Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Nasi Tempe Pedas Khas Pati, Enaknya "Ora Umum"

10 Oktober 2021   15:57 Diperbarui: 10 Oktober 2021   21:55 1393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa saat bepergian, saya menyempatkan diri untuk mencari makanan khas yang enak dan banyak penikmatnya. Seperti ketika saya mengunjungi orang tua di kota kelahiran Pati Jawa Tengah. 

Karena selentingan berita dari teman saya yang sering manas-manasi, katanya "Ada loh menu nasi yang lezat, tapi bukan nasi gandul atau nasi soto. Apakah kamu sudah mencobanya?" Saya menjawab belum pernah. Lalu saya kepo pengin mencobanya.

Ya, ya. Selain Nasi Gandul dan Nasi Soto Kemiri, di Pati ternyata juga ada nasi tempe pedas yang merupakan kuliner khas daerah yang mulai populer. Kata orang Pati, enaknya ora umum alias enak banget.

Awal dari kuliner ini berasal dari Desa Jontro Wedarijaksa Pati, kemudian berkembang ke daerah lain di sekitarnya karena banyak penggemarnya. Sekarang tidak hanya di daerah tersebut saja jika ingin menikmati sepiring nasi tempe pedas, melainkan bisa dinikmati di tempat lain. 

Seperti ketika saya mencari sarapan bersama keluarga dan orang tua, kadangkala mencari warung yang agak jauh dari rumah, sekaligus jalan-jalan mencari udara segar dengan situasi yang berbeda. Sambil melihat pemandangan persawahan, gunung di kejauhan, yang lain dari rutinitas sehari-hari. Hal ini cukup membuat refresh.

Ketika sampai di Desa Bumiayu Wedarijaksa, kami menghentikan kendaraan. Kami biasa mampir ke warung sederhana, tetapi bersih dan menyajikan masakan lezat dan khas. Karena enak, beberapa kali kami sengaja mampir ke sana. Apalagi ketika orang tua menyukai sajiannya, maka kami menjadikan warung tersebut langganan.

Lokasi warung itu di daerah Bapoh Bumiayu. Situasi pedesaan terasa kental. Warung yang sederhana, orang-orang yang ramah, akrab, santai, menjadi khas warung pedesaan. 

Meja besar berbentuk U di tengah, dikelilingi kursi dingklik yang melingkari meja. Beberapa gorengan, empal daging, telur pindang, kerupuk, juga telur asin, tersaji dengan ditutup tudung saji kecil seukuran satu piring. 

Hidangan di atas meja itu memang sengaja disajikan untuk pengunjung warung sebagai lauk tambahan jika diinginkan.

Seorang mbak-mbak bertanya kepada saya, "Mau makan apa? Makan sini atau dibungkus?"

Saya jawab, "Makan sini."

Memang biasanya kalau saya jajan di warung ini memesan nasi gandul dengan daging empal yang diiris. Enak dan aroma kayu. Orang tua saya memesan nasi gandul dengan lauk perkedel karena empal lidah yang empuk telah habis. 

Tersedia juga Nasi Gandul yang digemari orang tua saya. Tetapi kali ini, saya ingin mencicip Nasi Tempe Pedas. | Foto: Wahyu Sapta.
Tersedia juga Nasi Gandul yang digemari orang tua saya. Tetapi kali ini, saya ingin mencicip Nasi Tempe Pedas. | Foto: Wahyu Sapta.

Nasi gandul di sini menjadi kegemaran mereka. Beberapa kali begitu, meskipun tidak tiap hari. Hanya ketika kami jalan sampai di lokasi itu saja dan mampir. 

Lalu saya teringat kata kawan saya tentang nasi tempe pedas yang enak. 

"Selain nasi gandul, apa menunya mbak?"

"Nasi tempe pedas." Katanya.

Aha! Ini dia yang saya kepoin sejak lama. Lalu saya memesannya. Sambil menunggu pesanan tersaji, saya mengamati situasi warung. Ada bapak penjual warung yang berambut gondrong ikut melayani selain mbak-mbak tadi.

Beberapa pengunjung datang selain saya. Memang tidak begitu ramai. Ternyata saat saya tanya, warung ini sudah buka sejak pukul 4 pagi. Pada jam-jam itulah pengunjung ramai hingga menjelang matahari terbit. 

Saya datang sudah sekitar jam setengah tujuh. Pantas saja beberapa gorengan dan daging tinggal sedikit. Rupanya saya datang kesiangan. Tetapi malah kebetulan, karena tidak harus antre lama dan berjubel.

Daaan... 

Alhamdulillah, pesanan saya datang. Hum, sepiring nasi tempe pedas terhidang di depan saya. Sajiannya memakai samir daun pisang. Unik.

Dududu... gimana ya rasanya? 

Saatnya mencicipi.

Pertama saya cicip kuahnya. Rasa pedas langsung menguar, menendang lidah saya. Ada rasa khas yang berbeda, meskipun sajiannya sederhana berbahan dasar tempe. Oh, ternyata tempe yang dimasak untuk sajian ini memakai tempe semangit, bukan tempe yang baru matang. 

Tempe semangit merupakan tempe yang sudah terlalu matang. Tetapi justru itu menjadi enak ketika dimasak. Biasanya tempe semangit ini dijadikan masakan lodeh sebagai bahan pelengkap penambah lezat. 

Hem, pantesan rasanya enak dan khas. Suap demi suap nasi masuk dalam perut. Aduh, Nasi Tempe Pedas ini sih enak. Mirip sayur kothokan. Memakai udang kecil-kecil sebagai pelengkapnya.

Bumbunya mirip-mirip kuah mangut. Memakai kunyit yang memberi warna kuning pada kuahnya. Bersantan tapi bukan yang mbleneg. Cabai yang dipakai adalah cabai rawit kuning yang biasa ada di Kota Pati. Rasanya juga khas.

Apalagi ada bonusnya petai yang menjadi daya tarik, meski hanya seiris. Loh, kok tandas nih isi piring saya, berpindah ke dalam perut. Hehehe... laper atau enak ya? Dua-duanya. 

Ada bonus petainya yang menjadi daya tarik, meskipun hanya seiris. | Foto: Wahyu Sapta.
Ada bonus petainya yang menjadi daya tarik, meskipun hanya seiris. | Foto: Wahyu Sapta.

Alhamdulillah kenyang. Cukup menuntaskan sensasi kuliner saya. Sudah tidak kepo lagi, dan bisa bercerita kepada kawan saya tentang rasanya. 

Benar juga kata orang Pati. Nasi Tempe Pedas ini, enaknya ora umum! 

Soal harga, murmer loh. Tidak mahal. Satu piringnya tidak sampai sepuluh ribu. Meski sederhana, kuliner ini banyak yang mencari karena lezat dan khas. Juga menjadi kuliner klangenan bagi para pemudik yang datang ke sana.

Dengan menjamurnya berbagai warung yang saling berlomba mencari khas dan enak, maka Nasi Tempe Pedas ini termasuk kuliner yang dicari. 

Saat ini mulai populer di Kota Pati, selain Nasi Gandul dan Nasi Soto Kemiri yang sudah terlebih dahulu populer. 

Yuk deh dicoba kalau mampir ke daerah Pati Jawa Tengah, ya. Banyak dijumpai di warung-warung sekitar Kecamatan Wedarijaksa. Lokasinya dari Pati kota ke utara jurusan Tayu, sekitar sepuluh kilometeran. 

Dewi, generasi kedua yang melayani sajian di warung ini. | Foto: Wahyu Sapta.
Dewi, generasi kedua yang melayani sajian di warung ini. | Foto: Wahyu Sapta.

Menu ini cocok untuk sarapan. Sayapun memesan dibungkus untuk oleh-oleh yang di rumah. Saatnya pamit, saya sempat berkenalan dengan mbak-mbak yang menyajikan Nasi Tempe Pedas. 

"Mbak, namanya siapa?"

"Saya Dewi, yang itu ayah saya." Jawabnya. 

Well, Dewi adalah generasi kedua yang mungkin kelak menggantikan ayahnya. Usianya 25 tahun. Sudah mulai terjun membantu ayah dan ibunya. Karena ketika saya tanya, kapan warung ini mulai dibuka, jawabnya ketika ia masih kecil hingga sekarang ia sudah menikah.

Salam bahagia,

Wahyu Sapta.

Pati, Minggu, 10 Oktober 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun