Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Feuerbach: Pemikiran tentang Allah sebagai Proyeksi dan Agama sebagai Alienasi

21 November 2021   13:52 Diperbarui: 21 November 2021   14:25 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

40 Frases de Feuerbach | El secreto del origen religioso [Con ...

Banyak sekali hal-hal yang mudah kita tangkap di dalam dunia ini dengan mempelajari ilmu agama. Agama merupakan pedoman bagi manusia untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Dikarenakan adanya agama yang dilegitimasi oleh Tuhan. Terdapat konstitusi konstitusi tentang kehidupan, sehingga tatanan kehidupan manusia lebih teratur dan terstruktur. Kehidupan manusia tentang problematika segala hal. Telah tertulis dalam pedoman agama yang membuat manusia menjadi bisa membuat pilihan pilihan bagaimana mereka untuk hidup lebih baik lagi.
Jika kita beragama dengan dogma. Maka kita akan mendapatkan substansial kehidupan yang instan. Artinya kita menerima segala hal itu tanpa harus melalui protes ataupun meragukan ajaran tersebut (skeptisme). Prinsip dari dogma adalah Lakukan saja selagi itu masih baik bagi diri sendiri dan orang lain. Jika dilihat semakin jauh lagi, banyak sekali tokoh-tokoh pemikiran ataupun filosof yang meragukan tentang agama dan Tuhan sendiri. Ada pula yang menganggap agama sebagai candu. Tuhan hanyalah pencitraan manusia. Ataupun eksistensialisme dari Tuhan yang menciptakan agama adalah bentuk keserakahan manusia terhadap pengetahuan mereka yang terbatas.
Ada pula yang berfikir bahwa Agama tidak pernah lahir di muka bumi ini, sebab tidak ada legitimasi secara objektif yang membenarkan akan adanya agama. Namun Salah satu tokoh bernama Ludwig feuerbach menjelaskan bukan Bagaimana agama itu tidak patut untuk dipertahankan. Melainkan dia lebih jauh lagi, feuerbach menjelaskan tentang eksistensialisme tuhan yang menciptakan agama dan sebagai Yang maha sempurna itu memang tidak ada dan manusia menggambarkan agama hanya sebagai proyeksi dan agama hanya sebagai alienasi terhadap reduksi makna manusia sendiri.
Ludwig feuerbach adalah seorang hegelian muda yang berkebangsaan Jerman yang lahir di awal abad ke-19 (1804-1872). Feuerbach merupakan seorang pemikir materialisme yang dulunya berpikir bahwa pemikiran idealisme dari hegelian bisa ditransformasikan menuju pemikiran materialisme. Bahwa keberadaan alam jagat raya ini sebenarnya dari pemikiran yang berasal dari ide ataupun roh manusia yang cenderung lahir dari hal-hal yang sempurna. Melainkan alam jagat raya ini merupakan bahan-bahan yang bisa di indrawi dengan konsep-konsep materialisme yang mana dalam konsep materialisme tersebut segala hal bentuk kesadaran Fenomena ataupun gejala mampu untuk di identifikasi dan di konfirmasi.
Pemikiran feuerbach tentang materialisme ini mendorong banyak pemikir pemikir sesudahnya seperti karl Marx menjadi pemikiran mazhab materialisme yang berguru kepada dia. Manusia memang terlahir untuk menciptakan sesuatu yang di luar dirinya, yang di katakan sebagai bahan-bahan yang ada dan bisa di indrawi. Mazhab empirisme merupakan hasil dari turunan terhadap penolakan pemikiran rasioanlisme dan kemudian melahirkan materialisme sebagai bentuk yang lebih konkrit dan komprehensif lagi. materialisme menyadarkan manusia tentang bagaimana eksistensialisme keberadaan yang telah manusia indrawi secara faktual. Inilah mendorong manusia untuk membuktikan keberadaan sesuatu yang ada dengan keadaannya dalam objektivitas.
Pemikiran materialisme Feuerbach mendorong ia berpikir tentang eksistensialisme Tuhan sendiri. Bahwa ia pernah mengatakan tentang Allah itu sebagai proyeksi dan agama sebagai alienasi dirinya. Alasannya adalah bahwa Bagaimana manusia itu mengatakan tentang Tuhan itu sebagai proyeksi. Dikarenakan manusia menciptakan bentuk-bentuk Allah yang banyak sekali. Hingga kini yang mengakibatkan terjadinya kontradiksi terhadap pemikiran kepada Allah. Allah Allah yang dilahirkan oleh manusia yang berbeda-beda inilah yang menyebabkan Allah itu menjadi tidak maha dan menjadikan Allah itu yang menciptakan segalanya itu menjadi lemah dan bukan dirinya sendiri.
Akibat dari itu. Keberadaan Allah yang diciptakan oleh manusia adalah bagian dari proyeksi manusia sendiri. Manusia menggambarkan bayangan-bayangan tentang Allah dari Apa yang dipikirkan oleh manusia yang bersifat terbatas.  Yang yang mana manusia tidak mampu melampaui pemikiran Tuhan yang tidak terbatas sedangkan manusia memiliki pemikiran yang terbatas. Identifikasi tentang Allah inilah yang menciptakan Citra ataupun gambaran gambaran bayangan tentang Allah itu sendiri dalam bentuk representasi dari pemikiran manusia. Inilah yang cocok untuk dikonstruksikan sekaligus direvitalisasi kan oleh feuerbach.
Jikapun benar bahwa Tuhan adalah bagian dari proyeksi manusia. Maka kehadiran dari agama merupakan alienasi dari keterlemparan makna diri sendiri ataupun diri manusia. Yang mana dalam kalimat sebelumnya sudah dijelaskan bahwa hancurnya agama sebagai pedoman manusia yang diciptakan ataupun dilegitimasi kan oleh Tuhan.
Namun, jika dirunut dari pemikiran feuerbach tentang Allah adalah bagian dari proyeksi akan merunut sebuah silogisme bahwa hadirnya agama pula adalah bagian artifisial manusia. Mereka menciptakan agama hanya sebagai alienasi terhadap tidak bermaknanya kehidupan. Sebenarnya manusia menciptakan tuhan dan agama sebagai bentuk penyerahan dirinya terhadap tidak bermaknanya kehidupan di masa depan ataupun Bagaimana manusia merujuk kehidupan yang lebih terstruktur.
Namun yang menjadi catatan penting bahwa. Feuerbach tidak secara eksplisit mengatakan bahwa Allah itu benar benar tidak ada dan agama memang buatan manusia. Melainkan ia menjelaskan secara terbuka tentang Bagaimana sifat pesimis nya terhadap kehidupan manusia memaknai agama dan Tuhan yang terlalu berlebih-lebihan dalam kehidupan.
Sehingga feuerbach yang dalam notabenenya seorang pemikir materialisme cenderung terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran Bagaimana fakta di lapangan itu terwujud dalam bentuk indrawi. Singa agama dan Tuhan itu memang perlu menjadi destruktif yang perlu dibahas untuk diklarifikasi.
Namun disini penulis memberikan keterangan lebih jelas lagi. Bahwa pemikiran Ludwig feuerbach memang cenderung terlalu radikal. Kita Harus berpikir lebih logis dan mendalam lagi untuk menerima pemikiran-pemikiran seperti ini. Bagi yang memiliki agama tertentu, pastinya mereka meyakini agama mereka adalah agama yang benar. Sehingga ini yang perlu dilakukan dekonstruksi. Bahwa kebenaran agama adalah milik mereka sendiri dan kita tidak boleh menyalahkan agama lain.
Hidup rukun dan toleransi adalah salah satu kunci untuk menciptakan harmonisasi dalam kehidupan. Jikapun feuerbach masih hidup sampai kini dan mempertahankan pemikiran seperti itu. Maka salah satu yang harus dilakukan manusia mengatasi pemikiran yang dikeluarkan tersebut adalah dengan menawarkan solusi saling menghormati, mempererat tali persaudaraan walaupun itu berbeda agama, dan mendeterminasi pemikiran yang berbasis mendekati konflik.
Yang diperlukan dalam kehidupan ini adalah bagaimana kita menjalani kehidupan demi kesejahteraan bersama. Tidak egois terhadap apa yang diinginkan oleh dogma. Menerima toleransi dan pluralisme pendapat.  pastinya agama tidak pernah mengajarkan tentang kebencian terhadap berbeda agama. Jika dilihat dari kondisi abad 21 ini. Manusia memang membutuhkan agama pula untuk menjalankan kehidupan yang penuh dengan chaos (kekacauan). Sehingga perlu dilakukan pencerahan revitalisasi yang begitu komprehensif dan holistik untuk menyikapi menerima pemikiran seperti feuerbach tersebut di era saat ini.

Sumber :F. Budi Hardiman, 2004. Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia

#wahyutrisnoaji

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun