"Pak Dhana, hanya tinggal bapak yang belum menanda tangani persetujuan ini. Tetangga bapak dan rumah sekitar, telah resmi melimpahkan tanah mereka kepada kami. Sebaiknya bapak juga mengikuti jejak mereka, pak. Kami mohon. Agar pembangunan gedung ini cepat terealisasi."
Ia terdiam sejenak. Kemudian menjawab, "Tolong beri saya waktu satu minggu lagi. Setelahnya, biar saya tanda tangani perjanjian itu."
Dan ketika waktu yang begitu cepat menuju suatu penerimaan, persetujuan itu akhirnya datang juga.
***
Proses pendewasaan dirinya, bermula ketika ayahnya bangkrut. Usaha pesat ayahnya, tak selamanya jaya. Ada masa di mana usaha yang dirintis ayahnya dari nol mengalami masa sulit. Ia tak lagi menjadi orang yang bisa memenuhi segala keinginannya seperti di masa lalu. Beruntunglah ia sudah sering menempa dirinya agar survive. Meski ia sempat kehilangan mimpi untuk bersekolah ke luar negeri. Mimpinya itu ia kubur dalam-dalam.
Juga mimpinya untuk menikahi Tia. Kekasihnya yang telah ia pacari tiga tahun lamanya. Ternyata Tia hanya menginginkan hartanya. Buktinya, saat ayahnya bangkrut dan saat ia harus lebih mengencangkan ikat pinggang, Tia memilih berlalu darinya. Ia hanya bisa gigit jari. Beruntunglah ia tidak jadi menikah dengannya. Tia yang tidak setia dan hanya setia pada harta.
***
Detak waktu mulai merambat cepat.
Rumah Ayah. Hanya itu sisa peninggalan untuknya. Ia menjaganya dengan sangat hati-hati.
Setelah ayahnya tak mampu membiayainya, ia mulai mencari pekerjaan. Untuk dirinya, juga ayah dan ibunya. Ayahnya mulai sakit-sakitan karena memikirkan nasibnya. Sedangkan ibunya, merupakan sosok yang setia mendampingi ayahnya.
Datanglah masanya. Ia mampu menjadi orang yang sukses, meski harus putus kuliah. Bahkan tak disangka. Karunia Tuhan datang dengan rezeki bertubi-tubi dan mengalir deras. Bisnisnya sukses. Ia mampu membeli apa saja yang ia mau. Juga sebuah rumah yang megah.