Kehidupan mengalir, bagai anak sungai. Menderas, ikuti alirannya. Jika saat tiba, berakhir pada suatu tempat bernama Muara.
Muara membawa aliran ke lautan luas, tak berbatas.
Selesailah kehidupan.
Kemudian kehidupan, menemui hidup baru, di alam lain. Kehidupan yang lebih abadi.
Di dalam perjalanan, kehidupan bertemu dengan kisah-kisah dan cerita. Kadang menemui aliran berbatu, berkelok-kelok, aliran tenang.
Saat lewati aliran bebatuan, akan berisik, ramai. Meski begitu, aliran sungai akan tetap berjalan. Tak peduli dengan keriuhan, ramai atau berisik. Kehidupan akan tetap berjalan.
Begitupun saat aliran berkelok. Aliran sungai tetap berjalan, dan berjalan, meski harus berliku dan berkelok jalannya. Ia tak kan letih berjalan.
Saat aliran tenang, menghanyutkan diri. Aliran akan tetap berjalan, meski tenang airnya. Hei, zona nyaman ketenangan bahkan kadang-kadang melenakan. Bila tak hati-hati, akan membuat salah.
Begitulah hidup.
Hidup menemui bermacam masalah. Bila tak begitu, artinya hidup telah berakhir. Tak berdenyut. Tak memiliki tanda-tanda.
Suka duka dalam hidup sudah biasa.
Saat suka datang, maka senyum bibir mengembang datang.
Saat duka datang, maka senyum akan sedikit sembunyi dan muncul meski itu pahit.
Gembira dan kesedihan, perlambang hidup menyala, berbinar, berdenyut dan ada.
Saat kesedihan mampir. Harus diterima. Tidak bisa hindari. Nikmatilah kesedihan itu. Maka kesedihan akan menjadi teman baik bagi kehidupan dan memberi hikmah.
Gembira, akan melengkapi.
Kesempurnaan ada, saat gembira dan kesedihan berpadu dalam nyanyian kehidupan itu sendiri.
Semarang, 6 November 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H