Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Bunga-bunga Bermekaran di Halaman Rumah Bisa Menjadi Obat Hati

26 September 2020   07:12 Diperbarui: 26 September 2020   12:12 1353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga-bunga bermekaran di halaman rumah bisa menjadi obat hati. | Foto: Wahyu Sapta.

"Pak, belikan aku bunga sepatu, ya." pinta saya kepada suami. Maksudnya sih minta satu pohon saja cukup. Buat menambah koleksi tanaman di halaman rumah. Etapi, saya malah dibelikan beberapa pohon. Masih berupa bibit sih, karena pohonnya masih kecil dan berada dalam polibeg kecil. Yah, kebetulan deh, sekalian dijadikan pagar hidup di samping rumah. 

Tanaman bunga sepatu, yang saya jadikan pagar di samping rumah. Eh, lagi dijagain sama duo Emak Kucing. | Foto: Wahyu Sapta.
Tanaman bunga sepatu, yang saya jadikan pagar di samping rumah. Eh, lagi dijagain sama duo Emak Kucing. | Foto: Wahyu Sapta.
Saya memang tidak begitu menyukai tanaman hias yang sedang tren. Di samping harganya pasti lebih mahal dari harga biasanya, juga takut kalau nanti tidak bisa merawatnya karena sering saya tinggal. 

Kan sayang, jika mereka menjadi merana. Karena paling banter saya bisanya menyiram setiap hari sebagai tanda kasih sayang. Atau memberinya sedikit pupuk saat diperlukan.

Saya lebih menyukai tanaman hias yang berbunga, yang bisa dinikmati sehari-hari dan tahan lama. Murah meriah dan gampang didapat. Tak harus memaksa berburu tanaman karena sedang tren. Jika sudah tidak tren, sudah tidak asik lagi, tidak diburu lagi, tidak disayang lagi. Kan mereka jadi kasihan. Merana. 

Bunga yang ada di halaman rumah, saya koleksi dari penjual atau dari pemberian kerabat. Ketika saya bangun subuh hari, kemudian beribadah, mengurus dapur, lalu membuka pintu, keluar rumah menghirup udara segar. Bahagia ketika berjumpa semburat warna bunga di tengah hijaunya daun. Akan berbeda dari tampakan lain, karena pembawaan warna bunga yang sudah asli indahnya.

Bunga Sepatu warna merah. Indah, ya. | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Sepatu warna merah. Indah, ya. | Foto: Wahyu Sapta.
Kadangkala, bunga yang ada di halaman memberikan wangi semerbak. Seperti pohon kemuning ketika sedang berbunga banyak. Pohon kemuning milik saya sudah belasan tahun usianya. Wangi bunga yang sedang mekar, bisa sebagai aroma terapi. Badan kemudian menjadi rileks dan urat syaraf mengendur. Alih-alih bisa menjadi obat hati. Bahagia ketika bertemu keindahan, lalu tak lupa untuk menyalurkan hobi untuk memotretnya. Cekrik!

Bunga Kemuning ketika berbunga banyak. Hum, bau wanginya bisa menjadi aroma terapi. Bikin rileks dan urat syaraf mengendur. | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Kemuning ketika berbunga banyak. Hum, bau wanginya bisa menjadi aroma terapi. Bikin rileks dan urat syaraf mengendur. | Foto: Wahyu Sapta.
Sukarela juga ketika mereka menjatuhkan bunga dan daun hijau yang telah menguning mengotori halaman. Saya mengambil sapu dan harus rajin membersihkannya agar sampah bunga dan daun kering tidak menumpuk. "Ini resiko menyukai tanaman, harus rajin menyapu." batin saya. 

Sampah bunga dan daun kering harus rajin disapu agar tidak menumpuk. Sembari berjemur, gerak badan di halaman rumah. Asyik, kan? | Foto: Wahyu Sapta.
Sampah bunga dan daun kering harus rajin disapu agar tidak menumpuk. Sembari berjemur, gerak badan di halaman rumah. Asyik, kan? | Foto: Wahyu Sapta.
Olahraga sejenak dan berjemur untuk mendapatkan sinar matahari pagi sembari menyapu halaman. Alhamdulillah. Nikmat Tuhan mana yang hendak kau dustakan?

Hari ini yang sedang rajin berbunga adalah Bunga Sepatu atau Hibiscus. Tanaman yang dibelikan suami telah tumbuh subur dan rajin berbunga. Putih, pink, dan merah. Bergantian mekarnya, karena bunga sepatu hanya bertahan satu hari kemudian layu. Tapi sebelumnya, sudah ada bunga yang masih kuncup, untuk mekar keesokan hari sebagai gantinya. Putus berganti. Bunga-bunga selalu bermekaran. Bahagia, kan?

Bunga Sepatu putih yang nyaris mekar sempurna, sungguh indah. Seranggapun ikut berbahagia. | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Sepatu putih yang nyaris mekar sempurna, sungguh indah. Seranggapun ikut berbahagia. | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Sepatu Pink. Warna favorit. Love it! | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Sepatu Pink. Warna favorit. Love it! | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Sepatu merah. Warnanya itu loh, sangat menyolok di sela dedaunan yang hijau. Hum. Cantik! | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Sepatu merah. Warnanya itu loh, sangat menyolok di sela dedaunan yang hijau. Hum. Cantik! | Foto: Wahyu Sapta.
Meskipun begitu, tak hanya bunga sepatu saja, adenium juga rajin berbunga. Meski saya hanya memiliki satu jenis adenium, tetapi karena ia rajin berbunga, maka itu cukup menambah bahagianya hati. Apakah kebahagiaan itu muncul karena biasanya seorang wanita menyukai bunga, ya? Entahlah. 

Adenium atau Kamboja Jepang milik saya rajin berbunga. Menambah bahagia tiap harinya. | Foto: Wahyu Sapta.
Adenium atau Kamboja Jepang milik saya rajin berbunga. Menambah bahagia tiap harinya. | Foto: Wahyu Sapta.
Anggrek Catleya saya juga rajin berbunga. Setiap bertunas, ia sudah membawa bunga. Akan mekar ketika telah tiba saatnya. Awalnya saya hanya memiliki dua rumpun. Minta dari ibu mertua yang hobi berburu anggrek. Lama-lama anggrek menjadi banyak. 

Pohon anggrek dipecah menjadi beberapa rumpun dan dibagi ke teman juga saudara yang mau. Saya bukan tipe orang yang pelit. Jika dihitung, entah sudah berapa anggrek jenis catleya yang hidup di beberapa tempat, tak hanya di halaman rumah saja. Semburat ungu ketika terpendar oleh sinar matahari pagi, sungguh keindahan tiada tara. Serius!

Semburat ungu ketika terpendar oleh sinar matahari pagi, sungguh keindahan tiada tara. Serius! | Foto: Wahyu Sapta.
Semburat ungu ketika terpendar oleh sinar matahari pagi, sungguh keindahan tiada tara. Serius! | Foto: Wahyu Sapta.
Dan bicara masalah anggrek, untuk jenis lain, saya tidak begitu pandai merawatnya. Anggrek bulan hanya berbunga sekali ketika baru saja adopsi dari penjual bunga. Selanjutnya belum berbunga hingga sekarang. Meskipun rajin menyiramnya, agaknya tangan saya tidak berbakat merawat bunga anggrek bulan seperti Mbah Ukik. 

Bunga Kamboja Bali kuning juga favorit. Jika sedang musim panas seperti sekarang, bunganya hampir memenuhi batangnya. Daun hanya sebagai pemanis. Bunga kamboja juga harum. 

Wangi semerbak ketika membuka pintu pagi hari, kemudian menuju ke halaman. Bunga kamboja berjatuhan ke tanah. Serasa di Bali, padahal di Semarang. Hahaha... boleh kan berkhayal? Karena bisa meningkatkan imunitas yang sekarang sedang dibutuhkan. Bahagia.

Kamboja Bali Kuning sedang bermekaran. Wangi bunganya serasa di Bali. Hahaha... padahal di Semarang. | Foto: Wahyu Sapta.
Kamboja Bali Kuning sedang bermekaran. Wangi bunganya serasa di Bali. Hahaha... padahal di Semarang. | Foto: Wahyu Sapta.
Jadi sebenarnya sudah berapa bahagia yang saya dapat dari bunga-bunga bermekaran di halaman rumah? Banyak! Bisa jadi obat hati? Tentu!

Bunga Kamboja Kuning Bali yang sudah jatuh dari pohonnya. | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Kamboja Kuning Bali yang sudah jatuh dari pohonnya. | Foto: Wahyu Sapta.
Belum lagi ketika aktivitas menyiram dan merawat tanaman. Membersihkan bunga dan daun yang kering. Terkadang juga memberinya pupuk sebagai perangsang bunga dan daun agar lebih rimbun. Saya lakukan dengan hati riang di sela sibuknya kegiatan sehari-hari. 

Tidak terasa membosankan karena ada timbal balik, antara saya dan tanaman yang dirawat. Mereka memberikan bunga, daun yang hijau, wangi semerbak, keindahan, juga imunitas. Meskipun kadang pekerjaan yang berat seperti memindah pot atau mengangkat media tanam dibantu oleh Pak Tukang, tetapi tak menyurutkan bahagianya ketika bisa menikmati interaksi antara saya dan tanaman. 

Nah, tunggu apalagi? Mumpung weekend nih, yuk salurkan hobi bertanam, menikmati keindahan bunga-bunga bermekaran, jangan lupa untuk mengabadikannya. Cekrik! Bahagia di dapat. Obat hati mengalir dengan sendirinya ke aliran darah, kemudian tubuh bertambah imun agar tak gampang sakit. 

Seperti saya? Narcissus deh...

E tapi, sstt.. kok saya ngiri ya dengan bebungaan milik Bu Eko tetangga depan rumah yang memiliki bunga Vinca? Warnanya putih dan merah maroon. Saya belum punya nih. Aha!

Bunga Vinca alias Tapak Dara milik tetangga depan rumah. Ihiks, saya belum punya. | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Vinca alias Tapak Dara milik tetangga depan rumah. Ihiks, saya belum punya. | Foto: Wahyu Sapta.
"Paaak, belikan aku bunga Vinca ya. Satu pot saja cukup. Yang seperti punya Bu Eko itu, loh." Eh, siapa tahu dibelikan lebih dari satu pot, kayak bunga sepatu dulu. Uhuks, kan lumayan.

Salam Bahagia,
Wahyu Sapta.
Semarang, 26 September 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun