tangisku pecah, menangisi malam yang menyurut pelan menuju sunyi, sedang angin tak mampir untuk menyampaikan pesan rindu darimu, hingga sunyi semakin sunyi,
mengapa malam hanya mendiam
lalu
seolah tak mengerti perasaanku yang mengulang kesunyianÂ
dari waktu ke waktu
***
saatnya pulang, kataku
tetapi aku masih saja sibuk, katamu
lihatlah, hari menuju rembang petang, burung-burung berterbangan menuju pulang, mereka butuh jeda rehat, untuk esok bertebaran ke segala arah kembali
begitu pentingkah arti pulangku bagimu? tanyamu
ya, waktu memiliki batas antara siang dan malam, demikian pula ragamu, antara semangat dan lemah, ada pembeda agar kau tahu cara meletakkannya, memberi harga pada dirimu sendiri
pulang adalah menuju tempat dimana dirimu bisa menghargai raga, saat penat terasa, maka tubuhmu butuh untuk berbaring mengusir penat
lalu? tanyamu
hanya satu yang ingin aku ungkapkan kepadamu
apa? tanyamu kembali
terlelaplah di sisiku, mimpi indahlah tentangku! kataku sambil memohonmu
o, hanya itu? tanyamu
ya, hanya itu!
tetapi memang, malam sunyi akan semakin sunyi, jika kau tak ada di sisiku, maka malam tak kan memberi arti apa-apa.
Semarang, 13 September 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H