"Kalau mau reseller 40 ribu, mbak." kata teman saya lewat WA. Akhirnya saya mengiyakan untuk mencoba membeli 6 potong. Janji saya, kalau bahannya bagus, nanti saya tertarik untuk ikut menjualkan.Â
"Saya tidak tega jika harus menjual barang yang tidak bagus kualitasnya." begitu kata saya.
Akhirnya koleksi daster saya bertambah. Karena memang saya membutuhkan untuk menambah baju di rumah. Beberapa daster lama sudah banyak yang robek dan aus, meski saya masih suka memakainya. Hehehe...
Daster sampai juga di rumah. Dan... memang segala sesuatu yang menyangkut barang, apapun itu, ada harga ada rupa. Artinya bahwa barang yang berharga murah, tentu saja sesuai dengan harga dan kualitasnya. Apalagi membeli barang lewat online, tidak bisa memilih dan melihat kualitasnya.Â
Dasternya memang adem, coraknya bagus, karena pada saat di foto tampak bagus. Tetapi ketika dipakai baru beberapa kali sudah robek di beberapa tempat. Bahan kainnya santung, mudah robek, juga jahitannya tidak kuat.Â
Nah, saran saya kalau memang niat untuk menambah koleksi daster nih, ada baiknya yang berbahan kain katun. Harganya sedikit lebih mahal, tetapi awet. Juga lebih bagus jangan lewat online, takutnya tidak cocok seperti ekspektasi.
Saya sih tidak menyesal telah membeli daster tersebut, karena paling tidak saya telah membantu UKM yang memproduksi daster tersebut. Daster itu juga nyaman dipakai, adem, coraknya bagus sesuai selera. Tetapi pending. Nanti saja saat pandemi telah berlalu, saya berniat untuk membeli daster bukan secara online. Bisa memilih bahan yang lebih bagus dan awet.Â
Saya juga terbiasa menjahit ulang sendiri baju daster saat baru dibeli. Biar awet dan tidak mudah sobek. Karena daster adalah baju "kebesaran" yang ringgo alias garing di enggo. Yang artinya begitu kering dari cucian, langsung dipakai lagi.
Hidup daster!
Semarang, 18 Juli 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H