Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menatap Es Pelangi, Hati Berbunga Mimpi

5 Januari 2016   21:22 Diperbarui: 5 Januari 2016   22:17 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Oh, ia memanggilku? Kok ia tahu kalau aku sedang berada di sini?” batin Satriya. Tapi ia mengiyakan ajakan orang itu. Key, ia beringsut menuju ruang makan, meski rasa takut berkecamuk di benaknya. Ia memandang wajah sang pemanggil namanya. Bersinar! Teduh sekali.

“Duduklah! Kamu sudah makan? Makan dulu, baru kita berbincang." katanya.

Lalu Satriya menikmati hampir setiap menu makanan. Ia yang tak terbiasa memakan makanan seenak ini, merasa bagai dalam sebuah istana mewah dengan sajian para raja. Baik, selesai sudah acara makan.

"Satriya, hanya orang tertentu yang bisa berada di sini. Kamu termasuk pilihan." Mengembang hidung Satriya mendengar pujian orang itu. "Namaku Prediksi, panggil saja aku om Dik." lanjutnya, yang ternyata bernama Prediksi.

Satriya manggut-manggut dan bertanya dalam hati, mengapa ia berada di tempat ini. Om Dik menatapnya tajam, seperti sedang menyelidiki sesuatu.

"Satriya, aku melihat aura positif di masa depanmu. Itu bila kamu mau berusaha dengan keras, mau belajar dan mentaati aturan yang ada. Kelak kamu akan menjadi direktur sukses. Syaratnya, bila kamu mau berusaha." kata Om Dik. Satriya mengangguk.

***

Blaaarr!!!

Satriya bagai terpental. Pipinya ditepuk-tepuk oleh sahabatnya, Bima, yang ternyata sedari tadi bersamanya.

"Satriya, bangun! Kamu pingsan lama banget. Aku khawatir kamu mati, please, jangan mati!" kata Bima. Satriya bangun dengan wajah kebingungan. Ia melirik Bima dan bertanya, "Di mana aku, Bim?"

"Kita di dekat pasar, sedang memesan es pelangi, lalu tiba-tiba saja kamu pingsan. Mungkin kamu kehausan hingga pingsan. Kamu sudah baikan?" Satriya mengangguk tetapi ia masih kebingungan. Ia melirik tangan kanannya yang menggenggam selembar kertas. Dan ketika ia membukanya, kertas itu bertuliskan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun