Mata Jelita berpendar mengerjap serupa bulan,
terpahat batu pualam membiru indah,
bila bisikanku membuai hatimu: Betapa indah matamu, betapa manis wajahmu, tak terperikan.
Aku mengenalmu berangka-angka,
kalaulah aku bagai bayangan, biasa mengendap-endap mengikutimu,
tidakkah ini membuat hatiku tenang?
Apa? Kau marah padaku, dan tanpa sebab?
Jangan sayang, kau takkan lama marah padaku,Â
kerna aku, tak lama lagi akan mengucap salam perpisahan dan selamat jalan demi masa depanmu.
Kau akan mencapai khitah setinggi langit,Â
menggantungkan harapan-harapan baru,Â
sedang aku membatu berdebu, selalu mengenangmu dan merindu.
Aku berkata, meski kiranya kita berpisah, seluruh angkasa akan menggemakan kerinduan hatiku, tahu mengapa?
Kerna kau: anakku,Â
dan aku: ibumu.
Semarang, 9 November 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H