“Oh, ia memanggilku? Kok ia tahu kalau aku sedang berada di sini?” batin Satriya. Tapi ia mengiyakan ajakan orang itu. Key, ia beringsut menuju ruang makan, meski rasa takut berkecamuk di benaknya. Ia memandang wajah sang pemanggil namanya. Bersinar! Teduh sekali.
“Duduklah! Kamu sudah makan? Makan dulu, baru kita berbincang." katanya.
Lalu Satriya menikmati hampir setiap menu makanan. Ia yang tak terbiasa memakan makanan seenak ini, merasa bagai dalam sebuah istana mewah dengan sajian para raja. Baik, selesai sudah acara makan.
"Satriya, hanya orang tertentu yang bisa berada di sini. Kamu termasuk pilihan." Mengembang hidung Satriya mendengar pujian orang itu. "Namaku Prediksi, panggil saja aku om Dik." lanjutnya, yang ternyata bernama Prediksi.
Satriya manggut-manggut dan bertanya dalam hati, mengapa ia berada di tempat ini. Om Dik menatapnya tajam, seperti sedang menyelidiki sesuatu.
"Satriya, aku melihat aura positif di masa depanmu. Itu bila kamu mau berusaha dengan keras, mau belajar dan mentaati aturan yang ada. Kelak kamu akan menjadi direktur sukses. Syaratnya, bila kamu mau berusaha." kata Om Dik. Satriya mengangguk.
***
Blaaarr!!!
Satriya bagai terpental. Pipinya ditepuk-tepuk oleh sahabatnya, Bima, yang ternyata sedari tadi bersamanya.
"Satriya, bangun! Kamu pingsan lama banget. Aku khawatir kamu mati, please, jangan mati!" kata Bima. Satriya bangun dengan wajah kebingungan. Ia melirik Bima dan bertanya, "Di mana aku, Bim?"
"Kita di dekat pasar, sedang memesan es pelangi, lalu tiba-tiba saja kamu pingsan. Mungkin kamu kehausan hingga pingsan. Kamu sudah baikan?" Satriya mengangguk tetapi ia masih kebingungan. Ia melirik tangan kanannya yang menggenggam selembar kertas. Dan ketika ia membukanya, kertas itu bertuliskan: