Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karena Aku Milikmu, Ibu

13 Juni 2016   13:46 Diperbarui: 13 Juni 2016   15:23 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://arifinbadri.com/tag/kasih-sayang-ibu/

Sabtu pagi di Semarang. Aku harus cepat-cepat mengambil tindakan. Ibu diare dan tak berhenti sejak kemarin. Padahal aku sudah memberi obat anti diare. Tapi diare ibu tak kunjung mampet. Segera aku sms dokter Wisnu yang merawat ibu selama ini. Katanya, bawa saja ke rumah sakit, nanti akan ada tindakan. Baiklah, segera saja kubawa ibu ke rumah sakit. Tapi di rumah sakit dokter Wisnu belum datang. Aku bawa ibu ke IGD, agar segera mendapat perawatan. Akhirnya, ibu tertangani dengan dipasangnya infus. Sebenarnya aku tak tega melihat kondisi yang demikian. Tapi ibu sudah lemas. Harus ada penanganan.

Telapak kaki ibu menghitam, tangan ibu juga. Ada warna hitam di bawah kulit, seperti noktah berukuran dua kali dua senti. Banyak dan ada di beberapa tempat. Kata dokter itu karena efek kemoterapi yang ibu jalani saat ini. Baru kali kedua kemoterapi ini berjalan, tapi nampaknya ibu sudah tak kuat. Padahal kemoterapi ini adalah kemoterapi yang paling ringan. Dengan alasan faktor usia, kemoterapi yang ibu jalani melalui obat, bukan dengan infus. Xeloda[1]. Obat yang harus ibu minum dengan aturan ketat dan tak boleh terlewat. Rasanya aku ingin menggantikan posisi ibu saat ini.

Aku menunggu ibu di ruang IGD dengan terus memegang tangannya. Aku mendengar suara dokter jaga sedang berbincang dengan seseorang, mungkin sedang membicarakan ibu. Karena ibu hanya diare, dan mereka mengira hanya kasus biasa. Tapi ini bukan. Ini kasus luar biasa. Ibu diare karena efek obat xeloda. Aku memang tak begitu mengerti tentang penyakit dan obat, karena aku bukan dokter. Tapi aku yang merawat dan menjaga ibu di rumah selama beliau sakit. Aku mengikuti perkembangannya, jadi sedikit mengerti. Benar saja. Dokter jaga segera memberi ijin ibu untuk masuk ruang inap.

***

Ketegangan masih berlangsung dua hari ke depan. Diare tak bisa langsung berhenti, karena beda dengan kasus diare biasa. Untung saja sudah ada bantuan infus. Ibu juga tidak mau makan, karena katanya semua mulut dan tenggorokan sakit bila untuk menelan. Disamping itu juga merasa mual, hingga tak memiliki selera makan. Katanya semua makanan terasa pahit. Tak ada asupan makanan buat ibu, hanya mengandalkan infus. Bila dibiarkan, ibu pasti lemas. Akhirnya, dokter memutuskan untuk memberi makanan cair lewat infus, tapi memasukkannya lewat lobang hidung. Pasti sakit. Tapi demi kesembuhan ibu.

Syukurnya, di hari ketiga, diare ibu sudah berangsur surut. Hanya tinggal sedikit dan ibu mulai kelihatan segar. Ibu juga berangsur membaik. Dokter Wisnu yang merawat ibu ramah sekali, hingga ibu senang dan berkeinginan sembuh. Kata ibu, dokter Wisnu ganteng. Aku tersenyum tipis. Ibu masih bisa bercanda.

“Rin, ibu teringat masa kecilmu dulu. Dulu ibu yang memandikan kamu, eh, kok sekarang malah sebaliknya. Kamu yang memandikan ibu.” kata ibu saat aku memandikannya. Ibu masih lemas, jadi harus ada yang membantu. Aku hanya tersenyum.

“Lha iya to bu, ini namanya balas dendam, eh, balas membalas,” kataku sambil membedaki muka ibu agar terlihat cantik setelah selesai mandi, seperti dulu ia melakukannya saat aku kecil. Ibu tertawa mendengar candaanku. Aku senang ibu bisa tersenyum. “Yang penting ibu sembuh dulu, bisa beraktifitas lagi, bisa bercanda dengan cucu ibu. Bapak juga sudah menunggu di rumah. Kalau ibu kerso dahar[2], nanti bakalan cepat sembuh.” Aku merayu ibu agar mau makan, dan tak kekurangan asupan makanan. Ibu mengangguk, meski tak sepenuhnya mengiyakan saranku. Aku tahu, ibu belum memiliki keinginan buat makan karena sakitnya. Satu suap, dua suap, sudah merupakan hal istimewa buat ibu.

***

Sore hari ceria. Ibu sudah boleh diperbolehkan pulang untuk esok hari. Tapi malam ini masih harus menginap satu malam lagi untuk menuntaskan obat yang diberikan dokter. Ibu sudah kelihatan segar, meski harus butuh asupan makanan lebih banyak. Tak perlu infus makanan cair, karena ibu sudah mau makan, meski sedikit. Lega rasanya melihat kondisi ibu. Dokter mengatakan obat xeloda dihentikan, tak lagi di konsumsi. Ibu tak kuat. Yang penting jaga kondisi, makanan yang bergizi. Dan jika ada keluhan lagi, segera menghubungi dokter Wisnu.

Ibu nampaknya senang dengan keputusan dokter untuk tak lagi meminum xeloda yang membuat dirinya menderita. Memang obat ini, mungkin bagi orang lain adalah obat yang bermanfaat karena berfungsi sebagai kemoterapi, sebagai lanjutan pengobatan bagi penderita kanker seusai operasi pengambilan kanker. Fungsinya untuk menghambat sel-sel kanker agar tak tumbuh kembali. Tapi bagi ibu, xeloda sangat menyiksa.

Beberapa hari setelah tak mengkonsumsi xeloda, ibu berangsur membaik. Tak lagi diare. Noktah hitam di bawah kulit juga menghilang. Ibu kembali normal, meski tak bisa dikatakan sembuh benar.  Tetap saja ibu harus konsultasi tiap bulan ke dokter, untuk memeriksa kesehatan ibu.

***

Minggu pagi. Ketika semua libur. Anak-anak libur. Ayahnya anak-anak  juga libur. Mereka senang, ada Eyang di rumah. Karena Eyang memberi suasana lain. Ada sentuhan beda, saat mereka ada di rumah.

“Rin, Alhamdulillah ibu memiliki anak-anak yang bisa merawat ibu,” kata ibu.

Seharusnya terbalik, aku yang sangat bersyukur, memiliki seorang ibu juga bapak yang sangat penyayang. Ibu dan bapak bisa mendidik anak-anaknya hingga seperti saat ini.

***

[1] Xeloda adalah obat kemoterapi oral yang berbentuk tablet. Digunakan untuk mengobati kanker yang bekerja menyerang sel kanker. Xeloda lebih nyaman dan memiliki efek samping lebih kecil dibanding dengan obat kemoterapi melalui infus, meski memiliki fungsi yang sama.

[2] kerso dahar (bahasa jawa) terjemahannya adalah: mau makan.

Note: In memoriam ibu, yang telah berpulang tanggal 24 Mei dua tahun lalu. Yang sedikit mengganjal dan sedikit menyesal, pada saat terakhir, saya tidak bisa menunggu beliau, karena pada saat itu sedang menunggu anak ujian, hingga tak bisa full konsentrasi ke ibu, sedangkan kami tinggalnya berlainan kota. Akan tetapi ibu tetap mendapatkan perawatan terbaik dari saudara-saudara saya. Semoga diampuni segala dosa saya, karena tak mampu memberikan hal yang terbaik buat ibu pada saat terakhirnya.

Semarang, 13 Juni 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun