Menggali kearifan lokal seperti menjual kerajinan tangan, jajanan khas, yang nantinya akan dipasarkan di daerah wisata yang dimiliki.
Lalu pada hari tertentu, pengelola wisata bisa mengadakan pertunjukan lokal, agar menarik wisatawan untuk berkunjung, dengan mengajak penduduk untuk perfoma di depan wisatawan.
Suasana alam juga harus tetap dijaga kelestariannya, karena memang wisata desa memakai potensi alam. Seperti mempertahankan keindahan pohon misalnya.Â
Wisata hutan yang menonjolkan pohon-pohon sebagai aset wisata, sebisa mungkin jangan ditebang. Kalau perlu menambah pohon atau reboisasi agar semakin rimbun, sehingga membuat daya tarik wisatawan.
Pohon-pohon kelapa yang berjajar rapi, pohon peneduh yang terjaga kelestariannya, rumput hijau terpotong rapi, akan menjadi daya tarik wisata alami.
Jika memakai sawah sebagai daya tarik wisata, maka sawah butuh terjaga selalu menghijau dan tumbuh. Secara rutin menanam padi di sawah. Disamping bisa dipanen, juga bisa menjadi daya tarik pengunjung. Bahkan bisa menjadi sebuah event memotong padi, loh.
Kadangkala, air terjun yang dimiliki suatu desa, juga bisa menjadi lokasi wisata yang potensial. Harus terjaga kebersihannya. Para wisatawan dilarang membuang sampah sembarangan, agar tidak merusak keindahannya.
Jalan atau akses menuju wisata butuh dipermudah, walaupun jalan itu merupakan jalan desa yang alami bebatuan, tidak harus beraspal. Paling tidak orang awam bisa masuk ke lokasi wisata tanpa kesulitan. Kecuali kalau memang wisata itu adalah sebuah wisata petualangan, yang menguji adrenalin, loh.
Akhirnya, memang kearifan lokal harus diimbangi dengan sadar wisata. Mengajak warga sekitar wisata untuk bergerak bersama memajukan wisata yang ada di desanya.
Jika wisata maju, maka pergerakan ekonomi juga akan melaju. Peningkatan kesejahteraan desa akan naik dan tidak terpuruk pada kekurangan.
Warga akan memiliki potensi yang bisa dihandalkan dengan kearifan lokalnya, kuliner, budaya, produk UMKM.Â