September Ceria. Nampaknya bulan September di tahun ini tak begitu kering seperti tahun-tahun sebelumnya. Tanah agak basah karena diguyur hujan semalam. Menyisakan tetes embun yang masih menempel di dedaunan. Pagi ini, setelah sarapan aku bergegas ke kampus. Aku harus mempresentasi tugas dari dosen pembimbingku, Prof. Joned, tentang beberapa materi mata kuliah. Prof. Joned terkenal disiplin dan keras dalam memberikan pembelajaran mata kuliah yang diampunya. Aku tidak mau mendapat teguran darinya. Kemarin ia bilang aku malas dan lambat menyelesaikan tugas itu. Aku tak mau mengulang.
Selama dua jam, aku berhasil menyelesaikan presentasi dengan lancar. Tak banyak kritikan yang dilemparkan Prof. Joned. Hanya beberapa yang harus aku perbaiki dan harus di tulis ulang. Selebihnya beliau menyetujuinya. Akhirnya aku bisa tersenyum puas.
“Bella, bila kamu mau sedikit bersabar, aku rasa kamu bisa melebihi yang lain. Kamu sudah memiliki dasar yang kuat. Ayolah, tetap bersemangat.” kata Prof. Joned di luar ruangan setelah selesai presentasi tadi. Aku agak tersanjung.
“Baik, Prof, akan aku ingat seluruh materi yang pernah Prof berikan pada saya. Saya akan mempelajarinya,” kataku sambil menundukkan kepala tanda hormat.
Ternyata, saat keluar ruangan, seseorang telah menungguku. Samuel. Teman satu kelas, yang berasal dari kota yang sama denganku. Samuel, beberapa kali melakukan pendekatan padaku. Tapi aku selalu menolaknya secara halus. Ia menghormati keputusanku, dan sekarang kami bersahabat. Selain karena kami teman kota, juga karena sering mendapat tugas bersama satu kelompok.
“Selamat Bella, kamu berhasil menaklukkan Prof. Joned. Jarang sekali mahasiswa yang hanya dengan satu kali pertemuan mendapat acc dari beliau. Bahkan aku harus tiga kali, baru mendapat acc.” kata Samuel sedikit iri.
“Terimakasih Samuel. Tak sia-sia tadi malam aku belajar sampai hampir tengah malam untuk mempersiapkan ini. Prof. Joned sedang baik padaku hari ini.”
“Kamu sudah laper? Kita ke kantin yuk.”
“Ayuk, aku traktir kamu ya.”
Samuel tersenyum. Pandangan matanya sedikit terjengah saat aku memandangnya. Pipinya agak memerah. Dengan raut wajahnya yang putih, semakin menonjolkan rona merah itu. Sebenarnya aku agak kikuk bila berjalan dengannya. Kulitnya yang putih, serasa kontras dengan kulitku yang sawo matang.
Sebenarnya Samuel laki-laki yang baik, care terhadapku. Dialah yang sehari-hari mendorongku dan selalu memberikan semangat padaku di sini, saat aku berada jauh dari orang-orang yang aku cintai. Termasuk jauh dari Tom. Ah, Tom. Aku teringat padanya. Tom sedang apakah kamu? Berubahkah dirimu?