Kuahnya segar. Berbumbu bawang putih, jahe, lengkuas, daun salam, daun bawang, dan serai. Nah ini, yang membedakan ada di topingnya, yang memakai tauco masak sebagai pelengkapnya.
Proses pembuatan hingga menjadi tauco matang, bisa memakan waktu satu bulan lamanya. Dari memasaknya hingga pemeraman bakal tauco. Kemudian dimasak kembali menjadi tauco matang, yang bisa kita dapatkan di toko-toko.
Dan tauco itu sudah ada di atas semangkok soto di hadapan saya. Huuum... aromanya menyeruak. Sensasinya khas dan berbeda dari soto lainnya.
Rasa kuah sauto mirip soto bening, hanya yang membedakan memiliki aroma tauco. Asin gurih. Asin dari tauco yang memang sudah asin dari proses awal pembuatannya. Sedangkan gurih dari kaldu ayam kampung. Perpaduan soto bening dan tauco ternyata matching alias cocok. Dan sauto ini adalah sotonya orang Tegal. Mantap!
Saya melihat suami saya lahap sekali makannya. Hingga harus menambah lagi satu porsi nasi putih. "Ayo pak, semangat." Kalau saya, cukuplah satu porsi sudah kenyang. Hahaha...
Satu porsi sauto ayam dibandrol 25 ribu rupiah. Sedang sauto sapi 28 ribu rupiah. Karena membelinya di rest area, mungkin sedikit lebih mahal jika dibanding dengan di warung makan biasa.
Selesai makan, kamipun bersiap melanjutkan perjalanan ke Tegal, yang tinggal satu jam lagi. Tetapi perut sudah kenyang dan tidak keroncongan lagi. Jadi nyaman untuk perjalanan. Nah, jika ke Tegal, perlulah mencicip sauto, ya. Biar tidak kepo dan menambah perbendaharaan rasa kuliner soto nusantara. Tetapi sebenarnya bukan hanya ada di kota Tegal saja. Di kota Pemalang dan Pekalongan juga ada sauto.
Ketika sampai di Tegal, kami bertemu penjual tahu aci. Wah ini. Kudu dicoba juga nih. Kapan lagi kalau tidak sekarang. Duapuluh ribu dapat banyak. Mantap! Merasakan dan meresapi hangatnya tahu aci ini terasa nikmat. Lagi... lagi... lagi... Eh, tak terasa, entah sudah berapa banyak tahu yang masuk dalam perut... Kenyang dobel jadinya!
Salam,
Wahyu Sapta.
Semarang, 27 Agustus 2019.