Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Leya Cattleya dan EMPU Pameran Kain dan Serat Pewarna Alam

7 Januari 2020   07:37 Diperbarui: 7 Januari 2020   09:01 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada juga Kelas Ecoprint. Keren. (Foto: dok. FB Leya Cattleya).

Siapa yang tidak kenal dengan Leya Cattleya di jagad Kompasiana ini? Beliau sangat populer. Peraih penghargaan Best in Opinion, People Choise, dan Headliner di Kompasiana Award 2019. Pasti tak ada yang tak mengenalnya. Tahukah? Mengenal Mbak Leya itu sesuatu yang membahagiakan.

Memang beberapa kali saya dan Mbak Leya hanya bertegur sapa lewat media sosial, di Kompasiana, FB, IG, dan WA. Pengin bertemu dan belum kesampaian. Hingga, pada tanggal 3 Januari 2020 sore hari, saya pun bisa bertemu dengan Mbak Leya.

Kesan pertama yang langsung ada di benak saya pada saaat itu adalah, beliau sangat inspiratif, bersahaja, dan keren. Wow! Ternyata bukan hanya di tulisannya saja.

Kesan itu juga tampak pada diri seorang Leya Cattleya. Pengetahuannya yang luas, open minded, cerdas. Masih ada lagi, low profile, cantik, dan baik hati. Paket komplet deh pokoknya.

EMPU Pameran Kain dan Serat Pewarna Alam, berlangsung dari tanggal 4 sampai 9 Januari 2020 di Semarang. (Foto: dokpri)
EMPU Pameran Kain dan Serat Pewarna Alam, berlangsung dari tanggal 4 sampai 9 Januari 2020 di Semarang. (Foto: dokpri)
EMPU, Pameran Kain dan Serat Pewarna Alam

Beberapa waktu lalu saya dijapri Mbak Leya, untuk ikut mengisi acara EMPU, Pameran Kain dan Serat Pewarna Alam dengan membaca puisi. Saya bilang, "Mbak suaraku ki lembut, pelan nggak bisa cetar." Dia menjawab, "Ora popo mbak. Nanti ada yang bacakan. Mbak Wahyu yang bikin puisinya."

Nah, kapan lagi bisa bertemu dia? Acaranya juga berlangsung di Semarang, tidak jauh dari rumah saya. Maka saya iyakan. Tipenya yang pemberi semangat ini saya suka. 

Acara pameran berlangsung dari tanggal 4 sampai 9 Januari 2020, berlokasi di Jalan Indraprasta 74 Semarang. Terbuka untuk umum.

Pameran yang bertujuan hendak merayakan kegembiraan dan keberlanjutan kerja perempuan artisan dan penggerak kain tenun dan serat dengan pewarna alam menarik perhatian saya. 

Acara diisi dengan pameran, lelang, gelar wicara talk show, diskusi  dan dialog seni dan budaya, dan kelas belajar kain dan serat berpewarna alam, juga pemutaran Film EMPU dan dialog akan menjadi bagian dari program.

Kain Tenun dari Lombok dengan pewarnaan alam. Saya suka warnanya yang alami. Lembut dan cenderung ke alam. (Foto: dokpri).
Kain Tenun dari Lombok dengan pewarnaan alam. Saya suka warnanya yang alami. Lembut dan cenderung ke alam. (Foto: dokpri).
Kain sutra dengan proses ecoprint. Suatu hasil karya yang patut diapresiasi. Warnanya dengan pewarnaan alami. Keren. (Foto: dokpri).
Kain sutra dengan proses ecoprint. Suatu hasil karya yang patut diapresiasi. Warnanya dengan pewarnaan alami. Keren. (Foto: dokpri).
Serat dengan pewarna alam. Bisa menjadi berbagai kerajinan. (Dokpri)
Serat dengan pewarna alam. Bisa menjadi berbagai kerajinan. (Dokpri)
Batik Zie dari Semarang. Pewarnaannya juga memakai bahan dari alam. (Foto: dok. FB Leya Cattleya).
Batik Zie dari Semarang. Pewarnaannya juga memakai bahan dari alam. (Foto: dok. FB Leya Cattleya).
Ada juga Kelas Ecoprint. Keren. (Foto: dok. FB Leya Cattleya).
Ada juga Kelas Ecoprint. Keren. (Foto: dok. FB Leya Cattleya).
Tibalah saatnya acara, tanggal 4 Januari 2020 acara pembukaan berlangsung. Saya datang di acara EMPU, Pameran Kain dan Serat Pewarna Alam. Ada rasa dag dig dug. Terus terang saya tidak pede, karena acara ini sepertinya eksklusif.

Banyak tamu yang diundang, yang juga dari kalangan eksklusif pula. Padahal saya hanya berbekal nekat. Karena saya tidak memiliki pengetahuan apapun tentang kain dan serat dari pewarnaan alam.

Pengalaman pertama menjadi peraga busana. Di acara ini saya merasa lebih pede. Bahagia karena bisa bertemu dengan para perempuan inspiratif. (Foto: dokpri).
Pengalaman pertama menjadi peraga busana. Di acara ini saya merasa lebih pede. Bahagia karena bisa bertemu dengan para perempuan inspiratif. (Foto: dokpri).
Mbak Leya bahkan meminta saya bersedia untuk memperagakan beberapa kain yang akan dipamerkan. Hah? Seriusan ini? Tahu kan? Untuk menjadi peraga busana dan kain di tempat pameran pasti harus tinggi, langsing, dan cantik? Lalu saya? Oh, tidak. Lagi-lagi dia merayu saya agar bersedia. Yah, baiklah. Rayuan mautnya meluluhkanku. Padahal, serius saya tidak pede. 

Lalu ketika tiba di sana, ternyata peserta dalam peragaan busana tidak seseram yang saya bayangkan. Bahkan saya merasakan tersanjung karena bisa berkumpul dengan mereka. Orang-orang keren ada di sana. Menambah pengalaman saya. Dan yang jelas, saya merasa lebih pede. 

Mbak Leya juga mengajak teman kompasianer lainnya. Kompasianer yang datang adalah Maurin, Mbak Sri Subekti. Mereka ikut juga dalam peragaan busana. Lalu ada Mas Susy Heryawan, Mas Wang Edy, Mbak Biken dari Semarkutigakom, komunitas Kompasiana yang ada di Semarang. Sore harinya menyusul Mbak Suprihati dan Mas Dizzman. Beliau berdua ikut mengisi materi acara bincang-bincang Pewarna Alam, Dari Akar sampai Pasar.

Bertemu dengan Mbak Leya, Para Kompasianer Semarkutikom dan Maurin. Senangnya tiada tara. (Foto: dokpri).
Bertemu dengan Mbak Leya, Para Kompasianer Semarkutikom dan Maurin. Senangnya tiada tara. (Foto: dokpri).
Acara dibuka pukul sepuluh pagi. Berjalan dengan lancar dan meriah. Kemudian disusul peragaaan busana. Saya, Maurin dan Mbak Sri Subekti juga ikut tampil. Cius ya. Ini adalah pengalaman pertama saya sebagai peraga busana di acara yang keren ini. Saya sangat grogi.

Para ibu-ibu inspiratif juga ikut dalam peragaan busana. Mbak Leya dan Mbak Kiki dari Sekar Kawung, memandu acara menjadi santai, sehingga peserta peraga busana menjadi lebih rileks. Meriah! Hahaha... legalah kita semua. 

Malam hari memperagakan kain sutra ecoprint. Keren ya! (Foto: dokpri).
Malam hari memperagakan kain sutra ecoprint. Keren ya! (Foto: dokpri).
Talk Show, Pewarna Alam, Dari Akar sampai Pasar

Acara talk show menampilkan beberapa pembicara dan pembawa materi. Mbak Suprihati yang karya artikelnya di Kompasiana selalu membuat saya terkagum, menyampaikan tentang bagaimana limbah kain sintetis itu sungguh berbahaya bagi dampak lingkungan. 

Mbak Suprihati dari Salatiga, salah satu Kompasianer yang saya kagumi sedang memaparkan materi talk show dan diskusi. (Foto: dokpri).
Mbak Suprihati dari Salatiga, salah satu Kompasianer yang saya kagumi sedang memaparkan materi talk show dan diskusi. (Foto: dokpri).
Kemudian Mbak Kiki Chandrakirana memberi pengetahuan tentang sebuah proses kain tenun berjalan, sejarahnya, budayanya. Dari hulu hingga ke pasaran. Pendiri Yayasan Sekar Kawung ini adalah sosok yang membuat saya kagum.

Mbak Kiki Chandrakirana dari Sekar Kawung. Sungguh saya kagum pada beliau. Perjuangannya yang konsisten terhadap kain tenun. Salut. (Foto: dokpri).
Mbak Kiki Chandrakirana dari Sekar Kawung. Sungguh saya kagum pada beliau. Perjuangannya yang konsisten terhadap kain tenun. Salut. (Foto: dokpri).
Kemudian dari Galeri Batik Yogyakarta berbicara tentang pewarnaan batik warna indigo. Berasal dari tanaman indigo, yang pertama kali ditemukan tumbuh liar di pinggiran rel-rel kereta api, bangunan lama, di tanah lapang. Kemungkinan tanaman itu adalah sisa-sisa tanaman dari pembatik terdahulu.

Kemudian tumbuhan indigo diambil dan dibibitkan kembali. Memang tidak mudah dan memerlukan proses waktu untuk kembali memperbanyak bahan alam pewarnaan kain. Butuh kesabaran dan ketelatenan.

Peminat kain pewarna alam masih sedikit, karena warnanya yang cenderung kalem. Masih kalah peminatnya dibanding dengan kain proses pewarnaan sintetis yang lebih jreng.

