"Kalau mencari saya, ada di dapur, ya!" kata Bunda.Â
"Bun, mana kopi Ayah?" tanya Ayah.Â
"Bun, bikin camilan yang enak dong. Adik lapar nih. Bawaannya pengin makan mulu," pinta Adik di depan hape dan bukunya.Â
Begitulah yang terjadi sekarang saat ada anjuran stay at home, work from home, dan belajar di rumah. Rumah semakin meriah, ramai, dengan segala problematikanya.Â
Ada Bunda yang cerewet, dikit-dikit menyuruh cuci tangan. Atau menyuruh mandi. "Adik, meski tidak sekolah, tetap mandi ya. Apalagi ini lagi ada virus corona, loh. Harus rajin mandi."Â
Adik langsung berangkat mandi. Padahal biasanya bilang entar. Ternyata ia juga takut corona. Ya iya lah. Bahaya juga. Bayangin, virus yang bunder-bunder, berbulu, kecil, mengerikan. Apalagi tidak kelihatan. Tiba-tiba masuk ke paru-paru. Bisa mengambil nyawa. Ih, takut, ah.Â
Semua jadi rajin terhadap kebersihan. Kalau pergi sebentar memakai masker. Ke warung, atau berbelanja ke pasar. Datang lalu cuci tangan pakai sabun. Tapi, Adik suka lupa kalau tidak diingatkan. Harus sering diingatkan. Makanya Bunda tak pernah lelah untuk menjadi cerewet.Â
Saat ini Bunda juga selalu menggerutu karena tidak pernah keluar dapur. Masak melulu, untuk memenuhi request penghuni rumah. Atau cuci piring tak ber'ending'. Mengalir bagai air sungai menuju muara. Meskipun kadang dibantu Kakak.
Belum lagi mengurus yang lainnya. Pekerjaan, menulis, atau menyiram bebungaan kesukaan Bunda. Tapi Bunda tetap tersenyum. Biar selalu bahagia dan tidak stres. Karena katanya kalau terlalu banyak pikiran, nanti menurunkan imunitas tubuh. Bisa jadi, nantinya corona gampang masuk. Hiii, Bunda nggak mau.Â
Nah, ketika sedang menikmati bebungaan sambil menyiram, Bunda melihat cabai rawit berbuah. Ada delapan dihitungnya. Yang lima biji sudah boleh dipanen. Petik! Aha! Bunda bahagia.Â
"Cocok nih buat bikin nasi goreng," seru Bunda.Â