Terlambat! Serigala semakin garang, menyerang anak Bernard yang terpisah dari rombongan. Dan tanpa ampun, anak Bernard tertangkap.
Bernard dan anaknya yang tersisa berlari tanpa henti. Berlari dan terus berlari. Dengan nafas yang tersengal, mereka berhenti ketika dirasa aman, serigala tak lagi mengejar.
"Aku kehilangan putraku. Oh, putraku yang malang. Selamat jalan nak, maafkan ayahmu, yang tak mampu menjagamu," ratapnya sendu. Suara tangisnya pecah, memenuhi angin alam raya di sekitarnya. Menggema dan menyayat hati. Tetapi suara tangis itu segera lenyap, demi mendengar suara anaknya yang lain, yang masih tersisa.
"Kuatkan hatimu, ayah. Ada anakmu yang lain di sini yang masih butuh bimbinganmu." Bernard tersentak. Benar sekali, masih ada kalian berdua, dan ketiga anaknya di rumah bersama istrinya membutuhkan dirinya. Bernard segera menentramkan hatinya, untuk menyiapkan pikiran dan kata-kata, apa yang akan ia sampaikan kepada istrinya, tentang kehilangan satu anaknya. Tetapi memang ia tak kuasa menolak peristiwa itu. Begitu mendadak dan cepat, sehingga tak mampu melindungi satu anaknya.
Satu hal yang menjadi pelajaran berharga baginya, jangan mudah terlena oleh kesenangan, hingga membuyarkan konsentrasinya sebagai penjaga anak-anaknya. Dirinya harus selalu waspada, agar terhindar dari marabahaya.
Matahari akan segera terbenam, Bernard pulang. Warna kemerahan menjelang abu-abu dan menjadi gelap segera datang. Tetapi tidak menyeramkan seperti peristiwa tadi. Langkah Bernard terdengar menderap, menyimpan semangat untuk merubah dirinya, agar lebih waspada. Ia juga berjanji untuk mendidik anaknya agar tegar dan survive terhadap alamnya.
"Ayah.."
"Mendekatlah ke sini, nak. Ayahmu akan melindungimu."
Mereka berpelukan dengan damai. Angin sepoi menjelang malam menderu, membawa berita akan kerinduan kepada Nopember, agar segera turun hujan, hingga rumput tak lagi sulit dicari. Serta hutan tak panas oleh sengatan matahari terik. Lebih hijau dan teduh.Â
*) The Sheep= Domba.
(Semarang, 07/11/2015)