Berharap agar warung Bu Karsih buka. Karena beberapa kali pula sering tutup ketika sampai di sana. Syukurlah warungnya buka. Bu Karsih jualan. Bisa menikmati segelas es legen nih.Â
Warungnya berada di tempat terbuka. Hanya berupa meja dan kursi dari kayu yang berada di pinggir jalan beraspal. Beratap rumbia daun kelapa, cukup membuat teduh. Apalagi warung itu berada di bawah pohon Memba yang rimbun.Â
Saya dan suami turun mobil, sedangkan orangtua menunggu di dalam mobil. Agar lebih santai, karena untuk turun kendaraan cukup susah dan membutuhkan tenaga ekstra buat mereka. Jadi lebih nyaman jika di dalam mobil saja.
Kami disambut senyuman ramah Bu Karsih. Ia memakai masker, hanya saja dibuka dan disampirkan ke dagunya. Ya, ya. Musim pandemi, harus tetap memakai masker. Kami sendiri tetap mengenakan masker agar aman.Â
Beberapa wadah bambu atau brumbung berjajar di warung Bu Karsih. Tampaknya memang baru saja legen dipanen dari pohonnya. Beruntungnya kami, mendapatkan legen yang masih segar. Karena legen ini hanya bertahan beberapa jam. Jika melebih 4 jam akan berbeda rasa. Lebih masam dan jika lama lagi, akan mengalami fermentasi menjadi tuak. Bisa memabukkan dong karena mengandung alkohol.
Bu Karsih tidak hanya menjual legen saja. Beberapa jajanan sederhana seperti kerupuk, gethuk dan kacang juga tersedia. Saya hanya tertarik pada legennya. Saya kemudian memesan 4 gelas. Dua memakai es batu, sedangkan lainnya tidak. Untuk bapak dan ibu yang menunggu di mobil.
Saya tak hanya minum segelas, tetapi meminta tambahan satu gelas lagi. Rasanya tertuntaskan dahaga ini dan rasa segar yang berbeda. Es legen Bu Karsih ini asli. Tidak ditambah air, murni legen saja.Â
Saya sempat berbincang pada bapak tua yang duduk di warung Bu Karsih. Ternyata beliau yang mengambil legen tersebut, untuk kemudian dititipkan ke warung. Fresh from the tree dong. Hehehe...