Di zaman yang serba praktis saat ini, masih ada tukang jasa pembuat kasur keliling yang menawarkan jasanya. Pak Sumadi (55 tahun) berkeliling dari gang ke gang, dari rumah ke rumah, menawarkan jasanya untuk membuat kasur. Ia tidak menjual kasur yang sudah jadi, melainkan jasa pembuatan kasur baru atau memperbaiki kasur lama untuk menjadi baru kembali.
Dengan berjalan kaki, ia menawarkan jasanya. Modal yang dimilikinya adalah bahan kain kasur, jarum, benang kasur dan keahliannya mengisi kasur dengan kapuk. Dengan berbekal tentengan yang berisi barang tersebut, maka ia menawarkan diri dari rumah ke rumah.
Memang sekarang sudah banyak kasur yang tinggal pakai berisi dakron, tetapi pak Sumadi memilih kapuk untuk isian kasur. Tentu saja ia tidak membawa kapuk tersebut, karena ukurannya besar dan repot. Jika ada yang berminat untuk memakai jasanya, maka ia baru menawarkan diri untuk membelikan kapuknya. Ia sudah memiliki langganan toko yang menjual kapuk. Tetapi tak menutup kemungkinan untuk memberikan pilihan, agar pemakai jasanya membeli kapuk sendiri, sesuai keinginan. Jadi, ia hanya membuatkan kasurnya saja.
Bahan kain untuk kasur sudah diukur sesuai standar, juga bantal dan guling. Ia sudah mempersiapkannya dari rumah. Jadi, hal ini mempermudah dan mempercepat pekerjaannya.
Harga yang dipatoknya tidak mahal. Kasur ukuran 1.2 x 2 meter, termasuk pemakaian kain, kapuk dan jasa hanya tiga ratus ribu rupiah. Sedangkan kapuk yang dibutuhkan kurang lebih tiga kilogram. Harga kapuk per satu kilogram tiga puluh lima ribu rupiah. Untuk bantal dan guling rata-rata per satuan, tiga puluh ribu rupiah. Itu sudah dengan bahan kain dan kapuknya loh. Coba kalau kita beli kasur yang sudah jadi, harganya pasti jauh lebih mahal, jika dibanding dengan kasur yang dipesan langsung oleh pembuatnya.
Tetapi harga tersebut tergantung bahan kain dan kasurnya. Jika bahannya bagus, bisa lebih mahal. Memang bahan kain, ada jenis yang halus dan tebal. Juga ada yang tipis dan agak kasar. Harganya tentu saja berbeda. Untuk isiannya, kapuk yang bagus adalah yang sedikit biji kapuknya, katanya.
Sambil terkadang mengobrol dengan pemakai jasanya, ia mengerjakan pembuatan kasur tersebut. Karena kapuk itu berdebu dan kadang-kadang menyebar, maka diperlukan tutup hidung atau masker agar tidak mengganggu pernafasan.
Pak Sumadi sebenarnya berasal dari Solo, tetapi mencari pekerjaan di Semarang. Ia mengaku sudah berpengalaman selama 14 tahun. Wah, sudah lama juga, ya. Tentu saja sudah mahir menjahit kain dan kapuk untuk menjadi kasur.
Sedikit demi sedikit kapuk dimasukkan kain dan dijahit. Saat itu juga, ketika sudah ada bahan dan kesepakatan harga, maka kasur mulai terangkai. Membutuhkan kurang lebih satu jam untuk tiap kasurnya. Karena harus detail menjahitnya dan manual memakai tangan. Bukan dengan mesin. Telaten sekali, ya. Juga butuh keahlian khusus.
Tiap harinya, paling tidak, ada saja orderan pekerjaan. Meskipun itu satu dua saja. Lumayan lah, katanya. Padahal, menurutnya, di desa tempat ia berasal, sebenarnya ia memiliki lahan sawah yang lumayan luas untuk dikerjakan. Saat masa tanam dan panen, ia pulang ke rumahnya untuk mengurus sawah. Tetapi sambil menunggu hasil panen, ia berkeliling sebagai jasa tukang kasur. Katanya sambil bergurau, "Biar tidak dimarahi istri, karena terlihat menganggur di rumah." Senyumnya tampak lebar, meskipun tak terlihat karena memakai masker.
Pak Sumadi pulang sambil tersenyum. Ia kemudian bertukar nomor telpon dengan pemakai jasa. Siapa tahu, di saat yang lain, akan memakai jasanya kembali. Laris manis, ya pak. Aamiin...
Semarang, 30 April 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H