Dimsum menurut Wikipedia adalah istilah dari bahasa Kantonis dan artinya makanan kecil. Biasanya dimsum dimakan sebagai sarapan. Tetapi berbeda dengan kami karena ingin menyantap dimsum di sore hari. Karena efek lapar di cuaca yang dingin. Hehehe...Â
Dimsum terdiri dari berbagai macam penganan kecil-kecil yang biasanya merupakan makanan bersama teh. Aih, semakin menggebu kami menuju kedai tersebut.Â
Langsung saya dan anak sulung menuju kedai untuk membeli dimsum. Tentu kami kenal dengan pemiliknya karena bertetangga. Katanya, kedai dimsum ini baru buka, belum ada dua bulan. Pantas saja, saya baru tahu.
Aroma wangi menguar ketika tutup wadah dari bambu dibuka. Asap mengepul di tengah sejuknya mendung di sore itu. Suara lalu lalang kendaraan menderu, bersaing dengan suara kompor gas di bawah wadah bambu.Â
Hem, aneka dimsum tersaji lezat, yang tertata dalam wadah bambu. Siapa yang tidak tertarik dengan dimsum beraneka macam? Apalagi bentuk dengan warna segar, sungguh akan memikat siapa saja yang akan membelinya. Jiaozi, pangsit, siomay.Â
Anak saya memilih, mana saja yang dia suka, untuk adiknya dan eyang di rumah. Ada dimsum dari daging kepiting, udang, dan ayam. Enak semua.Â
Dengan harga yang tidak mahal, apalagi penjualnya pintar dalam promosi, aduh, anak saya tak terasa memilih banyak dimsum. Jika saya tidak mengingatkan, bisa jadi kalap nih. Apalagi perut lapar di cuaca mendung yang dingin.
Dimsum sudah dibungkus siap dibawa pulang untuk dicicip. Hem, dimsum rasanya gurih manis, terasa isiannya. Ayam, udang, dan kepiting yang menyatu dalam adonan, kemudian dibungkus dengan kulit tepung dan kulit tahu. Disantap dengan saus pedas dan mayones, semakin menambah lezat.