Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Tuhan, Emang Bisakah?

21 November 2021   07:13 Diperbarui: 21 November 2021   07:17 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan adalah bagaimana manusia menjalaninya dengan pedoman. Jadi tuhan adalah satu-satunya yang mengatur kehidupan ku ini dan yang pantas memberikan pedoman tersebut

Membahas tuhan Memnag tidak akan ada habis habisnya. Sebab pengetahuan tentang Tuhan pada manusia adalah bagaimana manusia mengidentifikasi kelogisan dirinya, takaran pada pengetahuan dirinya pada tuhan yang tanpa batas. Akibatnya, manusia tidak bisa menerima eksistensialisme Tuhan yang tak terbatas tersebut. Manusia ingin mendobrak doktrin ketidaktahuan Manusia mengenai tuhan. 

Padahal secara sederhana, Manusia dan seluruh jagad raya ini diciptakan oleh Tuhan. Sehingga bisa di katakan secara lebih komprehensif. Bahwa ketika kita ingin mencari tahu tentang Tuhan, ketika manusia ingin mengenal tuhan. Maka, yang harus manusia lakukan jauh dari itu semua adalah mencari tahu eksistensialisme dirinya sebagai mahkluk ciptaan.

Tuhan memang menciptakan manusia dengan akal. Itulah yang membuat manusia berfikir tentang eksistensialisme nya. Segala hal yang manusia pikirkan harus berdasarkan empirisme dan rasionalisme. 

Manusia menjabarkan segala aspek hampir begitu kompleks. Dengan melalui metode-metode yang manusia temukan sejak dahulu. Mereka mampu berkonsentrasi untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan juga mampu mencari tahu segala hal yang ada di muka bumi ini. Kemampuan manusia inilah yang membuat manusia tidak puasa akan temuan-temuannya.

Ketika manusia merujuk kepada hal-hal metafisika, Seperti katakan itu adalah tuhan yang menciptakan segala hal di jagat raya ini. Ada sebagian orang menerima hal tersebut, dan sebagian lagi tidak menerima eksistensialisme Tuhan sebagai yang maha menciptakan segalanya. 

Sebab alam semesta beredar sesuai dengan hukum alam, jika pun tuhan ada menurut orang-orang tidak mempercayai nya, maka tuhan akan mewujudkan dirinya dan bisa dikenal oleh manusia. Namun hingga kini, pengetahuan tentang tuhan dalam diri manusia itu masih terbatas dan masih bersifat ambiguitas.

Keraguan keraguan seperti itulah bujuk pada orang-orang yang memiliki sikap kritis dan skeptisisme terhadap entitas tuhan. Mereka ingin menemukan jawaban yang begitu objektif, padahal pengetahuan mereka masih bersifat terbatas. Pengetahuan yang dimiliki manusia itu diberikan oleh tuhan sendiri untuk mengetahui tanda-tanda kebesaran Tuhan. Mau manusia mengingkari nya dengan meragukan akan eksistensialisme Tuhan itu sendiri.

Untuk itu di sini penulis akan memberikan sedikit mendeskripsikan mengenai apakah bisa tuhan itu dikenal oleh manusia sendiri?, jika pun manusia tidak bisa mengenal tuhan, apa peran tuhan saat ini yang di mana manusia diberikan akal untuk berfikir tentang tanda-tanda kebesarannya?. Jika pun manusia bisa mengenal tuhan, bagaimana cara manusia mengenal tuhan tersebut dan sebatas apa manusia mengenal tuhan?.

Mungkin jawaban yang bisa dijabarkan akan coba di sederhana kan oleh penulis. Sebab pertanyaan seperti itu mudah untuk di salah kami oleh masyarakat awam. Apalagi orang-orang yang ingin mendestruktif kan tentang eksistensialisme Tuhan pada diri manusia. 

Manusia memang tidak akan mampu mengenali tuhan sejauh mungkin, namun manusia akan bisa mengetahui tuhan itu benar benar ada, yang mana ialah yang menciptakan jagat raya ini beserta isinya. Mengenal tuhan memang bisa manusia lakukan, namun manusia harus memiliki keinginan ataupun niat untuk melakukan hal tersebut supaya tidak terjadinya kesalahpahaman ataupun kesalahan konsep terhadap bagaimana manusia melakukan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun