Saling meminta maaf dan bertegur sapa menjaga tali silaturahmi. Mengucapkan doa, minal aidin semoga kita kembali kepada kefitrahan, wal faidzin, dan termasuk orang-orang yang menang melawan hawa nafsu.
Kemudian ketika sampai di rumah, saling bermaaf-maafan dengan keluarga. Meminta maaf atas segala kesalahan selama setahun ke belakang. Baik itu kesalahan yang disengaja ataupun yang tidak. Menunjukkan kasih sayang kita kepada keluarga.
Kita kembali kosong-kosong.
Sesungguhnya, hakikat hari raya Idul Fitri adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadan. Setelah berhasil menundukkan nafsu, kita dapat kembali ke fitrah. Kembali ke fitrah (Idul Fitri) berarti kembali ke asal kejadian.
Manusia terlahir tanpa beban kesalahan apa pun. Tiap insan lahir suci tanpa noda dan dosa. Sebagai manusia yang memiliki potensi untuk berbuat salah dan khilaf, maka saatnya kita menyadari kesalahan dan berusaha kembali ke fitrah dengan cara memperbaiki hubungan sesama (human relations) secara baik.
Hari Raya Idul Fitri merupakan momentum untuk menyempurnakan hubungan vertikal dengan Allah (hablun minallah) dan secara horizontal membangun hubungan sosial yang baik (hablun minnannas). Dengan begitu, terbentuklah garis plus tanda positif (+) dari persinggungan antara yang vertikal dan horizontal tadi.
Idul Fitri ini juga populer dengan sebutan Lebaran. Lebaran berasal dari akar kata lebar yang maknanya tentu agar di hari raya kita harus berdada lebar (lapang dada). Sifat lapang dada untuk meminta dan sekaligus memberi maaf (al-'afwu: menghapus, yakni menghapus kesalahan) kepada sesama.
Semoga kita bisa dapat menjaga fitrah. Minal 'aidin wal faizin (artinya: mudah-mudahan kita termasuk yang kembali ke fitrah dan jadi orang-orang yang sukses). Aamiin.
"Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 H. Mohon maaf lahir dan batin"
Salam,
Wahyu Sapta.
Semarang, 5 Juni 2019.