Transaksi kadang-kadang memakai uang rupiah dan tidak menutup kemungkinan membayar dengan uang dollar dan euro. Jika baju batik, kebanyakan turis menyukai baju yang murah tidak terlalu mahal karena akan mereka pakai sehari-hari ketika mereka berada di kapal. Cukup lama loh perjalanan mereka mengelilingi dunia. Bisa sampai empat bulan, hingga kemudian baru kembali ke negaranya masing-masing.
Tidak hanya baju batik yang laris. Souvenir untuk oleh-oleh saat pulang yang merupakan ciri khas Indonesia juga laris. Miniatur sepeda, keris, patung bebatuan, gantungan kunci.Â
Jika baru ramai pembeli, omset masing-masing penjual bisa mencapai hasil yang lumayan. "Nggak mesti sih, mbak. Kadang juga hanya mendapat beberapa ratus ribu saja. Bahkan pernah kosong, karena kebetulan kapal sudah dari Bali, biasanya mereka menghabiskan uang saku mereka berbelanja di Bali. Juga saat kapal hanya berpenumpang sedikit." kata Dita, salah seorang penjual di sana. Lumayan juga, ya. Tetapi namanya berdagang, kadang ramai kadang sepi. Bisa dimaklumi. Kapal Pesiar Mancanegara memang tidak tiap hari ada. Dalam setahun bisa sekitar 20-an kali kapal singgah. Ada kapal kecil yang berpenumpang hanya 120 orang, hingga kapal pesiar besar berpenumpang dua ribu orang. Pada musim liburan, banyak turis yang membawa keluarganya termasuk anak-anak untuk pesiar.
Lalu yang tak kalah ramainya kafetaria yang ada di area Baruna Point. Menyediakan berbagai macam makanan Indonesia. Seperti nasi goreng, mie goreng, sea food, camilan dan berbagai minuman.Â
Satu lokasi dengan gedung Baruna Point. Harga terjangkau dan tidak mahal. Terbuka untuk umum, tidak hanya untuk para turis. Makanan rasanya enak. Bahkan menurut pemiliknya, Nasi Goreng yang ada di sana laris dan favorite. Rasanya enak dan porsinya jumbo. Puas kalau makan di kafetaria ini. Dan pastinya pengin balik lagi.Â
"How can I spell it in Indonesia?" tanya seorang turis.
"Nasi Goreng," jawab Buna, salah seorang pramusaji di sana.
"Okey, na si go reng," kata turis dengan agak cedal sambil tersenyum geli, karena merasakan hal baru. Menurut mereka nasi goreng bisa diterima lidah mereka. Hanya agak spicy, tapi mereka mau.