Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Mengenal Beberapa Jajanan Tradisional yang Legendaris dan Tetap Dikenang

28 Juni 2019   13:48 Diperbarui: 28 Juni 2019   16:31 2219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Lenjongan, jajanan tradisional Solo yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. (KOMPAS.COM/WAHYU ADITYO PRODJO)

Di masa lalu, kita memiliki kekayaan kuliner kudapan atau jajanan yang banyak sekali. Beberapa jajanan tradisional ini memiliki makna atau simbol yang sesuai dengan nama, bentuk dan rasanya. 

Ciri ndeso atau tradisional ini harusnya tetap dijaga kelestariannya, jika kelak kita ingin generasi muda tetap mengenalnya sebagai jajanan kuliner tradisional nusantara.

Meski gempuran jajanan modern yang kian menjamur, tetapi jajanan pasar tetap dicari. Rasanya yang dominan manis, bersantan, dan beraroma pandan, memiliki khas dan memberikan efek nostalgia. Dari berbagai daerah di nusantara, memiliki jajanan yang khas, hampir mirip, baik bahan dan rasanya. Meski mungkin dengan nama yang berbeda.

Dahulu, orang membuat jajanan dengan memakai bahan dasar yang condong ke alam. Hasil bumi dari lingkungan sekitar seperti beras, ketan, singkong, ubi, jagung, sagu, pisang, kelapa, gula merah. Bahan tersebut mudah didapat dari sawah atau kebun sendiri di lingkungan dekat rumah.

Terciptalah kudapan yang lezat kreasi orang terdahulu. Sebagai makanan selingan diantara makan besar, baik di pagi hari ataupun sore hari. Dan sekarang, kadang-kadang orang lebih mengenalnya sebagai jajanan pasar.

Jajanan ini dahulu juga sering dipakai untuk pengisi komponen jajanan sesaji atau upacara tradisional. Jajanan tradisional yang lezat rasanya, sarat dengan unsur simbolisme atau perlambangan. Misalnya, untuk kesembuhan, rasa syukur, perayaan perpisahan/duka cita, dan suka cita.

Sekarang, makna atau simbol-simbol tersebut makin sirna digerus masa. Hanya penampakannya yang masih sering kita lihat. Banyak dijajakan di pasar. Itupun sudah tidak lengkap lagi. 

Bahkan beberapa jajanan sekarang jarang ditemui. Padahal jajanan ini merupakan warisan kuliner yang bisa dibanggakan karena memiliki kisah dan bisa menjadi pengobat rindu akan kekayaan luhur kuliner Indonesia.

Beberapa waktu lalu, saya sempat menemukan jajanan tradisional. Ketika berbelanja ke pasar, saat mendatangi acara pernikahan, dan acara-acara lainnya. Terutama jajanan tradisional Jawa. 

Saya coba merangkumnya dalam sebuah artikel, agar kelak bisa dibaca oleh generasi muda selanjutnya. Tidak banyak sih, tetapi semoga bisa bermanfaat.

1. Bubur Sum-sum
Terbuat dari tepung beras, santan, daun pandan. Kemudian gula merah cair sebagai topingnya. Bahan tersebut, diadon dalam sebuah adonan yang cair, kemudian dimasak hingga mengental dan menjadi bubur.

Rasanya yang gurih dari santan diberi sedikit garam. Lalu disajikan dalam sebuah wadah dan diberi toping sirup gula merah. Dahulu, banyak di jajakan pada pagi hari pada sebagai makanan bayi dan orang tua.

Bubur Sum-sum. (Dok. Wahyu Sapta).
Bubur Sum-sum. (Dok. Wahyu Sapta).
2. Bubur Candil
Berbahan dasar tepung beras dan tepung ketan. Juga santan dan gula merah. Daun pandan sebagai aroma pewangi bubur yang khas. Rasanya manis, gurih, dengan bola-bola dari tepung ketan. Siraman santan kental di atasnya, menjadikan makanan ini lezat sempurna.

Bubur Candil. (Dok. Wahyu Sapta).
Bubur Candil. (Dok. Wahyu Sapta).
3. Bubur Lemu
Bubur yang terbuat dari beras. Diberi santan, garam, daun salam atau daun pandan. Dahulu, biasanya dibuat sebagai pelengkap makanan hantaran untuk menyambut kelahiran anggota keluarga baru  dalam masyarakat Jawa. Yaitu dengan menambahkan bubur putih dan bubur merah (dicampur dengan gula merah) kemudian di taruh dalam takir (wadah kecil dari daun).

Bubur Lemu. (Dok. Wahyu Sapta).
Bubur Lemu. (Dok. Wahyu Sapta).
4. Bubur Suro
Bubur yang hanya ada dan khusus dibuat dalam bulan Suro (Tahun Baru Hijriah) sebagai hantaran. Sebuah tradisi masyarakat untuk memperingati tahun baru tersebut. 

Bubur ini dari bahan dasar beras dipadukan dengan toping kering tempe, telur dadar, abon atau suwiran ayam, perkedel kentang, kacang kedelai hitam dan kuah opor atau bisa tidak berkuah. Beberapa daerah memiliki khas yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan sayuran dan ada yang tidak. Tergantung kreasi masing-masing.

Bubur Suro. (Dok. Wahyu Sapta).
Bubur Suro. (Dok. Wahyu Sapta).
5. Blendung
Berbahan dasar jagung kering, yang direbus hingga matang dan mekar. Ada rasa gurih dari taburan kelapa muda yang telah diberi garam. Sifatnya mengenyangkan. Sungguh lezat. Meskipun sekarang sudah jarang ada, tetapi masih bisa dijumpai di pasar tradisional.

Blendung. Dari jagung kering yang direbus hingga matang dan mekar. (Dok. Wahyu Sapta).
Blendung. Dari jagung kering yang direbus hingga matang dan mekar. (Dok. Wahyu Sapta).
6. Gatot
Terbuat dari ketela pohon yang telah dikeringkan. Kemudian dikukus hingga matang. Ketika disajikan diberi parutan kelapa gurih di atasnya. Terkadang ketela telah diberi gula merah agar menjadi manis. Tetapi tidak semuanya, karena ada juga yang lebih suka tawar.

Gatot. Dari ketela pohon yang sudah dikeringkan kemudian dikukus hingga matang. (Dok. Wahyu Sapta).
Gatot. Dari ketela pohon yang sudah dikeringkan kemudian dikukus hingga matang. (Dok. Wahyu Sapta).
7. Gethuk Ketela
Makanan ini terbuat dari ketela pohon yang dikukus kemudian dihaluskan hingga pulen dan lembut. Dibentuk besar, lalu baru diiris ketika akan disajikan. Bertabur kelapa parut, bisa juga ditambah dengan serundeng manis. Hem, rasanya lezat gurih manis dan mengenyangkan.

Gethuk Ketela. (Dok. Wahyu Sapta).
Gethuk Ketela. (Dok. Wahyu Sapta).
8. Lopis
Terbuat dari beras ketan yang dibuat seperti lontong. Yaitu dibungkus bulat lonjong dalam daun, diisi setengah beras, kemudian direbus hingga matang. Saat meyajikan, diberi taburan kelapa parut yang gurih. Masih banyak ditemui di pasar tradisional.

Lopis. (Dok. Wahyu Sapta).
Lopis. (Dok. Wahyu Sapta).
9. Bongko Pisang
Berbahan dasar pisang dan tepung beras. Diadon dengan santan yang gurih, juga gula merah/gula pasir. Kemudian dibungkus bentuk tum dengan daun pisang. Dikukus hingga matang. Siap disajikan.

Bongko Pisang. (Dok. Wahyu Sapta).
Bongko Pisang. (Dok. Wahyu Sapta).
10. Klepon
Bentuknya bulat, dengan sensasi gula merah yang meletus saat digigit di dalamnya. Terbuat dari tepung ketan, diberi isian gula merah. Konon di masa lalu, jajanan ini perlambang kesembuhan dari penyakit, terutama bisul yang sudah sembuh. Jajanan ini sebagai pelengkap makanan hantaran saat syukuran.

Klepon. (Dok. Wahyu Sapta).
Klepon. (Dok. Wahyu Sapta).
11. Hawug-hawug
Terbuat dari biji mutiara yang telah di cuci, kemudian dicampur dengan kelapa parut, gula pasir dan sedikit garam. Dibungkus dalam daun pisang, lalu dikukus hingga matang. Rasanya manis gurih, beraroma sedap dari daun pisang.

Hawug-hawug. (Dok. Wahyu Sapta).
Hawug-hawug. (Dok. Wahyu Sapta).
12. Sengkulun
Campuran tepung ketan dengan kelapa parut yang telah diberi sedikit air dan garam, juga gula pasir agar terasa manis. Lalu diletakkan dalam loyang dan dikukus hingga matang. Saat disajikan, iris sengkulun, ditaruh dalam wadah. Rasanya manis legit juga gurih oleh rasa kelapanya. Makanan ini sudah jarang ditemui.

Sengkulun. (Dok. Wahyu Sapta).
Sengkulun. (Dok. Wahyu Sapta).
13. Lepet Jagung
Dari jagung segar yang disisir kasar. Ditambah kelapa parut, gula pasir dan sedikit garam. Lalu dibungkus dengan daun jagungnya. Dikukus hingga matang. Siap disantap. Cocok untuk teman teh atau kopi di sore hari.

Lepet Jagung. (Dok. Wahyu Sapta).
Lepet Jagung. (Dok. Wahyu Sapta).
14. Cenil
Rasanya yang kenyal terbuat dari tepung tapioka. Taburan kelapa parut gurih dan gula merah cair, menambah sedap. Banyak ditemui di pasar tradisional. Biasanya dijajakan pada saat pagi hari.

Cenil. (Dok. Wahyu Sapta).
Cenil. (Dok. Wahyu Sapta).
15. Polo Pendem dan Pisang Rebus
Polo pendem berarti biji-bijian yang ada di dalam tanah. Misalnya, kacang tanah, ubi jalar, ketela. Merupakan jajanan yang terdiri dari umbi-umbian yang ada di sekitar kita. Dahulu, termasuk dalam ubo rampe syukuran acara mitoni (tujuh bulanan) atau membangun pindasi rumah. 

Dihidangkan sebagai teman tumpeng lengkap. Kemudian pisang rebus, adalah pisang kepok yang direbus.

Polo Pendem dan Pisang Rebus. (Dok. Wahyu Sapta).
Polo Pendem dan Pisang Rebus. (Dok. Wahyu Sapta).
16. Kue Satu/Koya
Kue satu atau kue koya adalah kue kering tradisional yang populer dari bubuk kacang hijau manis berwarna putih yang hancur ketika digigit. Dan kue ini manis sekali. Waktu digigit, akan lumer di mulut. Langsung berasa kenyang karena manisnya. Sudah jarang ditemui. Hanya ada di daerah tertentu saja.

Kue Satu atau Kue Koya. (Dok. Wahyu Sapta).
Kue Satu atau Kue Koya. (Dok. Wahyu Sapta).
17. Serabi
Berbahan dasar tepung beras, santan, daun pandan, garam dan gula merah. Rasa gurih serabi, akan berpadu lezat di mulut, dengan santan dan gula merah. Aroma daun pandan mendukung rasa tradisional yang lekat dengan nilai budaya. Bikin kangen!

Serabi dan kuahnya. Lezato... (Dok. Wahyu Sapta).
Serabi dan kuahnya. Lezato... (Dok. Wahyu Sapta).
18. Pertolo/Putu Mayang
Kue tradisional yang berbahan dasar tepung beras. Sejenis kue basah yang memiliki bentuk khas seperti gulungan mie. Cara menyajikannya bersama kuah santan yang gurih dengan sirup gula merah yang manis. 

Variasi tampilan warnanya bermacam-macam, hijau, merah, dan warna alami tepung. Sangat menarik dan memiliki rasa yang sangat disukai. Manis, gurih dan lezat.

Pertolo atau Putu Mayang. (Dok. Pixabay).
Pertolo atau Putu Mayang. (Dok. Pixabay).
19. Putu Bumbung
Kue putu yang saat membuatnya memakai cetakan wadah seperti tabung yang berasal dari bambu atau bumbung. Kue lezat ini terbuat dari tepung beras, dicampur dengan irisan gula merah dan kelapa, kemudian dikukus.

Rasanya tentu saja manis gurih. Kue ini termasuk kue tradisional Indonesia, yang telah lama ada dan legendaris. Banyak yang menyukai kue ini karena memang lezat rasanya.

Putu Bumbung. (Dok. Wahyu Sapta).
Putu Bumbung. (Dok. Wahyu Sapta).
20. Lentho
Bahan dasarnya adalah kacang merah dan ketela pohon yang diparut. Lalu dicampur, dibentuk bulat lonjong dan digoreng hingga kering. Rasanya kriuk kletis, saat menggigit kacangnya. Enak dan gurih.

Lentho. (Dok. Wahyu Sapta).
Lentho. (Dok. Wahyu Sapta).
***
Nah, itulah beberapa jajanan tradisional yang masuk dalam ingatan saya. Pastinya juga ada di berbagai daerah di nusantara. Hanya saja, mungkin dengan nama yang berbeda, meskipun dengan bahan dan cara memasaknya yang sama. Pada dasarnya di setiap daerah ada dan hampir mirip.

Kisah seputar jajanan tradisional yang sudah ada sejak dahulu hingga sekarang, hendaknya jangan terlupakan. Tetap dikenang dan dijaga kelestariannya. 

Karena kekayaan kuliner yang dimiliki Indonesia ini sungguh berharga. Memiliki nilai budaya yang tinggi, istimewa dan khas. Siapa lagi yang akan mewarisinya? Jika bukan generasi sendiri, masyarakat bangsa Indonesia yang kaya, dan bukan untuk negara lain. 

Maka, berbanggalah menjadi bangsa Indonesia.

Salam,
Wahyu Sapta.
Semarang, 28 Juni 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun