Cuaca sedang terik. Panas tiada terkira, seperti sedang melukai kulit. Perih. Meski di dalam mobil, tetapi terik matahari tetap terasa. Tenggorokan kering, haus dan ingin meminum sesuatu yang segar untuk melepas dahaga. Tiba-tiba ada yang menawari, "Mau es campur?" Tentu saja dijawab dengan anggukan kepala secepat angin. "Mau dong!"
Nah, di mana bisa mendapatkan es campur? Bisa di mana saja. Di warung pinggir jalan. Atau di sebuah restoran. Tinggal pilih.
Tetapi asyikan di warung pinggir jalan kalau buat saya. Bisa sambil bersantai dan mengamati orang yang sedang berlalu-lalang. Atau menggoda penjualnya. Maksudnya, mengajak ngobrol tanya sana tanya sini. Atau menikmati sepoi angin yang mengusir panas terik menjadi tak terlalu menyengat.
Stop! Itu warungnya. Baiklah. Kita stop di sini. Sebuah warung kaki lima. Tertulis di kain penutup warung: Es Campur, Es Teler, Es Buah dan Siomay.
"Mbak, es campur dua ya. Nggak pakai lama."
"Es campur tuh nggak lama, keles, bun." Suara itu menggelegar tepat di telinga. Eh, ada yang bersuara di belakang. Etapi senyumnya manis. Dan saya pun ikut tersenyum, manis. Senyum dia. Senyum saya. Halah.
Taraaaa.... es campur datang. Tuh kan, nggak pakai lama.
Heeem.... esnya. Isiannya. Segar banget. Mata menjadi berbinar-binar. Langsung, sikat! Es campur berpindah tempat. Habis sudah. Tandas. Untung wadahnya nggak ikut berpindah. Haus hilang. Segar datang. Tenggorokan basah. Tidak dehidrasi.
"Bun, bunda kan bisa bikin sendiri es campur seperti ini. Kayaknya gampang deh."
"Shaaap, yah. Nanti kalau di rumah ya. Sekarang sih nikmati dulu yang ini."
Ayah manggut-manggut.