Adalah sebuah tantangan bagi artisan kain pewarna alam, untuk lebih mengenalkan kain yang ramah lingkungan karena menggunakan warna alam sebagai bahannya.

Tantangan lainnya, karena proses pembuatan selembar kain pewarna alam membutuhkan waktu lama dan bahan yang tidak sedikit, maka bahan kain cenderung lebih mahal jika dibandingkan kain warna sintetis. Padahal kain pewarna alam tak kalah bagusnya. Juga lebih ramah lingkungan dan aman memakainya. 

Tantangan bagi para Empu artisan pembuat kain dan serat pewarna alam untuk lebih giat mengenalkannya kepada masyarakat dan bisa digemari. 

Kain pewarnaan alam juga harus disesuaikan dengan kekinian, agar generasi mileneal juga menggemari batik dan kain tenun dari bahan pewarna alam.

Tentu saja dari acara bincang-bincang tersebut, saya mendapatkan banyak pengetahuan tentang sebuah kain dan akar serat dengan pewarnaan alam. Sangat bermanfaat dan mengisi pundi-pundi ilmu di dalam benak saya, karena awalnya saya tidak tahu menjadi tahu.

Mas Dizzman juga hadir loh di acara ini. Sebagai salah satu pembicara di acara talk show. (Foto: dokpri).
Mas Dizzman juga hadir loh di acara ini. Sebagai salah satu pembicara di acara talk show. (Foto: dokpri).
Senang bertemu dengan mereka. Mbak Suprihati, Mbak Biken, Mbak Sri Subekti, dqn Mas Dizzman. (Foto: dokpri).
Senang bertemu dengan mereka. Mbak Suprihati, Mbak Biken, Mbak Sri Subekti, dqn Mas Dizzman. (Foto: dokpri).
Malam harinya, diadakan acara Malam Seni dan Budaya dengan pembacaan puisi oleh Mbak Zubaidah Djohar seorang aktivis perempuan, peneliti, dan penyair Indonesia dari Aceh dan Ibu Sulis Bambang, penyair dari Semarang. Mbak Zubaidah membawakan puisi prosa karya Mbak Leya Cattleya tentang kain dan perempuan. Dahsyat sekali karyanya. Mbak Zubaidah Djohar juga membacakan puisi saya. Sungguh merasa amazing. 


Ibu Sulis Bambang, penyair dari Semarang sedang membaca puisi. (Foto: dokpri).
Ibu Sulis Bambang, penyair dari Semarang sedang membaca puisi. (Foto: dokpri).
Acara pada tanggal 4 Januari lalu, sungguh membekas di hati saya. Bahagia telah menjadi bagian dari mereka. Bahagia telah mengenal mereka. Perempuan-perempuan tangguh, para artisan kain dan serat alami. Memberi inspiratif dan semangat kepada perempuan lainnya.

Acara masih akan berlangsung hingga tanggal 9 Januari 2020 ya. Jadi, bagi siapapun yang berminat, boleh datang langsung di tempat pameran, terbuka untuk umum. Dari pukul 09.30 hingga 17.00 WIB. 

Sungguh sayang jika dilewatkan!

Penyelenggara : 

Pecinta Kain dan Serat Pewarna Alam Karya Empu & Collabox Creative Hub

Pendukung Acara :  

  • Sekar Kawung -- tenun Sumba Timur, Kalimantan Barat, Tuban
  • Nine Penenun-- tenun Pringgasela Selatan, Lombok Timur
  • Lusi Design, Jawa Tengah
  • Empu Jalin Karsa --tenun dari Sumba Timur, Lombok Timur, Aceh Gayo, Badui
  • ARANA/ASPPUK Jateng --Klaten, Jateng 
  • Hijrah Creative, Yogyakarta 
  • Mutiara Bangsa, Semarang 
  • Batik Zie, Semarang
  • Jamtra Cassava Silk, Prambanan
  • Pemuisi : Zubaidah Djohar (Aceh), Sulis Bambang (Semarang), Wahyu Sapta (Semarang)
  • Fotografi Tenun Pewarna Alam Maumere, NTT : Liza Monalisa, Jakarta 
  • Nara Sumber : Walikota Semarang, Dr Suprihati (UKSW), Kepala Dinas Perindustrian Kota Semarang, Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang, Komite Ekonomi Kreatif Kota Semarang, Gunawan Permadi (Pimpinan Redaksi : Suara Merdeka), Galeri Batik Jawa (Jakarta, Yogyakarta, Semarang). Mardiyah Chamim, Ita Fatiya Nadia, Herry Anggoro Djatmiko. Boim (Aliansi Laki laki Baru)
  • Pendukung acara peragaan busana : perempuan hebat Semarang

Mbak Leya, dirimu adalah seorang perempuan hebat yang menginspirasi. Sungguh, aku seneng banget bisa datang di acara ini, mbak. Terimakasih banyak buatmu. Aku padamu mbak.

Salam hangat,

Wahyu Sapta.

Semarang, 7 Januari 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun