Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Baruna Point, Pintu Pertama Turis Mancanegara di Tanjung Emas Semarang

20 Oktober 2017   19:14 Diperbarui: 2 November 2017   21:10 2646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa menu makanan Indonesia yang ada di Kafetaria Baruna Point. Menyajikan makanan khas Indonesia. (Dokumentasi Pribadi).

Suasana di dalam hall Baruna Point. (Dokumentasi Pribadi).
Suasana di dalam hall Baruna Point. (Dokumentasi Pribadi).
"Batik, mom?" Lalu baju batikpun berpindah ke tangan mereka. Rata-rata penjual di sana memiliki kemampuan bahasa Inggris yang minim, sekedar bisa bertransaksi. 

Transaksi kadang-kadang memakai uang rupiah dan tidak menutup kemungkinan membayar dengan uang dollar dan euro. Jika baju batik, kebanyakan turis menyukai baju yang murah tidak terlalu mahal karena akan mereka pakai sehari-hari ketika mereka berada di kapal. Cukup lama loh perjalanan mereka mengelilingi dunia. Bisa sampai empat bulan, hingga kemudian baru kembali ke negaranya masing-masing.

Tidak hanya baju batik yang laris. Souvenir untuk oleh-oleh saat pulang yang merupakan ciri khas Indonesia juga laris. Miniatur sepeda, keris, patung bebatuan, gantungan kunci. 

Jika baru ramai pembeli, omset masing-masing penjual bisa mencapai hasil yang lumayan. "Nggak mesti sih, mbak. Kadang juga hanya mendapat beberapa ratus ribu saja. Bahkan pernah kosong, karena kebetulan kapal sudah dari Bali, biasanya mereka menghabiskan uang saku mereka berbelanja di Bali. Juga saat kapal hanya berpenumpang sedikit." kata Dita, salah seorang penjual di sana. Lumayan juga, ya. Tetapi namanya berdagang, kadang ramai kadang sepi. Bisa dimaklumi. Kapal Pesiar Mancanegara memang tidak tiap hari ada. Dalam setahun bisa sekitar 20-an kali kapal singgah. Ada kapal kecil yang berpenumpang hanya 120 orang, hingga kapal pesiar besar berpenumpang dua ribu orang. Pada musim liburan, banyak turis yang membawa keluarganya termasuk anak-anak untuk pesiar.

Lalu yang tak kalah ramainya kafetaria yang ada di area Baruna Point. Menyediakan berbagai macam makanan Indonesia. Seperti nasi goreng, mie goreng, sea food, camilan dan berbagai minuman. 

Beberapa menu makanan Indonesia yang ada di Kafetaria Baruna Point. Menyajikan makanan khas Indonesia. (Dokumentasi Pribadi).
Beberapa menu makanan Indonesia yang ada di Kafetaria Baruna Point. Menyajikan makanan khas Indonesia. (Dokumentasi Pribadi).
Kafetaria Baruna Point yang tidak hanya buka pada saat kapal pesiar datang saja, tetapi juga buka pada hari biasa Senin sampai Sabtu pukul 09.00 sampai 17.00 WIB. 

Satu lokasi dengan gedung Baruna Point. Harga terjangkau dan tidak mahal. Terbuka untuk umum, tidak hanya untuk para turis. Makanan rasanya enak. Bahkan menurut pemiliknya, Nasi Goreng yang ada di sana laris dan favorite. Rasanya enak dan porsinya jumbo. Puas kalau makan di kafetaria ini. Dan pastinya pengin balik lagi. 

Nasi Goreng, menu favorite dengan porsi jumbo. Rasanya sedap dan bisa diterima oleh lidah turis asing meski agak spicy. (Dokumentasi Pribadi).
Nasi Goreng, menu favorite dengan porsi jumbo. Rasanya sedap dan bisa diterima oleh lidah turis asing meski agak spicy. (Dokumentasi Pribadi).
"Fried rice?" tanya Buna.

"How can I spell it in Indonesia?" tanya seorang turis.

"Nasi Goreng," jawab Buna, salah seorang pramusaji di sana.

"Okey, na si go reng," kata turis dengan agak cedal sambil tersenyum geli, karena merasakan hal baru. Menurut mereka nasi goreng bisa diterima lidah mereka. Hanya agak spicy, tapi mereka mau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun