[caption caption="http://rubik.okezone.com/read/23562/cinta-di-musim-semi"][/caption]
Minggu pertama (terinspirasi oleh puisi)
“Mengapa harus pergi? Harusnya kau tinggal!”
“Tapi aku tak memiliki pilihan, pilihanku hanya satu, yaitu, pergi!”
“Kau tak ingin kisah cinta ini lagi? Aku menginginkanmu, seperti saat awal kita bertemu di senja memerah itu,”
“Entahlah, bagiku cinta ini sudah tak menggetarkanku lagi, aku...”
Aku terdiam, menunggu perkataanmu selanjutnya. Bagiku, cinta ini masih ada, meski kadang terasa perih di ulu hati. Aku tak perduli.
Entah mengapa, aku tak pernah lelah ketika berjalan denganmu, padahal kita tak selalu beriringan, bahkan kau sering mendahuluiku dan berpura-pura untuk tak bersamaku. Itu menyakitkan!
Lucu juga kita, sepasang manusia, saling menyukai, tapi sekaligus mengingkarinya. Bukankah akan lebih indah bila saling mengakui, bahwa kita sepasang kekasih yang memiliki sayap kembar dan bisa terbang bersama?
Bagimu, aku akan menghalangi langkahmu. Sayapmu yang sedianya terbang tinggi, terasa berat ketika aku berada di sampingmu. Ya, ya, aku memang tak sempurna, tapi paling tidak, aku memiliki cinta, untuk bisa mengabdi pada dirimu. Tapi...
Di ujung senja, kita berpisah. Kamu menjauh meninggalkanku, yang tengah merenungi diri, bahwa sebentar lagi aku tak lagi bisa bersamamu. Benar saja, cerita cinta telah berakhir.
Untukmu: Arjuna ungu muda, lelaki dua dunia, panahmu patah aku hujam belati siksa, nikmat lautan peraduan tak padam dalam sekam senada warna.
Semarang, 1 Maret 2016
Sumber Inspirasi:
Puisi: Ungu Arjuna
Oleh Tasch Taufan
Jadi biarkan saja ruhmu menggelayut di asmara
Jadi biarkan saja cintamu berayun di angan
Jadi biarkan saja asmaramu menjadi warna darah
Jadi biarkan saja kepalsuan menajam di tikungan hati
Jika akhirnya harus saling membunuh
Jika akhirnya harus saling menyakiti
Jika akhirnya harus saling menyelinap
Jika akhirnya harus menjadi dua belati
Kisah asmara tak selalu berakhir indah
Aku ingin perih dan sia-sia di antara zaman
Biar terkecoh dan marah pada nasib
Cinta mati dalam kemarau. Kering.
Meruangkan angan di ruang langit
Kata mati lidah kenyal di rongga mulut
Musim ini tak ada burung-burung
Melewatkan cericitnya di antara pepohonan
Jika benar itu adalah tanda-tanda
Tentang akhir. Birahi berhenti di angan
Keringatmu terlanjur bertetesan
Terasa hangatnya asmara ungu
Hitam putih merah ungu jadi gambar
Belati itu sudah tertanam di jantung mati
Tak kan kulupa tetes keringatmu
Kau lunglai di lenganku
Arjuna ungu muda. Lelaki dua dunia
Panahmu patah aku hujam belati
Siksa, nikmat lautan peraduan
Tak padam dalam sekam senada warna
Jakarta, Indonesia, August 1, 2015
Karya ini diikutsertakan dalam rangka memeriahkan ulang tahun perdana Rumpies The Club
[caption caption="Sumber Gambar Dokumen RTC"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H