Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sajian Tumpeng Pungkur, Simbol Perpisahan pada Upacara Kematian di Lingkungan RT Saya

11 Juni 2022   13:47 Diperbarui: 12 Juni 2022   02:07 7836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sajian Tumpeng Pungkur, simbol perpisahan pada upacara kematian. | Foto: Wahyu Sapta.

Tumpeng merupakan hidangan khas Indonesia, yang disajikan pada saat-saat istimewa. Misalnya saat acara syukuran dan selamatan. Tumpeng beserta ubo rampenya, memiliki makna tersendiri.

Tumpeng biasanya berbentuk gunungan, yang menggambarkan alam jagad raya. Jagad yang luas, yang terdiri dari alam tumbuhan, binatang, dan manusia. Tumpeng yang dibuat meruncing, melambangkan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan aneka lauk yang ada di bawah tumpeng melambangkan alam raya dan isinya.

Ada berbagai macam tumpeng, yang sengaja dibuat sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya Tumpeng Tolak Balak untuk upacara syukuran kelahiran, ulang tahun dan lainnya. Tumpeng Robyong untuk upacara perkawinan pada saat siraman. Tumpeng Pungkur, yaitu tumpeng yang dibuat untuk upacara kematian seseorang.

Kebetulan hari ini, Sabtu 11 Juni 2022, tetangga satu RT saya ada yang wafat. Beliau sudah lama sakit dan berusia 67 tahun. Sesuai kebiasaan di lingkungan RT saya, jika ada yang meninggal, maka ibu-ibu tetangga akan membuatkan Tumpeng Pungkur sebagai penghormatan kepada yang wafat. Juga membantu membuatkan sajian untuk keluarga yang sedang kesusahan.

Beruntunglah, meskipun tempat tinggal saya termasuk lingkungan perkotaan, tetapi masih bisa guyup dan kumpul-kumpul pada saat tertentu, di sela kesibukan masing-masing kegiatan.

Ada pembagian tugas yang dilakukan oleh tetangga untuk meringankan beban bagi keluarga yang sedang berduka, yang dilakukan secara gotong royong. Seperti mengurus jenazah, pemakamannya, menata tratag dan kursi untuk tamu yang datang. Juga memasak yang dilakukan oleh ibu-ibu. Biasanya kami akan memasak Tumpeng Pungkur.

Tumpeng Pungkur, Ayam Ingkung, dan Ubo Rampenya. | Foto: Wahyu Sapta.
Tumpeng Pungkur, Ayam Ingkung, dan Ubo Rampenya. | Foto: Wahyu Sapta.

Pembuatan Tumpeng Pungkur ini tentu saja mendadak, karena memang menyesuaikan waktu. Tidak bisa diprediksi kan, karena setiap kematian tidak bisa diketahui kapan waktunya. Bisa saja pagi, siang, sore, atau malam.

Kebetulan hari ini, tetangga wafat pada pagi hari, sehingga mudah untuk mencari bahan-bahan untuk tumpeng dan perlengkapannya.

Bu Satiran tetangga saya yang hobi memasak, biasanya sudah sigap mempersiapkan bahan-bahannya. Beberapa bahan, beliau sudah memiliki stoknya. Dibantu oleh beberapa ibu lainnya yang sempat dan bisa datang, Tumpeng Pungkur segera tersaji. 

Ada yang memasak nasi, mempersiapkan bumbu-bumbunya, mengiris cabai, bawang putih, bawang merah dan lainnya. Semua dilakukan di rumah Bu Satiran. Nanti setelah matang, akan diantar ke rumah duka, yang akan disantap bersama ketika jenazah sudah dimakamkan dan keluarga sudah kembali ke rumah.

Tumpeng Pungkur ala Lingkungan RT Saya

Tumpeng Pungkur di lingkungan RT saya terdiri dari tumpeng yang dibuat saling membelakangi. Nasi putih yang dicetak dengan cetakan tumpeng seperti biasanya, kemudian dibelah menjadi dua, dan ditata saling ungkur-ungkuran (saling membelakangi). Tumpeng inilah yang merupakan simbol perpisahan bagi yang wafat akan meninggalkan keluarganya untuk selama-lamanya. 

Tumpeng Pungkur, tumpeng simbol perpisahan bagi yang wafat karena meninggalkan keluarga selama-lamanya. | Foto: Wahyu Sapta.
Tumpeng Pungkur, tumpeng simbol perpisahan bagi yang wafat karena meninggalkan keluarga selama-lamanya. | Foto: Wahyu Sapta.

Kemudian perlengkapan atau ubo rampenya terdiri dari Ingkung ayam utuh bumbu opor, tahu, tempe, urapan atau gudangan, telur rebus, dan gereh petek (ikan asin).

Ayam ingkung, simbol pengorbanan. | Foto: Wahyu Sapta.
Ayam ingkung, simbol pengorbanan. | Foto: Wahyu Sapta.

Ayam ingkung merupakan simbol pengorbanan. Urapan atau gudangan memiliki makna ketentraman dan rezeki yang melimpah. Telur rebus merupakan simbol konsep yang jelas dalam merencanakan sesuatu agar terlaksana dengan baik atau berbulat tekat. Sedangkan gereh petek merupakan simbol kebersamaan dan gotong royong karena selalu bersama-sama.

Setelah keluarga pulang dari pemakaman, maka ada upacara doa bersama yang dipimpin oleh tetua. Setelah selesai, Tumpeng Pungkur akan disantap bersama. Cara penyajiannya, ayam ingkung akan dipotong-potong, dan dibagikan. Kemudian disajikan bersama nasi tumpeng putih, dan ubo rampe lainnya. Siap disantap oleh keluarga dan tamu yang ada di rumah duka.

Bukan hanya Tumpeng Pungkur dan ubo rampe saja yang dimasak oleh ibu-ibu, melainkan juga menu lainnya, yang nantinya akan disajikan untuk tamu dari keluarga duka. Karena pasti biasanya ada beberapa tamu jauh, yang mungkin akan datang. Tuan rumah tidak akan sempat masak untuk tamu mereka, karena sedang berduka.

Ada tambahan nasi putih lain selain tumpeng, lalu sayur sop, tahu tempe, oseng-oseng sayur, yang semua dimasak dadakan dan dieksekusi beramai-ramai sehinga cepat selesai. Semua dilakukan dengan sukarela dan gotong royong di lingkungan RT saya loh.

Kekompakan antar tetangga satu RT, yang siap membantu saat ada yang berduka dengan memasak Tumpeng Pungkur. Patut diapresiasi. | Foto: Wahyu Sapta.
Kekompakan antar tetangga satu RT, yang siap membantu saat ada yang berduka dengan memasak Tumpeng Pungkur. Patut diapresiasi. | Foto: Wahyu Sapta.

Sajian Tumpeng Pungkur ini memang hanyalah tradisi yang ada di masyarakat Indonesia terutama Orang Jawa dan bukan hal yang wajib. Tetapi bisa mempererat kebersamaan antar tetangga.

Tentu saja kegiatan ini merupakan kegiatan yang positif yang patut diapresiasi, karena mampu mengakrabkan antar tetangga. Saling gotong royong, dan saling menjaga antar lingkungan tetangga, karena saudara yang paling dekat adalah tetangga.

Semoga almarhumah tetangga saya yang wafat pada hari ini husnul khotimah, dan kegiatan gotong royong ini mendapat balasan dari Allah SWT. Aamiin. 

Semarang, 11 Juni 2022

Salam,

Wahyu Sapta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun