Saya baru ada pekerjaan di Blora. Jadi mau tidak mau harus sering ke kota Blora. Perjalanan menuju Blora dari kota Semarang memakan waktu sekitar 3 hingga 4 jam. Melewati kota Purwodadi atau bisa juga melewati jalur pantura kota Rembang. Biasanya, saya jalan dengan teman saya. Ia lebih menyukai melewati jalur pantura, karena jalannya lebih lebar. Meskipun lebih jauh jika dibanding melewati jalur kota Purwodadi.
Biasanya karena waktu perjalanan yang lama ini, sering membuat perut lapar di tengah perjalanan. Apalagi ketika melewati saatnya jam makan. Daripada pusing karena mikirin belum makan, maka mampirlah di warung makan. Hahaha...
Seringnya saya dan teman kerja saya ini, memiliki tempat ampiran makan yang favorit. Yang lumayan bersih dan enak rasanya. Tak harus warung makan yang megah dan mahal. Asal memenuhi syarat tadi, maka kami berdua mampir.
Ketika kami tengah melintas di kota Rembang, teman saya bertanya. Pernah merasakan lontong tuyuhan? Makanan ini adalah khas kota Rembang, loh, katanya. Saya menjawab, pernah sih beberapa kali. Tapi sepertinya aku bakalan suka kalau mampir lagi, jawab saya lagi. Teman saya nyengir. Baiklah, kita mampir, ya, kata teman saya tadi. Saya mengiyakan.
Penjualnya kakak cantik. Sebenarnya yang berjualan adalah ibunya. Saya bertanya pada ibunya, "Ini anaknya ya bu?" Sang ibu menjawab iya. Ia adalah seorang mahasiswa yang sedang skripsi. Kebetulan pas tidak ada jadwal kuliah, ia membantu ibunya berjualan. Wah, pinter ya kakak. Meskipun seorang mahasiswa, tetapi tidak canggung membantu.
Konon dulu, mereka dalam menjajakan lontong tuyuhan memiliki ciri khas, menyalakan lampu dari minyak tanah atau disebut sentir. Tetapi dengan perkembangan zaman, lampu sentir telah tergantikan dengan lampu listrik. Dan sekarangpun para penjual lontong tuyuhan sudah menyebar di berbagai lokasi di sekitaran kota Rembang. Bahkan di beberapa kota lainnya di luar kota Rembang loh. Lontong tuyuhan banyak yang menggemari dan sudah kondang.
Lontong dari masakan ini berbentuk unik. Memiliki bentuk segitiga, berbeda dengan lontong pada umumnya, yang berbentuk bulat lonjong. Lontong memiliki filosofi tersendiri dengan bentuk lontong yang digunakan sebagai sajian lontong tuyuhan. Bentuk segitiga merupakan simbol. Ada tiga sudut dalam segitiga, simbol agar kita selalu berpegang pada tiga prinsip. Budaya atau sejarah, agama, dan pendidikan. Kita diajarkan agar tiga prinsip tadi menjadi acuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. O, begitu ya.