Mohon tunggu...
Wahyu Afnan
Wahyu Afnan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

- Saya adalah seorang mahasiswa di UIN Raden Mas Said Surakarta. - Not other.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus dan Pandangan Hukum Positivisme

29 September 2023   16:39 Diperbarui: 29 September 2023   16:42 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus "Nenek Ashani yang Melindungi Kayu Jati dan Hukum yang Rapuh" 

 

 Nenek Ashani kini mendekam di penjara karena mencuri kayu jati di hutan produksi pada 7 Juli 2014. Dia dijerat Pasal 12 UU Pencegahan Deforestasi juncto Pasal 83(1) dan terancam hukuman lima tahun penjara. Nenek Ashani mengaku kayu tersebut miliknya dan diperolehnya dari tanah miliknya di Dusun Sekangan, Situbondo.  

 Kasus Nenek Ashani menarik perhatian publik, bahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya secara khusus menyerukan diakhirinya penahanan Nenek Ashani yang sudah hampir tiga bulan dipenjara. Politisi menyampaikan belasungkawa dan menjadi penjamin bagi Nenek Ashani sebelum majelis hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan dalam putusan sela yang diumumkan di Pengadilan Negeri Situbondo, Senin (16/3). Dia menyatakan siap. Bahkan, rakyat kecil kerap dijadikan alat legitimasi dan permainan politik. Kelompok elite kurang peduli terhadap konten dan advokasi permasalahan hukum yang dihadapi masyarakat kelas bawah. Mereka lebih tertarik pada kemasan dan berusaha menjadikannya isu politik yang seksi untuk mendapatkan dukungan.  

 Kasus yang melibatkan nenek Ashani menyoroti rapuhnya supremasi hukum. Undang-undang ini tampaknya tidak mampu menangani kasus korupsi yang melibatkan kelompok elit, namun juga sangat keras terhadap kelompok rentan. Buktinya, tak butuh waktu lama Ashani bisa diadili oleh aparat penegak hukum. Berbeda dengan penanganan skandal Bank Century yang merugikan negara sebesar Rp6,7 triliun dan masih belum jelas hasilnya. Sejauh ini, pelaku utama masih belum terkena dampak karena mereka mempunyai akses terhadap kekuasaan, tidak dihukum oleh hukum, dan ini akan sangat berbahaya jika diketahui. 

 Oleh karena itu, tak heran jika penegakan hukum kerap meninggalkan jejak sinisme. Benar juga bahwa penanganan kasus korupsi selalu membuahkan hasil yang mengecewakan. Lembaga penegak hukum yang mengandalkan realisme politik akan kesulitan mengungkap akar korupsi karena rasa malu kepemimpinan. Jika undang-undang ini terbukti mulia dan berani menjaga independensi, berapa banyak pejabat pusat dan daerah yang akan dipenjara karena penyalahgunaan kekuasaan? 

 "Memahami hukum positivisme" 

 Positivisme berpandangan bahwa teori-teori hukum dikonsepkan sebagai undang-undang yang mengalami proses positivisasi berupa undang-undang atau lexes untuk menjamin kepastian mengenai apa yang dianggap sebagai hukum dan apa yang tidak.Ini merupakan aliran filsafat hukum. 

 Aliran hukum positivis atau positivisme hukum adalah aliran filsafat hukum. Aliran ini meyakini perlunya pemisahan yang tegas antara hukum dan moralitas (antara hukum yang berlaku dan hukum yang berlaku, antara "kenyataan" dan "seharusnya"). 

"Pandangan Positivisme Hukum" 

 Austin dan Kelsen menolak hukum yang abstrak. Menurutnya, hukum adalah tatanan yang dibuat oleh manusia, namun dari sudut pandang yang berbeda. Austin menjelaskan, suatu tatanan baru  dapat dianggap hukum hanya jika ia berasal dari penguasa yang berdaulat (mahakuasa), yakni negara. Hukum positif mengacu pada pengaturan suatu negara yang berdaulat penuh. Meskipun Kelsen setuju dengan pandangan Kelsen bahwa hukum terpisah dari moralitas, namun ia tidak setuju dengan pernyataan bahwa hukum adalah sebuah perintah karena sebuah perintah memerlukan komponen psikologis. Kelsen berpendapat bahwa hukum adalah norma murni yang berasal dari sumber terbatas dan menimbulkan gagasan bahwa seseorang harus berperilaku tertentu. Kelsen dengan jelas membedakan standar hukum dengan standar lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun