemana-mana. Penuli maupun orang-orang yang merasa dirinya anak kos akan menyadari bahwa diri mereka punya cerita. Seperti halnya cerita keenekan diam saja dikos tanpa harus melakukan apa-apa. 

Setiap kali kita resah, tapi tak terluka berdiam diri saja di kos. Tidak ada bekerjaan yang menghasilkan, bahkan kegabutan meniadi langgangan. Tak diundang, kita sebagai anak kos kadangkala resah karena bosan. 

Kebosanan yang tampil adalah bentuk eksistensi dari kerutinitasan yang sama. Jika bahasa sederhananya, kita hanya melakukan hal yang sama setiap hari, ditempat yang sama. Sehingga kita mulai bosan pada tindakan yang dilakukan. 

Sama halnya dengan kami, anak kos an. Melakukan kegiatan setiap hari dengan tabel list kegiatan yang sama, kuliah pulang, kuliah organisasi. Itu-itu saja, sehingga membuat setiap dari kita merasa bosan. Kalau di tanyakan kenapa?, mungkin alasannya berbeda-beda, akan tetapi intinya sama, bahwa kita kadangkala bosan dalam satu rutinitas yang sama setiap harinya, sehingga yang kita butuhkan sebagai anak kos an adalah liburan. Ya liburan, menghidupkan kematian diri dan menyegarkan diri dari rutinitas yang membosankan. 

LIBURAN DAN CERITA SEMBALUN

Liburan adalah opsi kesehatan mental. Jika ini benar, maka berlakulah hukum ke-kos-an, bahwa . 

"jika anak kos bosan dalam kegiatan yang sama setiap hari-harinya, maka putusan dan tindakan yang harus di lakukan adalah liburan".

Liburan itu seperti melepaskan bakteri-bakteri kemalasan, membunuh kegabutan dan keenekan dalam rutinitas yang pernah kita jalani. Seperti halnya kita mulai mengecas diri dengan melihat hal yang baru, jika menggunakan bahasa kerennya, "healing untuk bahagia".

Cerita liburan kami sebagai anak kos sekedar cerita perjalanan yang katanya cukup jauh. Membutuhkan hampir 4-5 jam untuk mencapai tujuan. Katanya, perjalanan dalam liburan harus mempunyai tujuan, supaya liburan tak sekedar kesasar. 

Cerita liburan kami adalah cerita sembalun. Keberadaan desa yang terletak di Lombok Timur. Jaraknya dari kos dan lokasi nya memang cukup jauh, namun kesempatan datang ke sana juga sangat langka. Sebab, diantara kami memiliki kesibukan yang sama, tapi berbeda-beda. 

Kami adalah anak kos-an. Jika liburan, membutuhkan pertimbangan yang matang. Karena kami akan mengorbankan uang jajan demi sebuah kepergian. Jauh iya, namun nilai kepuasan tak bisa tergandingi. Sembalun punya cerita tentang kami dan anak kos-kosan. Kendati tidak semua anak kos-kosan ikut berpergian. Namun langkah kita untuk pergi liburan ke sembalun sudah renyah dan sangat matang di rencakan. 

Liburan kami tidak sekedar sampai ke sembalun lalu pergi. Tapi banyak moment yang katanya akan terjadi sekali dalam Sehidup. Ini memang terdengat lebay, tapi inilah moment pertama kali anak kos an seperti kami pergi liburan. Sembalun sebagai cerita poto-poto kami di sana. Banyak moment poto yang terlihat biasa saja (potonya yang biasa aja), akan tetapi moment kepergian itulah yang menjadi nilai berharga. 

Berangkat pagi, pulang malam. Kami bukan bang Toyib, tapi anak kos-kosan yang fakir liburan. Sekali liburan, menantang diri untuk keliling lombok, menjelajahi desa-desa yang tak pernah di lalui sebelumnya. Diantara kami memang pernah pergi ke sana, tapi tidak dengan kami bersama (anak kos-kosan).

TUTUP SAJA CERITANYA.. 

Sembalun dan cerita anak kos-kosan yang pernah pergi ke sana. Terima kasih atas waktu yang disempatkan dan cerita yang dilekatkan. Anak kos-kosan yang fakir liburan ini jarang sekali berencana pergi. 

Sebagai penutup, ada satu quotes yang saya buat sendiri mengenai anak kos, yang berbunyi. 

"Liburan bukan tentang pergi dan poto. Tapi tentang moment bersama sembari di fasilitasi pemandangan yang luar bisa. Liburan menghilang kan kesetresan, juga membuat kita akan lebih produktif menghadapi rutinitas kebosanan setiap harinya".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun