Saat sahur bersama adalah hal yang paling menyenangkan. Kebiasaan yang jarang terjadi, jika tidak di bulan Ramadan. Ada kesan dan nuansa tersendiri. Sebuah rasa yang tak bisa diungkapkan, tetapi rasa itu ada. Sebuah rasa yang menerbitkan kerinduan, jika waktu telah berlalu. Rasa yang ingin selalu terulang. Sebuah rasa itu adalah: rindu ramadan.
Setelah selesai bersantap sahur, Bunda membersihkan meja makan. Segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan harus bersih. Jika ada yang bersisa, akan ia simpan dalam lemari. Sambil dibantu kakak, Bunda mencuci piring. Tuntas sudah tugas di area meja makan dan dapur. Daerah kekuasaan Bunda, Otoritas milik Bunda.
Sambil menunggu imsak, layar kaca televisi menyala. Tetapi tampaknya layar itu hanya berkedip dan tak berganti channel, meski sedang iklan. O, ternyata semua memiliki kesibukan beda, yang lebih menarik perhatian mereka. Layar handphone. Zaman mileneal.
Tetapi meskipun begitu, ada teman Bunda yang mengajak ngobrol sembari menunggu imsak dan azan subuh. Ayah, dengan setia menemani Bunda. Bercerita tentang hal lucu saat masih mudanya dulu waktu masih ngekos.
"Bun, dulu pas ayah ngekos, jika saat sahur kayak gini, kompak. Saling membangunkan satu sama lain. Menggedor pintu kamar kos, jika ada teman yang belum bangun. Nah, tapi kadang ayah sama teman yang lain juga suka usil," katanya. Kemudian Ayah ngakak. Loh, belum cerita kok sudah ngakak duluan. Apa sih ceritanya?
"Apaan tuh, Yah?" tanya Bunda penasaran.
"Jadi ya bun, teman kos yang belum bangun, padahal sudah digedor pintunya, maka di depan pintu kamar dikasih barang apa aja. Misalnya, sapu, gagang pel, lalu daun-daun pisang, karena dulu ada pisang di dekat asrama kos. Nah, lalu pintu digedor keras, biar bangun. Saat ia membuka pintu, pasti kaget. Kejatuhan sapu sama sampah daun pisang." kata Ayah tertawa terbahak-bahak mengenang masa lalu. Bunda biasanya juga ikut tertawa. Tetapi tak selebar tawa Ayah. Dalam hatinya mengatakan, "Ayah dan temannya usil."
Lalu Bundapun ikut-ikutan cerita, tentang masa lalu saat sahur pada saat itu. Tapi, kayaknya cerita Bunda biasa saja deh. Lempeng-lempeng saja. Nggak seru seperti cerita Ayah. Buktinya Ayah hanya senyum, nggak ngakak seperti tadi. Hehehe... Dan, tiba-tiba tatapan Ayah berbeda. Waduh. Ihiks... "Yah, mau imsak nih. Bunda ambilin air putih ya." kata Bunda. Ayah mengangguk.
"Imsaaak...." seruan dari masjid dekat rumah berkumandang.
"Sudah niat?"
"Sudaah...." jawab mereka koor.