Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Menikmati Segarnya Es Legen yang Baru Disadap

13 September 2020   22:54 Diperbarui: 14 September 2020   14:58 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taraaa... Es Legen siap dinikmati. Lebih segar jika memakai es batu. | Foto: Wahyu Sapta.

Mengajak jalan orangtua adalah suatu kebahagiaan. Kebetulan hari Minggu, hari luang yang bisa dimanfaatkan untuk bepergian mencari suasana lain.

Berbakti kepada orangtua, adalah tabungan amal kelak di alam keabadian. Layaknya putaran waktu, ketika kita kecil ditimang-timang, dimanja dengan segala fasilitasnya, maka sekarang saatnya bergantian. Memberi kebahagian pada orangtua, meski mereka tak mengharapkan balasan.

Pagi sekali, saya berangkat dari Semarang menuju Pati tempat tinggal orangtua. Lalu menunggu beberapa saat, mereka bersiap untuk berangkat. Kami sekeluarga terbiasa mengajak jalan. Kemana saja, yang penting jalan. 

Entah makan di suatu tempat, berbelanja buah di pedesaan, atau sekadar melihat pemandangan alam kemudian pulang kembali ke rumah. Itu cukup membuat urat ketegangan sedikit mengendur dan segar kembali. Mereka yang sehari-hari di rumah, juga merasa segar kembali karena melihat suasana luar.

Saya dan suami, juga sering memberi kesempatan orangtua bernostalgia ke tempat dulu pernah mereka singgahi. Sambil mengingat-ingat kenangan, agar memori tak mudah melupa. 

Sambil berbincang di sepanjang perjalanan, mereka bercerita tempat-tempat yang dilalui memiliki kenangan tersendiri. Dan biasanya, cerita itu akan sama, jika melewati tempat yang sama. Kadangkala kami sudah hafal, tetapi membiarkan cerita itu mengalir. Kami senang mendengarnya, meski pernah mendengar dan tahu. 

Ayah mertua saya yang sekarang berusia 85 tahun pernah bertugas ke Kota Rembang. Kami mengajak jalan ke sana. Tetapi kami mengajaknya bukan di tengah kota, melainkan di daerah Sulang masih wilayah Rembang, yang terletak di jalur jalan Rembang menuju Blora.

Kami ingin mencari minuman legen. Di sana banyak yang menjualnya, karena penduduk sekitar menanamnya di perkebunan mereka. Jadi masih segar ketika sampai  ke penjualnya. 

Banyak pohon Siwalan atau Lontar yang menghasilkan Legen di daerah Sulang Rembang. | Foto: Wahyu Sapta.
Banyak pohon Siwalan atau Lontar yang menghasilkan Legen di daerah Sulang Rembang. | Foto: Wahyu Sapta.
Minuman legen ini (cara membacanya seperti kata legenda tanpa da) berasal dari pohon siwalan atau pohon lontar. Ada dua jenis pohon lontar. Yang hanya memiliki bunga atau sulur dan yang berbuah menghasilkan buah siwalan. Nah, air legen berasal dari sadapan bunga atau sulur. Semalam bunga disadap getahnya, menghasilkan legen.

Pohon siwalan banyak tumbuh di daerah berkapur. Dan di Sulang ini tanahnya berkapur, sehingga tumbuh dengan bagus. O, makanya banyak penjual minuman legen dan buah siwalan yang berjajar, ya.

Kami sudah beberapa kali ke sana untuk sekadar menikmati es legen. Bahkan kami memiliki penjual langganan. Bu Karsih namanya. Memang kami sengaja ke sana untuk membeli Es Legen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun