Criiing!
Lalu? Adegan itupun berlangsung. Aku sebal melihatnya.
"Sasti... "
"Brim..."
Tuh kan kamu bertemu dia lagi, dia lagi. Brima! Aku sangat cemburu pada Brima. Hanya ada Brima di hatimu. Aku? Tak berarti bagimu. Huh!
Praaang...!
Piring yang ada didepan Brima tiba-tiba terlempar, kemudian pecah mengenai tangannya. Ia berdarah. Sedangkan kamu kebingungan. Cemas. Lalu menengok ke kanan dan kiri. Hatimu bertanya, "Dimitri, kamu ada di dekat sini, ya? Mengapa kamu jadi jahat?"Â
Wajahmu itu kuingat. Betapa marahnya dirimu. Maafkan aku Sasti, aku terlalu cemburu. Pada Brima kekasihmu.
Ingin rasanya aku mendekapmu. Membawamu pergi dari sini. Aku ingin memilikimu. Tapi apalah dayaku.Â
Beraninya kau pergi dan tak kembali.
Tinggallah aku sendiri, hanya sendiri.
Maka, nantikanku kelak, di sini, menjadi teman baikmu lagi, seperti biasa.
Setelah peristiwa itu, ayahmu telah memanggil "orang pintar" mengusirku keluar dari kamar. Pergi entah kemana di tempat yang jauh darimu. Aku tak tahu tempat apa ini.Â
Oh, Sasti. Tanpa dirimu, di sini aku merana sendiri. Sasti, boleh aku kembali padamu? Jawab, Sas!
"................."
***