Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

[Koteka5Tahun] Memperingati Hari Kartini ala Saya di Rumah Saja

22 April 2020   08:18 Diperbarui: 22 April 2020   08:20 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku ini bisa diperoleh di Gramedia, ya. Salah satu penulisnya: saya dan Pidi Baiq. Saat itu saya memenangkan sebuah event tulisan dan dibukukan. | Foto: dokpri.

Kemarin, tanggal 21 April 2020. Hari dimana diperingati Hari Kartini di seluruh Indonesia. Suami saya pagi-pagi sudah menyuruh saya mandi dan berdandan.

"Ayo, buk. Mandi. Dandan yang cantik, mumpung Hari Kartini. Nanti kufoto deh. Mumpung pagi ini cuaca mendukung untuk berfoto. Pasti nanti hasilnya bagus," rayunya.

Kok ya tahu, kalau saya lagi malas mandi. Padahal kan baru musim pandemi. Kebersihan harus selalu terjaga. Lah, kalau malas mandi ya repot. Hehehe... Tapi sebenarnya saya bukan malas mandi, hanya belum sempat karena masih menyelesaikan tugas rumah. Menyapu halaman. 

Dasar emak-emak, dimana lebih narsis jika dibanding dengan bapak-bapak. Begitu mendengar kata "difoto", saya langsung njranthal mandi dan memakai baju daerah ala Kartinian. Keusilan pun dimulai. Karena efek #dirumahsaja yang kelamaan, ide-ide aneh sering bermunculan. 

Padahal biasanya suka jalan. Kelamaan nggak jalan, jadi agak boring. Bertanam sudah, memasak mencoba menu sudah. Lalu apa lagi?

"Bentar pak, aku mau pakai baju tenun dari Lombok yang warnanya pink. Aku suka banget. Itu aku belinya langsung asli dari Lombok. Yah, meskipun lewat temen aku. Namanya Mbak Mus. Kebetulan dia lagi pengin ke tempat wisata, trus tanya siapa yang mau nitip sesuatu." 

Buku ini bisa diperoleh di Gramedia, ya. Salah satu penulisnya: saya dan Pidi Baiq. Saat itu saya memenangkan sebuah event tulisan dan dibukukan. | Foto: dokpri.
Buku ini bisa diperoleh di Gramedia, ya. Salah satu penulisnya: saya dan Pidi Baiq. Saat itu saya memenangkan sebuah event tulisan dan dibukukan. | Foto: dokpri.
Iya, saya mendapatkan baju tenun pink itu lewat jastip. Mbak Mus memandu saya untuk memilih warna kesukaan lewat video call. Pilihan saya jatuh pada baju itu. Saya suka warnanya.

Lalu saya padu padankan dengan kain sarung tenun dari Makassar. Meski kain itu tidak saya beli langsung dari Makassar, melainkan di Balikpapan. Ketika saya berkunjung ke rumah kakak waktu itu. Cocok deh. Warnanya juga pink. 

Baju Tenun dari Lombok saya padukan dengan kain sarung tenun dari Makassar. Kalung batu yang saya beli di Pasar Kebun Sayur Balikpapan turut melengkapinya. Hahaha... narsis. Emak-emak kok ditawari foto. Yo wis... tepok jidat deh... | Foto: dokpri.
Baju Tenun dari Lombok saya padukan dengan kain sarung tenun dari Makassar. Kalung batu yang saya beli di Pasar Kebun Sayur Balikpapan turut melengkapinya. Hahaha... narsis. Emak-emak kok ditawari foto. Yo wis... tepok jidat deh... | Foto: dokpri.
"Nganggo gaya piye pak? Aku bingung," tanya saya. "Bawa buku atau apa?" Hahaha... bapaknya malah ketawa. 

Akhirnya, ceprat-cepret, jadi. Eh, ada juga pus yang ikutan ingin difoto. "Ya udah, sini pus, foto bareng." 

Aku takon karo pus: Pus, opo sih sing mbok pikirke? Crito wae karo aku. Eh, puse njawab: aku ora lagi mikir opo-opo. Aku nyuwun maem, buk... hahaha... puse ngelih. Mengko yo pus, yen wis rampung foto tak paringi maem. | Foto: dokpri.
Aku takon karo pus: Pus, opo sih sing mbok pikirke? Crito wae karo aku. Eh, puse njawab: aku ora lagi mikir opo-opo. Aku nyuwun maem, buk... hahaha... puse ngelih. Mengko yo pus, yen wis rampung foto tak paringi maem. | Foto: dokpri.
Saya memiliki kucing 8 ekor. Yang masih bayi 4 ekor. Sebenarnya ya kebanyakan. Tapi gimana lagi, enggak tega jika membuang atau menitipkannya di tempat lain. Biar saja di rumah, saya rawat, tetapi tidak boleh masuk rumah. Biar tidak begitu mengotori. Lagian anak-anak sayang pada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun