Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hidup Itu Bagai Aliran Sungai

8 Juni 2018   12:22 Diperbarui: 8 Juni 2018   12:46 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehidupan itu mengalir, bagai aliran air sungai. Menderas dan mengikuti alirannya. Jika saatnya tiba, akan berakhir di suatu tempat yang bernama Muara. Muara akan membawanya ke lautan luas tak berbatas. Selesailah kehidupan. Kemudian sebuah kehidupan itu akan menemui kehidupan baru, di alam lain. Kehidupan yang lebih abadi.

Di dalam perjalanannya, kehidupan akan menemui berbagai kisah dan cerita. Kadang menemui aliran yang berbatu, berkelok-kelok atau aliran tenang. Saat melewati aliran bebatuan, akan berisik, ramai. Meski begitu, aliran sungai akan tetap berjalan. Tak peduli dengan keriuhan, ramai atau berisik. Kehidupan akan tetap berjalan. Begitupun saat menemui aliran yang berkelok.

Aliran sungai akan tetap berjalan dan berjalan, meski harus berliku dan berkelok jalannya. Lalu saat aliran tenang dan menghanyutkan. Aliran akan tetap berjalan, meski tenang airnya. Zona nyaman ketenangan bahkan kadang-kadang melenakan. Jika tak hati-hati akan membuat kesalahan. Baik itu yang disengaja ataupun yang tidak. Begitulah kehidupan.

Ya. Kehidupan kadang juga menemui berbagai masalah. Jika kehidupan tak memiliki masalah, itu artinya kehidupan telah berakhir. Sudah tak berdenyut dan tak ada tanda-tanda kehidupan.

Suka duka adalah hal biasa dalam kehidupan. Saat suka datang, maka senyum di bibir akan mengembang. Saat duka yang datang, maka senyum akan sedikit bersembunyi, walau kadang senyum muncul meski dengan kepahitan.

Gembira dan kesedihan adalah perlambang bahwa kehidupan itu menyala, berbinar, berdenyut dan ada. Kesempurnaan ada, saat gembira dan kesedihan berpadu dalam kehidupan itu.

Seperti saat kesedihan mampir. Harus diterima. Tidak bisa dihindari. Bahkan kalau bisa menikmati kesedihan itu. Maka kesedihan akan menjadi teman yang baik bagi kehidupan dan memberi hikmah.

Tahun 2014. Saat mendekati lebaran, tiba-tiba ayah dari suami (eyang) sakit dan harus dibawa ke rumah sakit. Kecemasan terjadi. Padahal segudang rencana sudah dipersiapkan untuk menyambut lebaran. Saat itu berencana berlebaran di Jakarta dengan keluarga besar. Tiket sudah di tangan. Tinggal jalan saja. Segala persiapan juga sudah fix. Pokoknya rencana sudah matang. Akhirnya rencana gagal.

Betul juga, jika ada yang mengatakan, "Kita berencana, Tuhanlah yang menentukan. Manusia hanya bisa mengikuti alirannya." Karena situasi yang mendesak dan di luar rencana. Maka sambil menunggui eyang tercinta di rumah sakit, tiket dicancel. Untung bisa dicancel dan uang bisa kembali, meski tidak utuh. Segala persiapan juga cancel, seperti penginapan dan rentetan acara.

Tetapi situasi itu, justru membawa suatu keberkahan. Kami semua bisa merasakan berpuasa di lingkungan rumah sakit. Ada kenangan yang tak terlupakan saat berbuka dan sahur. Bergantian dengan saudara-saudara lainnya. Sambil menunggui eyang dalam perawatan. Suasananya tentu saja berbeda dengan saat berbuka dan sahur di rumah. Lebih prihatin dan seadanya, karena menu makanan seadanya. Nasi bungkus dan teh manis dalam plastik. Saat sahur, makanan dipersiapkan malam hari karena takutnya saat sahur tidak ada yang menjual makanan buat sahur.

Nah, karena sakit eyang membutuhkan perawatan yang cukup lama, hingga akhirnya saat lebaran tiba, beliau masih harus menginap di rumah sakit. Belum boleh pulang. Maka jadilah kami sekeluarga besar berlebaran di rumah sakit.

Eyang memang tidak tinggal di Semarang. Kebetulan rumah sakit tempat menginap eyang ada di Semarang. Sedangkan saya dan keluarga kecil tinggal di Semarang. So, di tahun 2014 itulah, pertama kalinya berlebaran tanpa mudik. Dan tetap tinggal di Semarang. Menunggui eyang.

Hadiah lebaran yang paling berkesan, meski tidak hadiah yang menggembirakan. Hadiah berupa kenangan yang sangat berkesan di lebaran tahun 2014.

Ketika berlebaran di rumah sakit, sebisa mungkin, kami sekeluarga membuat suasana tetap nuansa lebaran. Saya tetap memasak menu lebaran seperti ketupat, opor, sambal goreng, kue-kue lebaran. Saya memasaknya dari rumah, ketika saya pas tidak mendapat giliran jaga. Jadi masih bisa masak. Setelah salat Ied di masjid dekat rumah, kemudian makanan khas lebaran saya bawa ke rumah sakit.

Untuk eyang yang sedang sakit, tentu saja tidak boleh menyantap menu lebaran. Ada menu khusus dari rumah sakit. Menu lebaran adalah untuk anak cucu eyang yang sedang menunggui di rumah sakit. Tetap ada acara sungkem, salam-salaman lebaran. Karena semua berkumpul di rumah sakit. Haru, bahagia, meski juga sedih. Bercampur aduk menjadi satu.

Makanan lebaran habis disantap bersama. Tetap bisa berkumpul keluarga, meski tidak dalam suasana yang nyaman, karena di rumah sakit. Tetap bisa merasakan kebahagiaan lebaran, meski dalam situasi yang sedikit prihatin. Benar-benar hadiah lebaran yang berkesan dan tak terlupakan.

Beberapa hari kemudian, eyang sudah bisa pulang dan kembali ke rumah. Begitu juga anak cucunya, juga turut pulang mengikuti eyang ke rumah, alias mudik. Hehehe... seperti barisan semut. Saat pemimpinnya berjalan, akan diikuti kemana saja oleh pengikutnya. Apa sih yang bisa membuat kesan indah saat lebaran, jika tidak berkumpulnya seluruh keluarga?

Apalagi yang dicari, selain sosok orang tua. Selagi mereka masih ada, harus disayang. Untuk mendapatkan doa dan restunya.  Dan hingga sekarang, Alhamdulillah eyang sehat wal'afiat. Sedang menunggu anak cucunya mudik ke kampung halaman untuk berlebaran. Berkumpul bersama-sama. Merayakan lebaran bersama-sama.

Selamat menjalan ibadah puasa, ya. Semoga puasanya lancar hingga di hari lebaran nan fitri nanti. Aamiin...

Semarang, 8 Juni 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun