Malam itu, beberapa hari lalu, ketika saya mendengar berita di pesan-pesan WAG baik grup keluarga maupun grup teman sekolah, langsung tidak bisa tidur. Beritanya adalah salah satu anggota DPR RI meninggal dunia karena positif Corona.Â
Padahal sebelumnya menghadiri senam bersama bersama pegawainya, berbagi masker dan hand sanitizer ke pasar-pasar bersama masyarakat dan dokter RS yang dimiliknya, di Kota Pati, daerah asalnya.Â
Lokasi pasar dan RS miliknya itu berdekatan dengan rumah masa kecil suami. Alias rumah mertua. Bahkan RS yang dimiliki almarhum hanya beberapa meter saja. Apa tak cemas? Bagaimana dengan keadaan ortu yang sudah sepuh? Kebetulan juga beberapa saudara, kakak, adik, keponakan, ada tinggal satu kota dengan lokasi. Lalu bagaimana kondisi mereka?Â
Apalagi sudah menjelang tengah malam, ingin menelpon juga tidak tega. Tetapi ada kakak yang bisa dihubungi, sehingga kecemasan mereda.Â
Esok harinya, kawasan tersebut langsung zona merah. Pasar juga langsung ditutup untuk tujuh hari ke depan. Saya menerima kiriman video yang menggambarkan pasar masih penuh dagangan, dipaksa untuk tutup. Aduh, rasanya tidak tega melihat.Â
Belum lagi tracking orang-orang yang pernah bertemu dengan tokoh tersebut sebelum meninggal. Bagaimana dengan mereka? Mereka seolah dijauhi, karena warga takut tertular.
Hal ini juga lah yang membuat kami jengkel. Bagaimana tidak? Kami sekeluarga menahan rindu kepada orang tua dan saudara-saudara yang tinggal di sana. Sudah tiga minggu tidak berkunjung. Hanya untuk menjaga jarak atau physical distancing. Menjaga aman.Â