Hari Minggu kemarin, seperti biasa saya mengunjungi orang tua di Kota Pati. Meskipun PPKM, tetapi urusan orang tua tetap nomor satu. Mumpung masih diberi kesempatan.Â
Tetap menjaga diri di saat pandemi agar selalu sehat, juga penting. Karena itu, walaupun hilir mudik perjalanan, jangan pernah merasa bosan untuk waspada agar terhindar dari penyakit. Artinya, saya harus tetap bersikap sesuai prokes --memakai masker dan lain-lainnya.Â
Ya, karena ini juga untuk kepentingan diri sendiri, juga orang lain di sekitar saya. Jika saya sehat, orang lain juga aman. Jika orang lain sehat, itu artinya saya juga aman. Memang begitu seharusnya. Saling menjaga, untuk memutus mata rantai pandemi agar tidak semakin meluas dan segera berhenti.
Nah, beda topik nih, ada satu hal yang membuat saya suka saat berkunjung ke kota tempat tinggal orang tua, atau kota di mana saya menikmati masa kecil. Apa coba? Jajanannya!Â
Ya! Apalagi ketika saya melewati lokasi di mana jajanan kenangan itu digelar. Aduh, nggak terasa nih, tiba-tiba setir berbelok arah dengan sendirinya. Hahaha... nostalgia ya? Atau dejavu? Yah, begitulah.
"Pesan leker 20, ya pak!" Kata saya.Â
"Oh, siap bu," kata penjual leker sambil menggeser kursi plastik, lalu diberikan kepada saya, "silakan duduk, bu. Sambil menunggu." Katanya ramah.
Mana bisa saya duduk manis? Yang ada, malah saya melongok ke gerobag penjual leker.Â
Ada wadah plastik besar berisi adonan tepung cair untuk membuat leker. Sedangkan dua wajan kecil, terjerang di atas tungku arang, berada di dekat adonan tepung. Beberapa pisang menggelantung di atas gerobak sebagai bahan isian pembuatan leker.Â