Membeli gorengan buat berbuka puasa, memakai plastik. Membeli lauk dan kuahnya memakai plastik. Beli es cendol juga memakai plastik. Sudah berapa plastik yang dipakai? Kemudian plastik dibuang. Menghuni tempat sampah. Lalu sampah tersebut diambil oleh petugas untuk dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Dari TPA, hanya sebagian kecil yang bisa di daur ulang. Sebagian lagi dibakar. Selebihnya, entah. Menumpuk di TPA. Mengonggok hingga waktu yang lama. Berbau. Membuat polusi.
Berdasarkan informasi dari Kompas.com, total timbunan sampah plastik tersebut hanya sekitar 10-15 persen saja yang didaur ulang. Selebihnya ditampung di tempat pembuangan akhir (TPA) dan 15-30 persennya belum terkelola. Sampah yang belum terkelola itu akan berakhir terbuang di lingkungan sungai, danau, pantai, dan laut.
Padahal seperti kita ketahui bahwa sampah plastik tidak dapat terurai dan akhirnya akan mencemari lingkungan. Sampah yang dibuang ke sungai, danau atau laut, akan mengganggu ekosistem dan bisa menyebabkan kematian binatang air yang terperangkap oleh sampah plastik, seperti ikan dan makhluk lainnya.
Sampah plastik termakan oleh mereka. Perut mereka tak mampu mencernanya, akibatnya ikan dan makhluk laut itu keracunan dan berakhir dengan kematian. Menyedihkan, bukan?
Coba kita putar ulang dengan kebalikannya, ya.
Membeli gorengan memakai wadah dari rumah. Membeli lauk dan kuah, memakai rantang yang dipersiapkan dari rumah. Membeli es cendol memakai gelas kepunyaan sendiri. Tidak ada sampah plastik sekali pakai yang terbuang. Tempat sampah bersih dari plastik. Lingkungan tidak jadi tercemar. Ekosistem sungai, danau, atau laut tidak terganggu oleh sampah plastik. Kematian binatang laut bisa dicegah.
Lingkungan menjadi bersih, terbebas dari polusi dan bau. Alangkah nyamannya. Menyenangkan, bukan?
Tetapi kenyataannya tidak begitu.
Di dalam kehidupan masyarakat yang semakin dinamis, menutut mereka untuk bertindak praktis. Segalanya dibuat praktis untuk mempermudah dan mempercepat pekerjaan. Juga masalah berbelanja. Bila dulu kita membawa tas sendiri untuk berbelanja, sekarang tidak.
Belanjaan ditaruh dalam kantong plastik yang diberikan oleh warung atau toko untuk menjinjingnya. Kemudian kantong plastik tersebut dibuang karena sudah tak terpakai. Akibatnya plastik tak terpakai mengotori lingkungan. Begitu terus menerus tanpa henti.
Seperti di bulan Ramadan saat sekarang. Dimana segalanya dipermudah dan dimanjakan oleh penyedia kuliner untuk berbuka puasa. Kita tidak usah memasak sendiri untuk menyediakannya. Segalanya ada dan sudah dipersiapkan oleh penyedia kuliner. Kita tinggal memilih makanan yang diinginkan dan menentukan harga sesuai kemampuan. Mudah dan praktis. Menyenangkan.
Tetapi dibalik hal yang menyenangkan itu, ada sesuatu yang menyedihkan. Apalagi kalau bukan tentang plastik sekali pakai, tempat untuk makanan yang dibawa pulang?